Ngobrol Santai

Ade: Perlunya Rekonsiliasi Kebudayaan

| dilihat 1871

Indonesia banyak beragam latar belakang budaya, bahkan Presiden Joko Widodo sering mengulang dalam Pidato resminya. Namun juga potensi konflik yang berasal dari budaya yang berbeda acapkali terjadi di berbagai tempat.

Satu tahun lebih Undang-undang No 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan ditetapkan oleh Pemerintah, bagaimana generasi millenial memandangnya? Berikut perbincangan lengkap antara Akarpadinews.com dengan Ade Cahyadi Setyawan (Sekretaris Lesbumi Kota Depok) pada 2 November 2018.

Kenapa Kang Ade bisa terjun ke gerakan kebudayaan?

Waduh, kalau diceritakan bisa satu semester nih. Awalnya saya kan kuliah di Sastra Daerah (Sastra Jawa Universitas Indonesia) dan mulai aktif dalam berbagai kegiatan yang ada di Kampus, khususnya yang dibuat oleh Himpunan Mahasiswa saya, yaitu Keluarga Mahasiswa Sastra Jawa (KMSJ). Hingga waktu itu ada acara Munas organisasi antar Sastra Daerah se-Indonesia. Saya ikut dalam acara itu dan akhirnya saya ditunjuk menjadi Koordinator Divisi Regional Jawa-Bali. Pada saat itu, tiap ada acara pertemuan Saresehan outputnya pasti menyampaikan rekomendasi.

Tindak lanjut dari rekomendasi-rekomendasi itu bagaimana Kang?

Kalau tindak lanjutnya sih itu dikawal oleh teman-teman di kampusnya masing-masing. Misal acaranya di Semarang, rekomendasinya dikawal oleh teman yang kampusnya di Semarang. Sebaliknya jika di Solo juga dikawal oleh teman yang kampusnya di Solo. Hanya seingat saya, dulu kami pernah memberikan rekomendasi agar ada mata pelajaran mulok bahasa daerah ada pada tingkat Sekolah Menengah Atas. Sebenarnya itu awalnya aspirasinya lebih banyak dari teman-teman yang backgroundnya pendidikan, buat ningkatin kuota PNS kali. Hehe… hehe.. Sepertinya di beberapa daerah diterapkan.

Menurut Kang Ade, apa yang harus dilakukan hari ini?

Jelas yang paling penting hari ini adalah rekonsiliasi kebudayaan. Kayaknya sudah ada tanda-tanda ke arah sana sih. Hal itu dibuktikan di Jawa sudah ada nama jalan Siliwangi dan Padjadjaran. Serta sebaliknya di wilayah Sunda sudah ada nama jalan Gajah Mada. Walaupun masih simbolik sih…

Ada yang salah dengan simbolik?

Enggak. Hanya masih ada yang lebih penting misalnya rekonsiliasi budaya dalam pergaulan ataupun stereotype yang terlanjur melekat pada tiap suku bangsa.

Bagaimana Kang Ade memandang Undang-Undang tentang Pemajuan Kebudayaan?

Saya baru baca sekilas, belum saya pelajari secara utuh. Namun saya melihat misalnya; Pertama, dalam pasal 5 tentang Objek Pemajuan Kebudayaan apa iya hanya ada 10 objek saja. Kedua, kalau berbicara kebudayaan akan banyak stakeholders yang terlibat karena budaya juga berkaitan erat dengan Ekonomi Kreatif, Pariwisata. Ketiga, kalau tidak salah dalam pasal 49 ada dana perwalian kebudayaan, nah ini ‘para wali’ nya siapa, Walisongo? Keempat, jangan sampai dengan adanya payung hukum ini, malah terjadi gesekan antar budaya, atau ‘pelegalan’ untuk menghilangkan kebudayaan yang ada oleh oknum.

Apa Kang Ade yakin Pemajuan Kebudayaan akan berjalan?

Saya yakin akan berjalan, hanya kurang maksimal.

Kok pesimistis Kang?

Bukan pesimistis, hanya saja di lapangan akan sulit mengkoordinasikannya. Karena harus banyak pihak yang dilibatkan, ini tidak mudah dan butuh waktu yang panjang. Jika ada yang tidak terakomodir bisa ribut. Harus ‘total football’.

Menurut Kang Ade, tindak lanjut yang paling cepat bagaimana?

Buatkan tempat/organ agar dapat membuka ruang diskusi. Misalnya, Dewan Kebudayaan atau apalah. Kemudian nanti baru menyusun pokok pikiran kebudayaan lalu strategi dan rencana aksinya. Kemudian jangan membedakan antara ahli dengan pelaku budaya. Karena kata ‘ahli’ dapat menjadi bias karena pasti ada prasyarat tertentu kan…

Terakhir nih Kang, sebaiknya Indonesia ke depannya seperti apa sih? Khususnya di bidang Budaya?

Semua benda-benda budaya di luar negeri harus kembali ke Indonesia. Lalu dikembangkan dengan berbagai multidisiplin ilmu agar kita dapat berpijak pada tradisi dalam menapak globalisasi. Kemudian juga dewasa dalam berbudaya, kalau tetangga kita berbeda agama dan budaya. Hormati. Sudah itu saja. Niscaya kita akan jadi bangsa yang besar dan berbudaya!

LA Nurani

Editor : Muhamad Khairil
 
Energi & Tambang
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 634
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 784
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 751
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya