Puisi

AIR

| dilihat 6294

Kami, air

Bermula dari laut.

Kami membubung ke udara sebagai uap

Ketika mentari memanaskannya

Kami bersekutu dengan sesama uap

Menggumpal menjadi awan

Angin mendorong kami ke wilayah-wilayah pergunungan

Bahkan kadang ketika masih di atas laut

Pada kelembaban suhu tertentu

Kami berubah menjadi air

Hujan, kata manusia

Kami turun serempak dan serentak

Jatuh ke gunung-gunung

Bahkan ada juga yang jatuh langsung ke laut dan pantai

Di pegunungan kami bersemayam di pepohonan

Perlahan kami turun ke bumi

Menyerap masuk ke dalamnya

Memberi berkah

Tapi sejak lama pepohonan kalian tebangi

Tempat persemayaman kami kalian ganti dengan beton

Maka mengalirlah kami

Kami bergerak bersama

Menuju dataran rendah

Memasuki sungai-sungai

Itulah jalan utama kami kembali ke pantai

Tapi sungai-sungai kalian ganggu

Kalian hambat jalan kami dengan sampah

Bahkan sampah yang membuat sungai-sungai menyempit

Kalian juga rampas dinding sungai

Kalian bangun rumah-rumah di sana

Kami terhambat

Waduk, embung, setu, dan kanal-kanal yang kalian bangun

Juga tak kalian rawat baik

Sehingga jalan kami terhambat

Dalam gerakan arus besar

Dengan tenaga yang tak pernah kalian bayangkan

Kami harus mendapatkan jalan kami menuju pantai

Kami tak peduli dengan kalian

Seperti kalian tak peduli pada kami

Karena tempat persemayaman kami kalian rampas

Karena sungai-sungai kalian timbun dengan sampah

Karena bantaran sungai-sungai kalian rusak

Dengan mendirikan rumah-rumah

Maka kami menerobos masuk ke dalam rumah kalian

Kami genangi kota-kota dan desa-desa kalian

Aha... ketika kami ganti merampas punya kalian

Kami tersenyum ketika kalian berteriak:

Banjir.. Banjir.. Banjir

Lalu kalian menghitung angka-angka kerugian

Lalu sibuk mencari ketiak ular

Dan saling menyalahkan satu sama lain

Kami terus bergerak

Menghanyutkan apa saja dan siapa yang menghalangi

Aha.. kudengar kalian berdo’a

Agar Tuhan menghentikan kami

Kalian sebut kami pembawa musibah

Maaf, kami tak pernah menjadi musibah

Kami datang sebagai bencana

Karena ulah kalian sendiri

Bila kalian tak hendak kami menjadi bencana

Perbaikilah cara hidup kalian

Tanami kembali hutan-hutan tempat semayam kami

Sediakan kami tempat persemaian:

Waduk, embung, setu, dan danau

Supaya kami tetap menjadi berkah

Silakan kalian bangun bendungan

Manfaat kami untuk memenuhi keperluan hidup kalian

Tapi ingat, kami tak akan memberi hati

Siapa dan apa saja yang menghambat kami

Pasti akan kami hempaskan

Kami Air, rahmat dicipta Ilahi

Jangan ubah kami jadi laknat

Yang kapan saja mudah melumat hidup kalian

Kami Air pembawa sukacita

Perlakukan kami dengan sukacita pula..

 

N. Syamsuddin Ch. Haesy

[Puisi ini saya tulis di sela dialog dengan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan para dirjennya, awal 2013]

 

Editor : Web Administrator
 
Humaniora
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 98
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 515
Momentum Cinta
12 Mar 24, 01:26 WIB | Dilihat : 524
Shaum Ramadan Kita
09 Mar 24, 04:38 WIB | Dilihat : 444
Pilot dan Co Pilot Tertidur dalam Penerbangan
Selanjutnya
Energi & Tambang