Seminar

Melacak Jejak Sosok Ratu Adil

| dilihat 3541
 
MAGELANG, AKARPADINEWS.COM | Adakah sosok Ratu Adil di masa lalu dan masihkah ada sosok Ratu Adil pada masa kini dan masa depan? Melacak jejak sosok Ratu Adil adalah sebuah keniscayaan, sejarah membuktikan bila Ratu Adil dan gerakan Ratu Adil ditemukan di berbagai daerah dari zaman nusantara, era kolonialisme hingga saat ini. 
 
Gagasan Ratu Adil yang diangkat oleh Samana Foundation pada perhelatan Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) 2014 ke-tiga dengan tema “Ratu Adil Kuasa & Pemberontakan di Nusantara” pada penghujung tahun 2014 di Magelang. Awal gagasan ini terinspirasi dari disertasi Sartono Katohirdjo (alm) berjuluk Pemberontakan petani Banten 1888 yang menjelaskan peristiwa Geger Cilegon di mana petani-petani melakukan pemberontakan terhadap kolonialisme Belanda dengan dibantu para Kyai. Tetapi gerakan keagamaan ini bukan sebagai politisasi, namun muncul karena kondisi terpuruk karena kuasa kolonialisme yang menindas ditambah pasca bencana meletusnya Krakatau, sehingga munculah gerakan Ratu Adil.
 
Melalui serangkaian seminar dan diskusi dalam BWCF, bisa dipahami bila Ratu Adil adalah sosok yang dibutuhkan masyarakat untuk menuai harapan. Peter Carey menempatkan Pangeran Dipenogoro melakukan gerakan Ratu Adil (milenarisme), pada pemberontakan besar Dipenogoro 1825 terhadap penjajahan Belanda di tanah Jawa. Perjuangan Dipenogoro menyiratkan bila ia justru menjadi Ratu Adil sendiri (Erucakra) yang ditunggu-tunggu rakyat, selain hidupnya penuh dengan jalan kebatinan, jalan lelono untuk memahami pesan-pesan Tuhan, meskipun pada akhirnya Dipenogoro wafat dalam pengasingan dan kesepian.
 
 
Selanjutnya, pada seminar dengan tema “Ratu Adil dan Pergerakan Sosial di Nusantara” dengan contoh kasus di Aceh, Bali dan Papua bisa dianalisa bila Ratu Adil terbentuk karena adanya sebuah harapan untuk lebih baik melalui media agama dan masyarakat yang memiliki kultur agama kuat seperti di Aceh dan Papua. 
Di Aceh menurut Otto Syamsudin terdapat gerakan Jubah Putih dengan pengharapan Imam Mahdi (Mahdiisme) sedangkan di Biak- Papua menurut hasil penelitian Enos. H. Rumansara, terdapat gerakan Koreri dengan harapan tidak ada lagi kesengsaraan melalui kelompok doa Farkankin Sandik.
 
Di Bali menurut budayawan Jean Coeteau, munculnya gerakan-gerakan Ratu Adil (milenaris) tidak terlalu tampak namun terlihat benih-benihnya. Tatanan keagamaan yang tidak stabil maupun identitas yang terpecah-pecah antara desa, kelompok warga, banjar dll menghalangi munculnya gerakan Ratu Adil. 
 
Kini perubahan yang menimpa agama dan kontruksi identiter kian membuka peluang luas pada fenomena milenaris. Agama menjadi Hindu universal sedangkan ataupun identitas, alih-alih terpecah-pecah, kini semakin mengkristal di seputar agama dan etnisitas. Ditambah lagi masyarakat Bali mulai kehilangan kontrol atas ekonominya, terutama tanah dan industri pariwisata. 
 
Selanjutnya pada pembahasan “Pemberontakan di Nusantara” dibahas tentang “Ideologi dan Sejarah Pemberontakan Kiri di Nusantara” oleh Dr.Budiawan yang mengkaji dua teks sejarah resmi yang berbeda antara buku “Komunisme di Indonesia: Perkembangan Gerakan dan Pengkhianatan Komunisme di Indonesia (1913-1948) dan buku “Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI (1920-1945)”pada buku pertama terdapat pembalikan fakta dan manuskrip kedua penyembunyian fakta. Penjelasan Budiawan bukan untuk membandingkan  mana yang lebih objektif, tetapi menjelaskan konsekuensi logis ketika sejarah ditulis dengan berangkat dari sejumlah pra-anggapan, yang tak lepas dari kepentingan politik-ideologis tertentu. 
 
Fenomena Ratu Adil terutama di masa kini juga hadir lewat nabi palsu, Al-Makin menjelaskan “Fenomena kemunculan berbagai Nabi Palsu dan Pergerakan Islam di Nusantara” melalui berbagai penelitiannya hingga 600an aliran nabi palsu di Indonesia. Menurut Al-Makin, Nabi dalam konteks nusantara ini adalah mereka yang merasa mendapatkan wangsit, ilham, bisikan, tuntunan, atau wahyu dari langit untuk disebarkan kepada para pengikutnya untuk memimpin mereka guna merebut kembali dan menyelamatkan tanah, iman, dan harga diri. Begitu subur fenomena kenabian ini muncul, salah satu contoh di masa reformasi adalah sosok Lia Eden di Jakarta dengan ajaran Salamullah dan akhirnya harus keluar masuk tahanan.
 
Pada akhirnya, merunut berbagai penjelasan di atas. Gerakan Ratu Adil dan sosok Ratu Adil tercipta karena sebuah kerinduan karena kondisi ekonomi dan sosial dengan ketidakadilan, kepemimpinan yang kacau dan ketidakpuasan rakyat. Bayangan tentang negeri yang sejahtera menjadi pemicu gerakan Ratu Adil sebagai pemimpin. Lalu apakah konteks Ratu Adil masih masihkah menjadi harapan masyarakat Indonesia saat ini?
 
Ratu Adil sendiri bisa pula  dipahami adalah sosok yang merelakan dirinya dikorbankan untuk cita-cita rakyatnya. Ratu Adil adalah sebuah harapan. Entah pemimpin kita atau justru menemukan Ratu Adil di mulai dari bersikap adil dari diri kita sendiri.   | Ratu Selvi Agnesia
Editor : Web Administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 167
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 338
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 333
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1095
Rumput Tetangga
Selanjutnya