Inspirasi dan Aspirasi di Antara Awug dan Kopi Senja

| dilihat 1404

Bang Sém

"Jangan bermain-main dengan istilah, bila kau tak paham dan mendalami betul esensi dari istilah yang ingin kau pergunakan."

Pernyataan ini saya terima dari ibu yang sekaligus guru saya, yang sangat peduli kepada anak-anaknya terkait dengan logika.

Ibu juga selalu mengatakan, "Sepanjang logikamu benar dan selalu kamu sandingkan dengan pertimbangan nurani dan rasa yang tidak terkontaminasi oleh segala kepentingan sesaat, insyaAllah kamu dapat memilih, memilah dan menggunakan istilah dengan pas, dan dipahami semua orang."

Pernyataan ini, seketika muncul dari memori benak saya, ketika cucu bertanya tentang inspirasi dan aspirasi, ketika menikmati petang dengan kudapan kopi dan teh hangat, dengan awug (kudapan tradisional dari tepung beras dan gula nira yang dimasak dengan dikukus).

"Awug ini menjadi inspirasi yang memantik ilusi, fantasi, dan imajinasi untuk berbagai hasrat. Menulis puisi, cerita pendek, membuat resep masakan," cerita saya. "Bisa juga mendorong aspirasi untuk memasak awug sendiri," lanjut saya.

Cucu saya nampak serius. "Ada amsal lain, jid?" tanya dia.

Saya memberikan amsal lain, berhubungan dengan udara segar petang, itu.

"Udara segar selepas gerimis, memberi inspirasi untuk bernafas. Memasukkan udara segar ke dalam paru-paru, kemudian menghembuskan udara dari dalam paru-paru," lanjut saya. "Sekaligus memberi aspirasi meniupkan udara itu ke lidah api di sumbu lilin, sehingga apinya padam. Atau meniup jelaga yang menempel di punggung lengan."

Cucu saya menarik nafas. Lantas bertanya, "Inspirasi dan aspirasi merupakan dua kata yang berbeda maknanya, meski terdengar mirip bunyinya?"

"Ya.. tetapi keduanya, sebagai istilah bisa saling berhubungan. Inspirasi bisa menggerakkan aspirasi," jawab saya.

Kami saling pandang. "Dapatkah dipahami, bahwa inspirasi mengacu pada dorongan untuk merasakan atau melakukan sesuatu?," tanya cucu lagi.

Saya mengangguk. Dia bicara lagi. "Dapatkah dikatakan, bahwa aspirasi mengandung ambisi dan harapan, terkait langsung dengan aksi?" tanyanya.

Lagi saya mengangguk. Dia makin serius, ketika saya mengatakan, setiap orang yang mempunyai hasrat, ambisi dan harapan mencapai sesuatu yang lebih baik, pasti akan terhubung dengan aspirasi.

Pada tataran tertentu, ketika aspirasi tidak dipedulikan, orang akan mengekspresikannya dengan beragam cara. Unjuk rasa, misalnya, bagian dari ekspresi aksi untuk menunjukkan dan menyampaikan aspirasi.

"Ketika kalian menyatakan ingin mempunyai jidah baru, pengganti jidah yang sudah wafat, keinginan kalian itu aspirasi. Sekaligus menjadi inspirasi bagi njid untuk mendapatkan jidah yang baru," kata saya. Cucu saya tersenyum.

"Kala aspirasi kalian dan inspirasi njid bertemu, akan hadir deskripsi tentang kriteria jidah yang baru," sambung saya, sambil menegaskan, yang baru saja saya sampaikan adalah gambaran keterkaitan antara inspirasi dan aspirasi, atau aspirasi dan inspirasi.

Cucu yang lain, yang sejak kami berbincang 'mencuri dengar' bergabung dan duduk di kursi lain dalam perbincangan sesuai standar protokol kesehatan ini.

"Apa saja sumber inspirasi, jid?" tanya cucu yang baru gabung sambil mengambil awug dan memindahkannya ke tékor daun pisang yang sudah tersedia.

Saya pandang dia, sambil menjelaskan, banyak hal yang menjadi inspirasi manusia, mulai dari figur manusia dengan perilaku baik, film, buku, lagu, gambar, fenomena alam dan lingkungan, sampai kitab suci.

"Kesemua inspirasi itu memotivasi dan membentuk aspirasi setiap kita untuk merespon fenomena kehidupan yang kita alami," lanjut saya.

Pada kedua cucu, itu saya ungkapkan, inspirasi dapat juga dipahami sebagai pemantik, penggugah motivasi atau pencetus asa dan gagasan. Inspirasi masuk ke dalam diri manusia dan mempengaruhinya memproduksi aspirasi.

"Kisah-kisah keteladanan, kepemimpinan, perjuangan, dan ikhtiar para nabi dan rasul Allah yang berada di dalam kitab suci, sampai figur-figur teladan yang paling dekat dengan empirisma manusia, menginspirasi banyak kalangan untuk merumuskan obsesi, ambisi, dan cita-cita mereka. Sekaligus memicu aspirasinya," lanjut saya.

Saya melanjutkan, "Tak jarang, orang tua, guru, dan teman menginspirasi kita untuk bercita-cita mewujudkan sesuatu yang kita pandang dan yakini, baik dan penting."  

"Ketika inspirasi menggerakkan aspirasi, apa yang akan dihasilkan?" tanya cucu saya yang sejak awal bertanya soal dua istilah ini.

"Imaji.. Ya.. imaji. Citra futuris yang berada dalam kerangka idealistika. Inilah yang akan dicapai oleh individu," kata saya.

"Ketika citra itu diubah menjadi rencana dan program aksi, apakah masih bisa disebut sebagai inspirasi," tanya cucu saya yang kedua, yang baru kelas X, tapi kreatif berkarya dalam beragam bentuk, termasuk kritik kepada orang tua dan njid-nya.

"Itulah aspirasi," jawab saya.

"Maksudnya, inspirasi yang sudah berubah menjadi rencana aksi, seluruh aktivitas mewujudkannya adalah aspirasi? Pendek kata, aspirasi merupakan dorongan yang kuat untuk mencapai sesuatu?"

"Begitulah," jawab saya.

"Kalau agama cukup menjadi inspirasi dan bukan aspirasi, apa maksudnya Jid?" tanya dia lagi.

"Siapa yang menyatakan itu" tanya saya.

"Menteri Agama yang baru," jawab cucu saya.

"Kamu tanya sama dia dengan berbagai saluran yang bisa kamu pakai. Lakukan konfirmasi." jelas saya. "Konfirmasi itu hanya harus dilakukan kepada orang yang bersangkutan, bukan kepada orang lain..," tambah saya.

Kedua cucu saya tersenyum. Saya mengambil tekor dari tumpukannya, lalu mengambil awug dan meletakkan ke dalamnya. Terasa nikmat. Apalagi, sambil nyeruput kopi hangat. |

Editor : Web Administrator
 
Energi & Tambang
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 422
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 994
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 230
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 706
Momentum Cinta
Selanjutnya