Pameran Lukisan

Spirit Aku Diponegoro dalam Lukisan

| dilihat 2924
 
JAKARTA, AKARPADINEWS.COM | Spirit Raden Mas Antawirya atau dikenal sebagai Pangeran Diponegoro dalam memimpin Perang Jawa (1825- 1830) dipertunjukkan melalui lukisan-lukisan dari beberapa maestro pelukis tanah air pada pameran ‘Aku Diponegoro’ di Galeri Nasional, mulai tanggal 6 Februari hingga 8 Maret 2015. 
 
Diponegoro yang berpredikat sebagai pahlawan nasional, ketika zaman kolonial, perang yang dilakukannya disebut Perang Diponegoro adalah perang dan pemberontakan yang sulit dipadamkan Belanda, karena melibatkan gerakan masyarakat. 
 
Pameran ini dikuratori oleh Peter Carey (Sejarawan Oxford Trinity College), Dr Werner Kraus (Direktur Center of Southeast Asia Art), dan Jim Supangkat (Kurator Seni Rupa Kontemporer Indonesia). 
 
Melalui karya-karya masterpiece pelukis klasik Indonesia, sosok Diponegoro direpresentasikan sebagai lambang pergerakan nasionalisme Indonesia. 
 
Pada perjalanannya, karya-karya lukisan tentang Diponegoro coba ditenggelamkan dan dilenyapkan oleh pemerintah kolonial Belanda. Tapi, strategi ini justru membuat Diponegoro makin terkenal. Lukisan-lukisan, poster- poster, patung-patung justru banyak dibuat oleh beberapa seniman Indonesia.
 
 “Kami mendorong masyarakat Indonesia untuk ikut menyumbangkan apapun yang berhubungan dengan ide tentang Diponegoro dan menyertakannya sebagai bagian dalam pameran,” ujar Dr Werner Kraus, salah satu kurator lukisan kepada Akarpadinews.
 
Ia menambahkan, “Melalui Aku Diponegoro, kepemilikan pameran ini akan berada di tangan masyarakat Indonesia. Bukan hanya para kurator, masyarakat Indonesialah yang berhak memutuskan apa yang bisa disebut sebagai 'seni dan pergerakan' di negeri ini.” 
 
Pangeran Diponegoro merupakan putra sulung dari Sultan Hamengkubuwono III. Ia lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo ketimbang di keraton. Di sana adalah tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari HB I Ratu Ageng Tegalrejo. 
 
Diponegoro mulai terbuka berkonfrontasi dengan Belanda ketika ia semakin muak dengan kelakuan Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan sangat mengeksploitasi rakyat dengan pembebanan pajak. 
 
Aku Diponegoro merupakan pameran monografi pertama berisi lukisan dan drawing dari koleksi pribadi dan publik. Salah satu lukisan yang dihadirkan Penangkapan Pangeran Diponegoro, direstorasi—dengan dukungan dermawan dari Yayasan Arsari Djojohadikusumo—setelah pameran tersebut dan menjadi pusat pameran ini. 
 
Salah satu lukisan Pangeran Diponegoro paling terkenal adalah lukisan Raden Saleh yang berjudul Penangkapan Pangeran Diponegoro pada tahun 1857. Raden Saleh dan Pangeran Diponegoro (1785-1855) sama-sama hidup pada Abad ke-19 ketika terjadi pergolakan sosial dan perlawanan masyarakat yang melanda seluruh Eropa dan daerah-daerah koloninya. 
 
“Tema-tema yang sering muncul pada lukisan Raden Saleh adalah pertarungan yang menyerupai perang antara para pemburu dengan binatang-binatang buruan atau perkelahian hidup-mati antara manusia dengan singa. Singkatnya, ini adalah ungkapan simbolik di antara penjajah dan yang dijajah. Inilah yang coba disiratkan pada lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro,” ujar Jim Supangkat kepada Akarpadinews.
 
 
Pameran Aku Diponegoro terbagi menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian mewakili pendekatan yang berbeda terhadap Diponegoro. Beberapa lukisan juga dilengkapi dengan sejumlah potret (semu) Diponegoro, karya seniman Indonesia seperti Soedjono Abdullah, Basuki Abdullah, Harijadi Sumodidjojo dan banyak lainnya. Di samping karya-karya ini, akan hadir pula sebuah dokumentasi foto dan video yang menjelaskan proses restorasi yang sangat teliti. 
 
Restorasi ini dikerjakan oleh GRUPPE Köln (Cologne, Jerman), dipimpin oleh Susanne Erhards. Bagian lainnya berjudul Diponegoro, Raden Saleh dan Sejarah di Mata Seniman Indonesia memberikan kesempatan bagi sejumlah seniman Indonesia kontemporer, seperti Srihadi Soedarsono, Heri Dono, Nasirun, Entang Wiharso, dan banyak lainnya. 
 
“Kami para kurator, berharap dapat memperlihatkan citra Diponegoro sebagai seorang pahlawan sejati Indonesia,” tutup Werner Kraus.
 
Pameran Aku Diponegoro rasanya bukan hanya arena memperkenalkan kembali semangat juang Diponegoro. Melainkan, lebih kepada melihat sosok Sang Pangeran sebagai seorang jenius. Seseorang dengan keprihatinan tentang martabat sosial, identitas budaya, dan kebebasan politik. |Adhimas Faisal
 
Editor : Nur Baety Rofiq
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1095
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 782
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya