Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2021

Disdik Jakarta Menganggit Kemampuan Berfikir Kreatif Berbasis Budaya Betawi

| dilihat 1514

catatan bang sém

KAMIS, 29 April 2021, sejak pukul 07.30 sampai pukul 12.00 tengah hari, Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta, menggelar peringatan Hari Pendidikan Nasional dengan cara yang khas. Bukan hanya karena penyesuaian diri total berbasis tuntutan budaya baru sebagai dampai serangan pandemi nanomonster Covid-19, jauh dari itu memberi makna atas beberapa sisi kehidupan dalam konteks perubahan besar yang dipicu oleh pandemi itu dari sisi budaya.

Mengambil tema, "Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar," peringatan Hari Pendidikan Nasional ini, memilih topik "Membangun Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Melalui Penguatan Budaya Betawi." Selain disiarkan langsung melalui saluran YouTube dan Radiodisdik Jakarta.

Tak kurang dari 900 partisipan mengikuti acara ini melalui ruang interaksi Zoom. Selebihnya, menurut Amin, salah seorang panitia, di saluran YouTube tak kurang dari 121,895 viewer mengikuti acara ini. "Pencapaian yang luar biasa. Ditambah zoom yang luber," ungkap Amin.

Kepala Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta Nahdiana dan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan melalui sambutan yang diwakili Dadang  Solihin - Deputi Kebudayaan dan Pariwisata, menyampaikan berbagai informasi tentang kebijakan dan program aksi aktual tentang penyelenggaraan pendidikan dalam situasi 'pembatasan' untuk mencegah matarantai penularan virus (Covid-19).

Keduanya sebagai 'mulut' Pemprov DKI Jakarta mengingatkan, penyelenggaraan seluruh proses pendidikan di Jakarta konsisten pada prinsip dasar 'pendidikan tuntas berkualitas untuk semua' sebagai bagian integral dari seluruh proses pencapaian sesanti "maju kotanya, bahagia warganya.

Proses pendidikan itu ( yang mesti mengikuti kebiasaan baru pendidikan belajar jarak jauh) mengalir bersamaan dengan ikhtiar menjaga dan memelihara situasi yang mampu menjamin kualitas dan keseimbangan karakter siswa dan seluruh peserta didik. Baik dalam upaya mewujudkan insan yang terdidik dan tercerahkan dalam konteks pembinaan dan pengembangan modal insan (human capital dan human investment), maupun dalam konteks mendorong lompatan perubahan dalam memenangkan kompetisi kualitas insani merespon perubahan akibat anomali budaya, yang tak teramalkan dan tak terduga.

Saya menangkap kesan menarik, kesungguhan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menjaga dan menjamin penyelenggaraan pendidikan harus terus berlangsung dengan cara-cara yang kreatif dan inovatif menghadapi kesulitan.

Cara-cara penyelenggaraan proses pendidikan yang bersifat didaktis - pedagogis berbasis kesadaran membentuk kualitas insaniah, dengan segala kompleksitas masalah dan keragaman solusinya. Termasuk dalam menjaga pencapaian kemampuan literasi tentang sains, teknologi, bahkan sampai ke aksi praktis pemampuan financial viabilities yang terkoneksi dengan upaya merespon resesi ekonomi sebagai dampak langsung dari krisis kesehatan, yang menimbulkan dampak ikutan lebih luas.

Yang tak kalah penting dari itu adalah pencapaian kompetensi peserta didik dan pemampuan kreatif dalam menghadapi kompleksitas masalah secara kreatif, kritis, dan berorientasi solusi.

Pameo dalam budaya Betawi, "Anak bukan tempolong, nyak babe dan guru bukan teko," dan "Jangan bekutet nyari ketek uler," dan "Idup kudu sigep, jangan rebahan," mengemuka dalam acara yang dalam banyak hal merefleksikan prinsip asasi ajaran Ki Hadjar Dewantara, "hing ngarsa sung tulada, hing madya mangunkarsa, tutwuri handayani." Keteladanan, Kreativitas dan Inovasi, serta Wasis - waskita - legawa.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2021 secara virtual yang dilakukan sebagai bagian dari upaya Dinas Pendidikan DKI Jakarta, ini meski masih mengalami tantangan koneksi frekuensi di sana-sini, menunjukkan sisi pandang, sudut pandang, dan cara pandang yang terintegrasi. Sekaligus menghadirkan spirit kreatif yang patut diapresiasi. Terbagi dalam dua sesi: presentasi kinerja peserta didik (siswa dan pendidik) dan dialog pemikiran motivasional dalam bentuk talkshow.

Pada sesi pertama yang dipandu dua siswa pendidikan dasar (Michel dan Bianca) yang menggunakan dwi bahasa (Inggris dan Indonesia), terasa sekali bagaimana muatan lokal budaya Betawi via seni, permainan, dan ragam produk budaya lainnya yang dikemas secara visual, menunjukkan, proses pendidikan di Jakarta secara daring tidak kehilangan daya produktif.

Pada sesi pertama, presentasi prestasi dan performa siswa dan guru, saya mencatat kemampuan kreatif siswa dan guru dalam mengaktualisasikan dimensi kependidikan terkait dengan pencapaian intelligence quotatient (IQ), emotional quotient (EQ), spiritual quotient (SQ) dan cultural quotient (CQ).  

Dari perspektif kemampuan mengharmonisasi nalar, naluri, nurani, rasa, dan dria siswa dan guru, saya melihat dimensi kependidikan berbasis budaya: bahasa, ilmu pengetahuan, teknologi, norma, nilai (value), atraksi seni, dan kecakapan mengulik , menilik dan mengembangkan informasi tentang budaya Betawi berhasil dilakukan dengan apik.

Saya mendapat impresi tentang eksistensi pendidik sebagai 'orang-orang mulia' yang memandu siswa sungguh bergerak ke tataran modal insan (human capital dan human investment) yang aktif, tak lagi sekadar sumberdaya manusia (human resource) yang cenderung pasif.

Saya mencatat beberapa performa persona siswa, seperti Safira, yang menarik dan fasik mengartikulasi informasi tentang ekspresi budaya Betawi melalui eksplorasi monolog dengan pendekatan dramatika - fragmentasi Lenong.

Lantas, Maudi dari SD Islam Al Kamal, dengan bahasa Inggris yang baik (termasuk logika bahasa Inggris - yang tak sekadar menggunakan bahasa Inggris dengan logika lokal) mengartikulasikan dengan baik proses pengolahan Gado-Gado sebagai salah satu kuliner Betawi.

Seorang siswa SD Cijantung dengan baik menghadirkan tidak hanya informasi dalam bahasa Inggris (tetapi sekaligus mempraktikan) permainan anak-anak Tapak Gunung -- saya biasa menyembut Dampu -- yang meramu tujuan khas pedagogi. Memperlihatkan, bagaimana permainan anak-anak itu mempertemukan ranah kogitif, afektif, dan psikomotor. Bahkan tersaji juga dalam permainan itu pengenalan simbol numerik yang terkait dengan aritmatika dan matematika.

Pada penampilan Ahmad Baihaki, SD Cengkareng yang menampilkan silat dengan iringan khas gendang pencak, saya merasakan kemampuan siswa dalam mengeksplorasi daya raga dan ruhani, melalui jurus-jurus kembangan dan main pukulan yang tetap menghadirkan akhlak sebagai ekspresi budaya Betawi.

Akan halnya sisi lain ekspresi budaya Betawi yang jenaka, conggah, dan menggoda, ditampilkan baik oleh Sasha dengan artikulasi 'english' menyanyi sambil menari diiringi musik padu-padan diatonis - pentatonis, genre musik Gambang Kromong dan musik pop.

Pesona komunitas Betawi yang jenaka dengan ekspresi 'masyarakat bercakap-cakap' dalam kegembiraan dan kebahagiaan sosial, dihadirkan vokal grup salah satu SMA yang menghadirkan lagu Item Manis yang di masanya, populer lewat duet Benyamin S dan Ida Royani. Akan halnya vokal grup SMAN 2 Jakarta dengan 'pesona multi-etnis' menghadirkan lagu Kicir Kicir yang gembira.

Sesi kedua, gunemcatur (talkshow) diawali dengan penampilan Raditya dan rekannya dari SD Semanan membacakan ayat suci al Qur'an (Iqra) dan sari tilawah-nya. Radit dari jenjang pendidikan dasar dan menengah menghadirkan pesona personanya sebagai qari' yang menguasai teknik dan cara qira'ah (membaca ) yang baik. Saya merasa dia membaca dengan gayah al Nihayah dengan menggunakan teknik Kufah di ujung surah yang dibacanya.

Teknik qira'ah Radit mengulang ingat, bagaimana musisi Betawi, seperti Ismail Marzuki, Husein Bawafie, dan Mashabi menyerap basis irama musik Melayu dari gayah Nihayah. Akan halnya Abdillah Harris, Munief Bahasoan, dan juga Mukhsin Harris dan Ahmad Faris memadu-padan gayah al Nihayah dengan basis irama musik Barat dan Hindi.

Sesi Gunemcatur menghadirkan Bang Chippy (Cipto Rustianto) dan saya (sebagai penggiat pemikiran budaya Betawi di Lembaga Kebudayaan Betawi, Gerbang Betawi, dan Mushaf Betawi - Sidup Damiri) sebagai narsumber. Chippy, seorang motivator dan trainer yang tangkas.

Paparannya menarik dan langsung ke buhul topik talkshow, memantik pemikiran kreatif  melalui simpang perubahan sosio habitus dan tantangan budaya yang bergerak cepat.

Banyak hal dari sisi creative think yang ditawarkan, baik beranjak dari realitas filosofi Barat dan Nusantara dengan melihat konteks kekinian yang diakrabi khalayak. Antara lain K'Pop, drama Korea, dan berbagai hal yang sedang tren di kalangan generasi millenial, pasca generasi baby boomer.

Chippy mengusik simpul-simpul kreatif yang pada beberapa sisi menghadirkan beragam fenomena sosial yang berkembang dan dihadapi oleh siswa dan pendidik.

Bang Azis dan Mpok Wati, dua pemandu sesi ini, memberikan saya sebuah kata yang menjadi tantangan sosio budaya. Khasnya, isu tentang 'rebahan' yang belakangan mengemuka dalam merespon sistem belajar jarak jauh.

Saya melihat semua hal yang dikemukakan Chippy merupakan cara, tools pemampuan berfikir kreatif untuk mengubah 'rebahan' yang menjadi fenomena selama masa pandemi, menjadi aksi kreatif.

Dalam konteks ini, saya melihat presentasi para peserta didik, khasnya yang mengemuka dalam sajian dua guru SLB (Sekolah Luar Biasa) dan David Maulana - penggiat OSIS salah satu SMA Islam Al Huda yang sekaligus sebagai salah seorang penggerak kegiatan kolaborasi kreatif siswa Jakarta sebagai contoh, bagaimana tools yang ditawarkan Chippy telah berlangsung dalam proses interaksi belajar.

Saya teringat beberapa cucu saya, siswa di dua sekolah islam internasional Jakarta, nyaris 'kekurangan waktu' untuk 'rebahan.' Dari hari ke hari, kecuali Sabtu dan Minggu sibuk dengan berbagai tugas dari guru. Hari-harinya selama belajar di rumah, dilakukan dengan melakukan observasi terkait tari tradisi Betawi,  melakukan eksperimentasi padu padan musik tradisi dengan genre musik Barat teranyar dengan syair kreasi sendiri dalam bahasa Inggris, sampai menyusun dan merumuskan proposal tentang konvergensi medium ekspresi budaya dari panggung realitas pertama ke realitas kedua.

Pemampuan berfikir kreatif siswa, seperti yang dipresentasikan dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional ini, serta menilik secara empirik aktivitas beberapa cucu saya (siswa SMA dan SMP) yang menghasilkan beberapa karya -- dan kemudian dipresentasikan di fora Asia dan Asean, menjadi referensi saya untuk menyatakan, penguatan budaya Betawi dan pemampuan berfikir kreatif siswa terkoneksi satu dengan lainnya.

Budaya menyimpan gagasan, aktivitas, pengetahuan dan pengalaman dalam keseluruhan aspek dan konteks didaktis dan pedagogis. Sebagai inti kebudayaan, seni budaya dengan beragam produknya di tengah realitas kehidupan pertama, mendorong siapa saja untuk berubah dari kebiasaan hidup dengan intuitive reason ke crestive and innovative way. Tak terkecuali, menghadirkan etos dan etik kerja baru yang berkaitan dengan kompetensi, kompetisi kreatif, dan konstruksi budaya baru.

Di sini, penguatan budaya Betawi -- yang bersifat egaliter dan kosmopolit -- dalam konteks pemampuan berfikir kreatif siswa, mesti dipertajam dalam kurikulum, paling tidak dalam muatan lokal. Meskipun, secara nasional, sistem pendidikan nasional kita, masih mereduksi penguatan basis budaya Betawi yang bertumpu pada sosio religius dan sosio demokratik. Tapi, dimensi artistik, estetik, dan etik bisa mewadahinya.

Dari basis budaya Betawi saya menemukan proses berfikir kreatif (mulai dari dreams sampai ke invensi), dan proses pendidikan, termasuk di sekolah, mesti memfasilitasi dan mengkatalisasi dengan titik picu berfikir kreatif untuk mendapatkan strategi.

Hal ini akan mengubah kebiasaan 'beralasan' pada 'masyarakat rebahan,' menjadi kebiasaan baru 'menggunakan cara berfikir' - way of think) sebagai modal masyarakat produktif.

Idiom-idiom 'ngimpi siang bolong,' 'ngigo ajè,' perlahan akan berubah menjadi 'ngimpi jangan cuman sejengkal,' 'rontokin bulu kaki di jalan.' 'otak ditaro di manè,' dan 'pakè tuh otak.'

Di sini juga kompetisi 'nir minda' - (maen pukulan) di masa lampau, akan berubah menjadi 'minda baru' - (maen pikiran) di masa depan yang sulit diramalkan. Energi ragawi mesti terintegrasi dengan energi ruhani ( harmonitas fungsional 'maen pukulan' dan 'maen pikiran.').

Dengan cara demikian, padu harmoni kemampuan berfikir kreatif dan kecerdasan budaya, akan melahirkan kearifan baru. Karena kelak, anak-anak didik dan orang-orang mulia (para pendidik) akan memasuki medan baru: 'melayani itu mulia,' dalam wujudnya berupa: awareness, enthusiasm, sympathy, empathy, apresiation, respect, dengan muaranya, love (rahman dan rahim).  

Dengan cara itu, siswa berbasis kemampuan berfikir kreatif dan berkesadaran budaya, akan siap menghadapi tantangan baru Abad ke 21 seperti yang dipantik James Martin, Oxford University, 2017. Paling tidak dalam menghadapi tantangan singularitas, transhumanisma, dan perancangan peradaban baru untuk menempatkan manusia sebagai rahmat atas semesta.

Dengan minda semacam ini akan mengemuka kiat dan siasat (strategi) yang tepat dalam merespon fenomena sungsang kegamangan (volatility), ketidakpastian (uncertainty), keribetan (complexity), dan kemenduaan (ambiguity), antara lain, dengan menghidupkan sikap kolektif 'balikin' kemampuan akal budi manusia. Sekaligus mengartikulasikan hakikat merdeka belajar sebagai ekspresi  kemerdekaan sejati manusia berdaulat, yang memahami kebebasan dan mampu mengelolanya dengan tanggungjawab.

Apa yang nampak dalam presentasi peserta didik menggambarkan, bagaimana Dinas Pendidikan DKI Jakarta konsisten dalam menjamin proses pendidikan berlangsung terus, walaupun menghadapo 'storm und drang' zaman yang dibuat sungsang oleh Covid-19.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta membuktikan, konsistensi pada komitmen pendidikan, bisa dimulai dengan langkah kecil berdampak positif besar. Menawarkan pengalaman dalam membumikan gagasan-gagasan besar, termasuk mengartikulasikan sesanti dubieus menjadi jelas dan nyata.

Setarikan nafas, Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberi isyarat, bagaimana memberi makna peringatan Hari Pendidikan Nasional dengan daya dorong besar: berfikir kreatif dan beradab (berbudaya), sebagai bekal transformasi budaya dari era literasi textual - terestrial ke era digital. Tabek |


Baca artikel terkait : Dinas Pendidikan DKI Jakarta Implementasikan Mulok Betawi

Editor : eCatri | Sumber : tangkapgambar youtube
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 634
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 784
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 751
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya