Jigang

| dilihat 1699

MALAM larut. Majelis ta’lim baru saja usai. Sebagian jama’ah masih duduk. Kami, biasa melanjutkan perbincangan tentang banyak hal. Terutama soal-soal muamalah. Ini bagian dari tradisi ‘ngaji ngejo’ di pondok yang terletak tak jauh dari pantai Karanghawu, Jawa Barat. Maksudnya: bila malam mengaji, sepanjang siang mempraktikannya dalam bentuk berbagai aksi muamalah: sosial dan ekonomi.

Di Kudus – Jawa Tengah, tradisi ini disebut ‘jigang.’ Mengaji di malam hari dan berdagang di siang hari. Tradisi ini pada dimensi Islam disebut tijarah, perniagaan. Basisnya adalah entrepreneurship. Para wali di Jawa dan kaum padri di Sumatera mempraktikannya sejak berabad silam.

Dalam bentuknya yang modern, diwujudkan melalui oleh Syarikat Dagang Islam (SDI) di Laweyan, Solo, di bawah panduan KH Samanhudi, 1905. Lalu berkembang dan dikembangkan oleh KH Ahmad Dahlan di kauman – Yogyakarta saat mengawali Persyarikatan Muhammadiyah, KH Hasyim Asy’ari di Surabaya (dan kemudian Jombang) ketika mendirikan Nahdlatut Tujjar (yang kelak menjadi cikal bakal Nahdlatul Ulama), dan KH Achmad Soorkati melalui Al Irsyad al Islamiyah di Pekalongan.

Tujjar, entrepreneurship, perniagaan adalah manifestasi kongkret dari muamalah. Pun demikian halnya dengan as siyasah alias politik. Dalam keseluruhan konteks kehidupan insaniah, semua itu merupakan bagian dari zikir. Akivitas kehidupan nyata untuk mengingat Allah SWT terus menerus untuk mengharmonisasi urusan dunia dan akhirat dalam satu tarikan nafas. Karenanya, zikir tak terpisahkan dengan aktivitas kehidupan kongkret manusia sehari-hari.

Syaikh Muhammad al Ghazali dalam Mi’atu Sua’l ‘an al Islam, melihat zikir bukan sesuatu yang terpisah dari kehidupan nyata. Zikir tidak mengharuskan seseorang meninggalkan ikatannya dari berbagai tanggung jawab sosial, ekonomi, dan politik. Termasuk tanggung jawab negara, sosial, dan keluarga.

Ini maknanya, mereka yang berzikir adalah mereka yang tak pernah berhenti berkarya kebajikan, di dalamnya terdapat hakekat tentang kerja. Baik di sektor pertanian, industri, keuangan, perdagangan, dan lainnya. Tujjar, entrepreneurship, atau perniagaan, yang dilakukan secara benar berbasis kaidah-kaidah dan norma, serta metodologinya yang disebut ilmu, niscaya akan membawa keberkahan.

Dalam konteks inilah, ‘ngaji ngejo’ atau ‘jigang’ juga dipahami sebagai bagian dari kepedulian insaniah, bahwa semestinya setiap insan berorientasi tidak hanya sebagai pekerja (kecuali profesional), melainkan pemberi kerja. Menjadi pemberi kerja adalah komitmen insaniah yang asasi.

Saya tersedak beberapa saat dan menyadari: sekaranglah saatnya menjadi pemberi kerja dan bukan lagi pekerja. Allah SWT memberi modal yang begitu luar biasa: zikir dan fikir. |

 

Editor : Web Administrator
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 426
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 997
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 233
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 709
Momentum Cinta
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 500
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1582
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1372
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya