Kami, air
Bermula dari laut.
Kami membubung ke udara sebagai uap
Ketika mentari memanaskannya
Kami bersekutu dengan sesama uap
Menggumpal menjadi awan
Angin mendorong kami ke wilayah-wilayah pergunungan
Bahkan kadang ketika masih di atas laut
Pada kelembaban suhu tertentu
Kami berubah menjadi air
Hujan, kata manusia
Kami turun serempak dan serentak
Jatuh ke gunung-gunung
Bahkan ada juga yang jatuh langsung ke laut dan pantai
Di pegunungan kami bersemayam di pepohonan
Perlahan kami turun ke bumi
Menyerap masuk ke dalamnya
Memberi berkah
Tapi sejak lama pepohonan kalian tebangi
Tempat persemayaman kami kalian ganti dengan beton
Maka mengalirlah kami
Kami bergerak bersama
Menuju dataran rendah
Memasuki sungai-sungai
Itulah jalan utama kami kembali ke pantai
Tapi sungai-sungai kalian ganggu
Kalian hambat jalan kami dengan sampah
Bahkan sampah yang membuat sungai-sungai menyempit
Kalian juga rampas dinding sungai
Kalian bangun rumah-rumah di sana
Kami terhambat
Waduk, embung, setu, dan kanal-kanal yang kalian bangun
Juga tak kalian rawat baik
Sehingga jalan kami terhambat
Dalam gerakan arus besar
Dengan tenaga yang tak pernah kalian bayangkan
Kami harus mendapatkan jalan kami menuju pantai
Kami tak peduli dengan kalian
Seperti kalian tak peduli pada kami
Karena tempat persemayaman kami kalian rampas
Karena sungai-sungai kalian timbun dengan sampah
Karena bantaran sungai-sungai kalian rusak
Dengan mendirikan rumah-rumah
Maka kami menerobos masuk ke dalam rumah kalian
Kami genangi kota-kota dan desa-desa kalian
Aha... ketika kami ganti merampas punya kalian
Kami tersenyum ketika kalian berteriak:
Banjir.. Banjir.. Banjir
Lalu kalian menghitung angka-angka kerugian
Lalu sibuk mencari ketiak ular
Dan saling menyalahkan satu sama lain
Kami terus bergerak
Menghanyutkan apa saja dan siapa yang menghalangi
Aha.. kudengar kalian berdo’a
Agar Tuhan menghentikan kami
Kalian sebut kami pembawa musibah
Maaf, kami tak pernah menjadi musibah
Kami datang sebagai bencana
Karena ulah kalian sendiri
Bila kalian tak hendak kami menjadi bencana
Perbaikilah cara hidup kalian
Tanami kembali hutan-hutan tempat semayam kami
Sediakan kami tempat persemaian:
Waduk, embung, setu, dan danau
Supaya kami tetap menjadi berkah
Silakan kalian bangun bendungan
Manfaat kami untuk memenuhi keperluan hidup kalian
Tapi ingat, kami tak akan memberi hati
Siapa dan apa saja yang menghambat kami
Pasti akan kami hempaskan
Kami Air, rahmat dicipta Ilahi
Jangan ubah kami jadi laknat
Yang kapan saja mudah melumat hidup kalian
Kami Air pembawa sukacita
Perlakukan kami dengan sukacita pula..
N. Syamsuddin Ch. Haesy
[Puisi ini saya tulis di sela dialog dengan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan para dirjennya, awal 2013]