Refleksi

Dengan Lagu Rod Stewart Melayari Rangkai Peristiwa Bangsa

| dilihat 4244

Haèdar

Lagu Rod Stewart itu diunggah seorang teman di satu dari tiga grup whatsapp yang saya ikuti. Tajuknya, I am Sailing. Dengan lagu ini, saya melayari perjalanan historis Indonesia, sejak 18 Agustus 1945 hingga 2 Juli 2020.

I am sailing / I am sailing / Home again / 'Cross the sea //I am sailing / Stormy waters / To be near you / To be free // I am flying / I am flying / Like a bird / 'Cross the sky /  I am flying / Passing high clouds / To be near you / To be free //Can you hear me? / Can you hear me? /Through the dark night, far away/I am dying, forever crying/To be with you, who can say //Can you hear me?/ Can you hear me? / Through the dark night, far away// I am dying, forever crying / To be with you, who can say? / We are sailing, we are sailing / Home again // 'Cross the sea / We are sailing / Stormy waters / To be near you / To be free // Oh, Lord, to be near you, to be free / Oh, my Lord, to be near you, to be free / Oh, my Lord, to be near you, to be free / Oh, Lord//.

Sudah lama saya tak mendengar lagu ini. Sekarang, kini lagu ini dan lagu Imagine (John Lennon), menjadi salah satu pengantar tidur malam saya, selain lagu Katineung karya Endang Caturwati tahun 1975, dan Inninawa Sabbarae yang tak terlacak siapa penciptanya.

I am sailing yang ditulis Rod Steward 'memandu' saya, melayari perjalanan sejarah bangsa ini, dengan beragam peristiwa yang menyertainya.  Tak hanya terkait kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Bahkan politik dan kebangsaan.

Negeri ini, ibarat kapal yang sedang berlayar, sejak lepas sauh pada 17 Agustus 1945. Pada rute perjalanan pertama (1945-1965), rute perjalanan kedua (1966-1998), dan kemudian pada rute-rute berikutnya, sampai hari ini, terlalu banyak peristiwa yang bila direnungkan, persis seperti lagu ini.

Kita berlayar, lalu pulang lagi, ketika datang gelombang agak besar, sehingga terbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS). Pemilu 1955 yang sukses, tapi Konstituante gagal memainkan perannya, sehingga terbentuk RIS dan kemudian kita kembali ke konstitusi semula (Undang Undang Dasar 1945). Lantas, bangsa ini, laksana kapal menyeberangi lautan, terempas gelombang, kala konflik dunia yang dipicu oleh arus globalisme kapitalistik dan mondialisme sosialistik, mempolarisasi dunia dengan beragam blok kepentingan. Indonesia, lewat gagasan dalam Konferensi Asia Afrika menghimpun negara-negara di dua benua itu berposisi dalam negara-negara non blok.

Dengan mengibarkan semangat politik adalah panglima, Bung Karno seolah berseru, "I am flying. I am flying. Like a bird. 'Cross the sky. I am flying. Passing high clouds." Kemudian alpa, ketika Partai Komunis Indonesia (PKI) -- setelah dua kali gagal memberontak -- kian mendominasi dan mempengaruhi pemerintahan, lantas melakukan aksi pemberontakan (1965).

Pengaruh politik kian membesar, setelah Bung Karno sebagai Presiden / Pemimpin Besar Revolusi membubarkan Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) dan PSI (Partai Sosialis Indonesia).

PKI memberontak ketika bangsa dirundung derita, dikepung kemiskinan. Mendompleng seruan Bung Karno - konfrontasi dengan Malaysia -- dan hendak memanfaatkan eks pasukan sukarelawan menjadi Angkatan kelima - diluar Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.

Bung Karno masih enggan membubarkan PKI, sampai akhirnya berhadapan dengan situasi genting, dan akhirnya -- lewat Supersemar 1966 -- menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto, yang oleh MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) diangkat sebagai Pejabat Presiden. Dan, keputusan sebelumnya -- sebagai pengemban Supersemar -- membubarkan PKI, dikukuhkan oleh MPRS dengan Ketetapan No. XXV/MPRS/1966, sekaligus menyatakan PKI sebagai Partai Terlarang.

Kapal Negara Republik Indonesia masuk dok sementara, dan kemudian berlayar kembali dengan poros yang berbeda dari masa sebelumnya. Mondial sosialistik mulai bertransformasi dengan Global kapitalistik, dengan menempatkan pembangunan ekonomi sebagai panglima.

Kehidupan baru itu, selanjutnya selama tiga dekade seolah memberi ruang bagi berbagai kalangan untuk berdendang syair berikutnya: We are sailing, we are sailing, Home again, 'Cross the sea / We are sailing, Stormy waters, To be near you, To be free. Kapal kembali oleng, setelah badai krisis moneter yang berembus 1996 - 1997 kian membesar menjadi topan tornado. Lantas karam, ketika  kapten kapal, Presiden Soeharto menandatangani perjanjian di hadapan sikap congkak Michael Camdesus - International Monetery Fund (IMF). Tapi, kapal kadung karam. Badai dan topan kian menggila menjadi pusaran krisis multidimensi.

Gerakan reformasi berhasil menumbangkan rezim, meski para kapten kapal kemudian (BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri) tak berkutik di tengah badai kegaduhan.

Reformasi bergerak ke arah deformasi. Pemilihan Umum 2004, di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kapal berlayar lagi. Konsolidasi demokrasi menjadi pilihan. Krisis ekonomi global 2008 yang memunculkan istilah 'new normal' bisa dilalui, kendati kapal tak henti gaduh.> Lirik lagu I am Sealing Rod Steward, terdengar lagi, meski kegaduhan mengabaikan seruan, dan Presiden SBY memandu kapal, sambil meneriakkan suara batin : Can you hear me? Can you hear me? Suksesi berlangsung mulus lewat Pemilu 2014 yang dipenuhi dengan keriuhan lain oleh cybertrooper dan keyboard warrior. Kemudi kapal beralih ke tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Periode pertama (2014-2019) relatif berjalan mulus dengan hembusan angin ribut yang tak tak sempat mengolengkan kapal. Periode kedua (2019-2024) lewat pemilihan Presiden yang bersimbah luka, nanomonster COVID-19 menerjang leluasa, karena isyarat kehadirannya ditanggapi dengan kelakar dan senda gurau.

Sejak Maret 2020, nanomonster COVID-19, terus menerjang, korban berjatuhan. Sampai Kamis, 2 Juli 2020 tercatat, beberapa provinsi terus menjadi episentra: Jawa Timur menjadi juara sebagai daerah episentra dengan 12695 kasus; Jakarta dengan 11823; Sulawesi Selatan dengan 5379 kasus. Jawa Tengah dengan 4159 kasus. Jawa Barat dengan 3344 kasus. Kalimantan Selatan dengan 3337 kasus. Sumatera Selatan dengan 2120 kasus. Total seluruh Indonesia tercatat 59294 kasus. 2987 nyawa telah melayang. Jawa Timur, juara dalam sansai, memegang rekord tertinggi 984 orang meninggal, di atas Jakarta dengan 948 mayat korban COVID-19, Kalimantan Selatan 190, Jawa Barat 177, Jawa Tengah 170, dan Sulawesi Selatan 168.

Kapal Indonesia belum mampu melintasi badai dengan aroma jenazah dan derita. Kemampuan nahkoda, mualim, dan pengendali kapal, sampai kelasi terus diuji. Dua pekan berselang, Presiden Jokowi murka dan kemudian mengabarkan kepada rakyat, bagaimana kualitas kerja para pembantunya. Krisis ekonomi, terus bergerak, badai resesi ekonomi dan sosial sudah bergerak ke arah depresi. Boleh jadi kapal Indonesia akan terhuyung diterpa pusaran depresi ekonomi.

Media sosial tak terkendali, menyediakan kebisingan dan riuh gaduh, karena ada anak buah kapal yang tak punya sense of crisis, meletupkan kemarahan lewat RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan penghilangan frasa "...berdasarkan Kebudayaan Bangsa Indonesia" yang terdapat dalam Undang Undang Pendidikan Tinggi dalam rangka RUU Cipta Kerja alias Omnibus Law, yang sebelumnya gaduh dengan kasus Kartu Prakerja. Angin ribut kecil juga berpusing, mulai dari naiknya iuran BPJS Kesehatan sampai rencana memberlakukan kembali pèneng Sepeda.. justru ketika Gubernur Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang dijuluki Gubernur Indonesia, sedang menggairahkan penggunaan sepeda sebagai alat transportasi warga Jakarta.

Akankah syair lagu I am Sailing - Rod Steward memasuki larik berikutnya? Through the dark night, far away. I am dying, forever crying . To be with you, who can say? Yang pasti, di tengah sansai, sudah sangat meluas rakyat di bilik-bilik spiritualnya, menggumamkan syair di larik-larik terakhir lagu Rod Steward ini... Oh, Lord, to be near you, to be free. Oh, my Lord, to be near you, to be free. Oh, my Lord, to be near you, to be free. Oh, Lord... dengan irama sansai dan nafas tersengal. Gumam yang boleh jadi mewakili suara yang pernah disuarakan George Floyd: I can't breathe, menjelang kematiannya di bawah dengkul polisi Minnesota, Derek Chauvin - yang boleh jadi seorang chauvinist, faham yang menunjukkan keyakinan tidak masuk akal bahwa negara atau hanya rasnya sendiri yang terbaik dan paling utama.

Sayup-sayup saya mendengar sejumlah orang bijak, termasuk Din Syamsudin, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang pecinta damai dan amat toleran, itu mendendangkan lagu Lancang Kuning. Dia mengingatkan, "lancang kuning berlayar malam, haluan menuju ke laut dalam, kalau nahkoda kuranglah faham, amatlah kapal, akan tenggelam." Tapi, sejumlah kaum pandir, agaknya tak suka dengan Din yang mengisyaratkan kondisi obyektif bangsa, itu. Mereka termakan kepandiran yang menghinakan nalar dan nuraninya.

Lamat-lamat, lewat radio streaming, di kamar sunyi, saya mendengar Rod Stewart, mendendangkan lagunya yang lain (I Don't Want to Talk About It) :  I can tell by your eyes that you've probably been cryin' forever, And the stars in the sky don't mean nothin' to you, they're a mirror. I don't want to talk about it, how you broke my heart. If I stay here just a little bit longer. If I stay here, won't you listen to my heart, whoa, heart? If I stand all alone, will the shadow hide the color of my heart. Blue for the tears, black for the night's fears. The star in the sky don't mean nothin' to you, they're a mirror. I don't want to talk about it, how you broke my heart. If I stay here just a little bit longer.. |

Editor : Web Administrator | Sumber : foto berbagai sumber
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 782
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 822
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1088
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1341
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1482
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya