Seni Pertunjukkan Jalanan

Ondel-ondel: Seni Jalanan yang Digerus Zaman

| dilihat 2907
 
JAKARTA, AKARPADINEWS.COM | Di emperan jalanan Cikini, terlihat arakan ondel-ondel berwajah merah dan putih melakukan aksi bergoyang, berputar dan sesekali mendekati penonton yang tertarik aksi mereka. Mereka beraksi diiringi musik rekaman sederhana sebagai bagian dari rombongan anak-anak yang mengarak ondel-ondel untuk mengamen.
 
Saat ini kebanyakan ondel-ondel diarak oleh “Pengamen ondel-ondel” dari anak-anak hingga dewasa yang mengamen keliling dari kampung ke kampung. 
 
Wujud ondel-ondel adalah boneka yang dibuat berbahan dasar bambu. Bagian dalamnya dibuat semacam pagar atau kurungan ayam supaya mudah dipikul orang yang membawanya. Boneka ini digerakan oleh seseorang yang masuk ke dalam. Matanya besar-bulat melotot. Kepalanya dilapisi ijuk atau kertas-kertas warna-warni, sebagai rambut. Jika “manggung” ondel-ondel selalu dibawa sepasang: lelaki-perempuan. Ada ciri khas ondel-ondel lelaki dan perempuan. Lelaki wajahnya berwarna merah tua sedangkan perempuan biasanya berwarna putih. Entah ada atau tidak hubungan antara pewarnaan ini dengan warna bendera Indonesia, merah-putih.
 
Seiring zaman, ondel-ondel saat ini telah mengalami pergeseran makna dan fungsi, dahulu ondel-ondel merupakan salah satu seni pertunjukan yang dikenal dalam masyarakat Betawi, bahkan ketika Jakarta bernama Batavia. Siapa sangka bahwa pada mulanya Ondel-ondel digunakan sebagai boneka menyeramkan yang dijadikan penolak bala.
 
Awalnya tampilan ondel-ondel dibuat menyeramkan dengan taring dan mata yang melotot. Hal ini dilakukan karena dahulu ondel-ondel dijadikan sebagai penolak bala (azimat). Sosoknya yang menyeramkan tersebut dipercaya personifikasi leluhur penjaga kampung yang mampu mengusir roh jahat yang ingin mengganggu suatu kampung. Dalam setiap kegiatan desa yan berhubungan dengan sebuah acara semisal upacara bersih desa atau yang lainnya selalau menampilkan boneka besar Ondel-ondel. 
 
W. Scot, seorang pedagang asal Inggris dalam bukunya menyebutkan  barongan atau ondel-ondel sudah menampakkan geliatnya pada tahun tahun 1605. Selanjutnya,  masyarakat Betawi kala itu menyebut ondel-ondel sebagai barongan yang diambil dari kata ‘barengan’ atau bersama-sama karena pertunjukan tanpa bertutur ini selalu digelar secara beramai-ramai.
 
Saat ini ondel-ondel dibuat untuk menghibur masyarakat pada acara-acara pesta rakyat. Ondel-ondel sekarang biasa dijumpai dengan sebagai sepasang boneka raksasa dengan tinggi sekitar 2,5 meter dan lebar 80 cm. Ondel-ondel lelaki bisa dibedakan dari wajahnya yang berwarna merah, sedangkan ondel-ondel perempuan memiliki wajah yang berwarna putih. Tidak ada lagi caling atau taring yang membuat kesan menyeramkan pada ondel-ondel.
 
Supandi (52), pendiri sekaligus pimpinan sanggar Seni Betawi Utan panjang, dilansir dari situs betawi mengatakan ondel-ondel sekarang tidak seperti dulu lagi. Meskipun masih diarak, namun sifatnya  bukan sebagai penolak bala namun setelah berkembang lebih kearah hiburan semata, selain juga untuk mengais rezeki para pemainnya. Ondel-ondel juga  banyak dimanfaatkan untuk menambah semarak pesta- pesta rakyat atau penyambutan tamu terhormat, misalnya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun atau  mengarak anak khitan, perkawinan, peresmian, pawai, dan sebagainya.
 
Perkembangan ondel-ondel tak lepas dari peran Gubernur pertama Jakarta, Ali Sadikin. Di masa jabatannya pula (1966 – 1977), Ali Sadikin mengangkat Ondel-ondel Betawi menjadi kesenian rakyat yang menghibur. Hal ini pelan-pelan membuat wajah ondel-ondel yang menyeramkan mulai dirias menjadi lebih menarik. Selain itu ondel-ondel semakin tenar di tahun 1971 ketika seniman betawi Benyamin Sueb menyanyikan lagu Ondel-ondel ciptaan Djoko Subagyo.
 
Di antara perkembangan modernisasi di Ibu kota, Ondel-ondel berusaha untuk tetap bertahan hidup. Penghasilan pengamen Ondel-ondel beragam dan tidak terlalu besar, namun dengan keadaan saat ini di mana Ondel-ondel bukan lagi menjadi pengisi acara utama dalam upacara-upacara seperti kawinan, sunatan dan festival-festival kesenian, membuat penghasilan pengamen ondel-ondel cukup mengkhawatirkan dan beralih mengamen antar kampung.  
 
Kondisi ini direspon  oleh Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mulai memberikan intruksi sejak akhir 2014 untuk melarang ondel-ondel sebagai media mengamen, dengan tujuan mengembalikan ondel-ondel sebagai icon Jakarta  dan khusus untuk ditampilkan di pesta rakyat, di banding sebagai mesin pencari uang di jalanan. 
 
Ondel-ondel menjadi seni pertunjukkan jalanan, bedanya arak-arakan ondel-ondel sekarang harus bersaing tidak hanya dengan gempuran kebudayaan asing tetapi juga dengan kendaraan bermotor di tengah hiruk pikuk jalanan Ibu Kota. |Ratu Selvi Agnesia
  
Editor : Nur Baety Rofiq
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 521
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1044
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 263
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 737
Momentum Cinta
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 233
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 404
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 255
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya