Goyang Elpiji

| dilihat 1717

Ehem. Awal tahun yang riuh. Pertamina menaikkan harga gas elpiji 12 Kg, atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang hasil auditnya menemukan kerugian lumayan signifikan, rata-rata Rp6 triliun per tahun. Kerugian itu dipandang dapat memicu kerugian negara.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang, antara lain, dihadiri Menteri BUMN Dahlan Iskan, pun mengambil keputusan aksi korporasi: naikkan harga. Maka naiklah harga gas elpiji 12 Kg itu dari Rp70 ribu sampai 60 persen. Alasannya simpel: bila harga elpiji tak dinaikkan, secara korporasi tak sehat. Kerugian bakal terus membengkak.

Maka naiklah harga gas elpiji 12 Kg yang diperuntukan kepada kalangan menengah atas itu, per 1 Januari 2013. Kalangan ini adalah kalangan yang paling reaktif dan pandai meramaikan persoalan lewat jemari mereka di beragam media sosial.

Seluruh peserta RUPS mungkin anya berfikir angka-angka. Tak akan pernah menyangka, angka-angka itu akan berubah menjadi kata-kata. Maka riuh gaduhlah awal tahun yang disambut dengan harapan itu.

Sejumlah petinggi negeri, khasnya Menteri Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri ESDM Jero Wacik pun ikut menyumbang kata-kata. Menteri Hatta mengatakan, dia sudah minta Pertaminan menunda keputusan itu. Menteri Jero mengatakan, dia tak tahu menahu kenaikan itu. Padahal, kata Ali Mundakir, VP Corporate Communication Pertamina, salah satu rujukan adalah Permen ESDM No. 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas pasal 25. Ali juga mengatakan, tak mungkin Menteri ESDM tak tahu, karena Menteri-Menteri terkait diberitahu.

Dahlan Iskan, Menteri BUMN pun ambil peluang hendak meredam. Katanya, “Saya yang salah. Kurang koordinasi.” Duh !

Pertamina sepertinya tak bosan digoyang gas elpiji. Ketika berlangsung konvergensi dari mitan (minyak tanah) ke tabung elpiji, keriuhan pun terjadi. Terutama, lantaran gas elpiji tabung 3 kg yang mirip melon berwarna hijau kekuning-kuningan itu suka meledak di mana-mana.

Keriuhan itu bisa diredam, ketika Pertamina sigap mengatasi persoalan, termasuk menyediakan asuransi untuk pembeli perdana gas elpiji melon itu. Kali ini, goyangan akan bermakna lain. Terutama karena para politisi dan sejumlah kalangan yang hobih bergaduh politik, menyeret persoalan ke ranah politik. Tentu, sambil cari angin dalam konteks kompetisi menjelang Pemilu 2014.

Di ranah politik persoalan bisa menjadi berkembang ke mana-mana dan liar. Di media sosial, ada yang menduga, kenaikan itu disengaja untuk mengganggu ketenangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pemerintahannya yang akan segera berakhir.  Sejumlah kalangan yang memang selalu mencari celah menghantam Presiden SBY di penghujung masa bhaktinya tak ambil nafas sedikitpun. Kontan menyerang dengan cara yang sarkastis.

“Pemerintahan apa ini?” tulis beberapa pihak di media sosial.

Maka, Presiden SBY pun turun tangan. Begitu kembali ke Jakarta dari kunjungannya ke Jawa Timur, Minggu (5/1), ia kontan menggelar Rapat Kabinet Terbatas, khusus membahas kenaikan harga elpiji 12 Kg itu.

Maka muncullah pertanyaan baru: menteri-menteri pembantunya ngapain aja? Tidakkah ada mekanisme policy desain. Misalnya, ketika Gas Elpiji 12 Kg itu dipandang sebagai komoditas terkait kemaslahatan rakyat, mustinya ada formula tata niaganya, alias aturan perdagangannya.

Gas Elpiji, kapan saja bisa menggoyang Pertamina. Apalagi, ketika disadari senyatanya, percepatan pembangunan infarstruktur baru sarana terminal dan Depot LPG darat untuk mendukung kehandalan suplai LPG, belum sepenuhnya teratasi.

Lantas, disparitas harga LPG 3 kg dengan LPG 12 kg akan terus menjadi pemicu terjadinya pengoplosan dan juga berdampak terhadap keselamatan dan kerusakan aksesoris tabung (valve). Tak hanya itu, tentu. Disparitas harga itu untuk suatu produk yang sama – berbeda dengan Premium dan Pertamax – sangat riskan menimbulkan persoalan berulang.

Hal lain? Kapasitas produksi pabrikan melebihi kebutuhan paket perdana dan tabung LPG 3 kg rolling Pertamina, juga akan memicu kerawanan peredaran ilegal.  Belum lagi, ada soal lain, yang di-reiumburse oleh Pertamina kepada pemerintah dalam konteks subsidi tabung 3 Kg, makan waktu pembayarannya. Ini, yang secara korporasi juga bikin judeg.

Direksi Pertamina tentu tak akan banyak berkutik. Siapapun yang ditempatkan di situ akan terus judeg menghadapi persoalan berulang. Maklum, komisarisnya sebagian besar adalah representasi pemerintah dan kementerian yang juga punya interest Kementerian masing – masing.

Jadi? Kita minta saja Soimah membuat koreografi baru bertajuk, “Goyang Elpiji..” | 

Editor : Web Administrator
 
Ekonomi & Bisnis
03 Apr 24, 04:18 WIB | Dilihat : 200
Pertamina Siap Layani Masyarakat Hadapi Lebaran 2024
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 375
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 221
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 712
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 869
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 820
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya