Bank Musik, Menjaga Eksistensi Musik Tradisi

| dilihat 3084

AKARPADINEWS.COM | ADA yang miris saat memperingati Hari Musik Nasional tanggal 9 Maret 2016. Miris, lantaran di era modern saat ini, alat musik dan kesenian daerah, semakin tidak dikenal oleh generasi muda masa kini. Padahal, negeri ini kaya dengan alat musik tradisi, baik dalam bentuk alat musik tiup, petik, pukul hingga alat musik gesek. 

Musik adalah bagian dari produk kebudayaan yang mewakili peradaban dan laku masyarakat di setiap masa. Di masa lalu, musik dijadikan sebagai media untuk mengekspresikan rasa syukur, yang diselingi dengan ritual dan doa kepada Yang Maha Kuasa. Musik begitu dekat dengan hal-hal yang spiritual dan membaur dalam kehidupan masyarakat.  

Misalnya, alat musik Tarawangsa, salah satu alat kesenian masyarakat Jawa Barat. Naskah Kuno Sewaka Darma yang disusun sekitar awal Abad ke-18 menyebut nama Tarawangsa sebagai nama alat musik. Tarawangsa kerap dimainkan saat digelarnya upacara-upacara yang berhubungan dengan makhluk halus dan membangkitkan spirit.  Kesenian itu juga biasanya disuguhkan sebagai ungkapan rasa syukur warga lantaran mengalap berkah panen padi.

Keberadaan alat musik Tarawangsa masih dijaga (dipupusti) oleh masyarakat Cibunar, Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat. Mereka percaya, Tarawangsa merupakan kebutuhan rohaniah yang penting, selain keberadaanya sangat erat kaitannya dengan sistem pertanian (wewengkon).

Masyarakat Cibunar Rancakalong masih menggunakan pola sinkretisme sebagai bentuk komunikasi transendental.  Apalagi, bunyi-bunyian dimainkan dengan irama musik khas daerahnya, seperti halnya tarawangsa.  Lagu-lagu seperti itu dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk menyampaikan kebenaran rohani.

Kini, keberadaan Tarawangsa semakin terasing di rumahnya sendiri. Tarawangsa semakin tenggelam dalam hingar bingar musik-musik modern. Ditambah, ruang berkarya bagi penggiat musik tradisional semakin sempit.  Generasi muda saat ini merasa terasing dengan alat dan musik tradisi karena dianggap kuno, yang tidak bisa dibanggakan dalam pergaulan.

Beruntung, masih ada sebagian anak muda yang menjaga kelestariannya. Mereka konsisten bermusik dengan alat musik tradisional. Namun, keterbatasan akses dan wadah, membuat mereka kesulitan untuk mengembangkan potensi dan bakatnya agar lebih menghayati musik tradisi, dibandingkan musik populer.

Akses mereka untuk tampil di ruang-ruang publik sangat sempit. Di televisi misalnya, sebagian besar televisi menayangkan musik-musik modern, jauh dari citarasa musik warisan leluhur. Liriknya pun jauh dari pesan-pesan moral dan spiritual. Lirik lagu masa kini lebih didominasi kisah percintaan, patah hati, hedonisme, dan sebagainya. Demikian pula suguhan musik yang disiarkan stasiun-stasiun radio. Musik tradisional sudah nyaris tak terdengar. Setiap harinya, yang terdengar adalah hingar bingar musik rock maupun lagu pop yang melankolis.

Setiap komunitas di masyarakat, memiliki musik tradisinya sendiri. Masyarakat Eropa, memiliki musik klasik sebagai musik tradisional yang juga kini sulit menyaingi pesona musik pop. Masalahnya, di Eropa, pemerintahnya begitu konsern untuk menjaga eksistensi musik-musik kuno. Berbeda dengan di Indonesia. Peran pemerintah dalam mempertahankan musik-musik tradisional, nyaris tak nampak. Permasalahan ini harus disikapi dengan serius, baik oleh pemerintah, musisi, budayawan, etnomusikolog, dan stakeholders lainnya.

Pada peringatan Hari Musik Indonesia di Rolling Stone, Kafe, Kemang, Jakarta, Rabu (9/3) yang dihadiri sejumlah, musisi termasuk budayawan Remy Silado, persoalan itu menjadi perbincangan serius. Mereka membicarakan berbagai persoalan mengenai eksistensi musik tanah air, mulai dari musik tradisional hingga dominasi musik barat yang mengancam orisinalitas musik Indonesia.

Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi beserta berbagai pihak berjanji akan menginisiasi pembentukan “Bank Musik” pertama di Indonesia yang sudah ditunggu sekian lamanya. Jika terealisasi, patut diapresiasi. Keberadaan Bank Musik diharapkan dapat mendukung, mengembangkan, dan menyelamatkan musik Indonesia serta memberikan inspirasi bagi generasi muda agar tidak lelah berkarya.

"Saat ini, banyak anak muda lebih mengenal lagu dan musik dari negara lain, dibandingkan lagu daerah dan alat musik tradisional. Padahal, pemuda adalah pewaris dan penerus warisan budaya bangsa," kata Imam.

Menurut dia, banyak alat musik, ragam bunyi, musisi dan karya-karya yang perlu diinventarisir dalam satu wadah sehingga lebih mudah mengenal dan mempelajarinya. "Upaya inventarisir warisan budaya harus dikemas menarik, cantik sehingga mudah dikenal dan dipelajari, sekaligus menjadi benteng pemuda tidak mudah terpengaruh budaya asing dan melupakan budaya sendiri," tuturnya. 

Rencananya, Bank Musik tersebut akan ditempatkan di sekitar Museum Olahraga di TMII, Jakarta. Bank Musik akan menjadi tempat karya musisi, jenis alatnya, pakaian dan lain sebagainya. Pencanangan Bank Musik tersebut akan dilakukan tahun ini.

Semoga dengan keberadaan Bank Musik, dapat menjadi salah satu role model dalam mengembangkan dan memelihara alat dan eksistensi musik tradisi, agar generasi muda tidak amnesia dengan musik daerah sebagai bagian dari kebudayaan dan peradaban bangsanya.

Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 340
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 278
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 140
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya