Stratak Catty

| dilihat 1120

Bang Sem

Atok Sengon, Tete Misai, dan Ete Dapolo bergegas turun dari bukit Pinus. Seseorang yang tak dikenalnya juga bergegas turun, mendahului mereka.

Ete memperhatikan lelaki yang turun dengan menggendong kucing hitam, itu.

Ete menjawil lengan Atok Sengon. "Coba perhatikan orang itu..," ujarnya.

"Apa yang menarik?" balas Atok Sengon.

"Coba tengok bahunya.." lanjut Ete.

Atok dan Tete melihat ke arah bahu lelaki itu. Tampak kepala kucing hitam yang tertidur nyaman.

"Lelaki itu membuat kita rindu dengan Tuo Baretta," ujarnya.

Tuo Baretta salah seorang sahabat mereka. Mantan aktivis. Juga mantan anggota parlemen yang patriotik. Dia dipanggil Tuo Baretta, karena ketika memimpin pergerakan mahasiswa senang memakai baret.

Atok Sengon tertawa. "Ya.. Ya.. gimana kabar Tuo Baretta?" ujarnya.

"Mungkin sedang jalan sehat dengan Catty," jawab Ete.

"Siapa? Catty.. Wah rupanya sudah berani dia mendua," sela Tete Misai.

"Saya sedang membayangkan Tete Baretta sedang tidur sambil memeluk, dan mengelus-elus Catty," lanjut Atok Sengon.

"Bunuh pe pikiran kusam," sergah Tete lagi.

Atok dan Ete sama tertawa, mendengar Tete meminta Atok Sengon menghilangkan pikiran buruk tentang Tuo Baretta yang dia sangka punya istri baru, Catty.

"Nga pe uji dolo kebenaran informasinya. Tidak mungkin Tuo Baretta beristri lagi," lanjut Tete Misai.

Atok Sengon dan Ete Dapolo kembali tertawa.

Ete menjelaskan. "Catty itu nama kucing kesayangan Tuo Baretta. Dia sering tidur bersama kucingnya, itu.."

"Ebeh nga pe kalakuan..," ucap Tete Spontan. Ujaran spontan: ah.. kelakuanmu itu..

Tete bertanya kabar Tuo Baretta. Sudah lama mereka tak sua.

"Tuo Baretta sedang berguru pada Catty," ujar Aki Sengon.

"Berguru apa?" tanggap Tete Misai.

"Siasat," balas Atok Sengon.

Tete dan Ete berkerut kening. Belajar siasat dengan kucing?

Tete dan Ete seketika teringat, Tuo Baretta termasuk sosok yang kerap memberikan solusi taktik dan strategi acap mereka berdiskusi tentang pergerakan di masa menjadi aktivis kampus dulu.

"Ketika menjadi anggota parlemen juga begitu. Tuo Baretta sangat menguasai strategi dan taktik, termasuk bagaimana taktik mematikan strategi," jelas Tete.

"Wah.. kita perlu usulkan Tuo Baretta menjadi penasihat adik kita yang sedang berkontestasi menjadi Ketua Umum Partai Beringin yang sebentar lagi akan melaksanakan Musyawarah Nasional," ujar Tete.

"Cocok itu," balas Ete.

"Apa hal? Tuo Baretta kan beda basis ideologinya dengan Partai Beringin? Habitat dia, Partai Mentari," ujar Tok Sengon.

"Tapi, ilmu stratak (strategi dan taktik) Tuo Baretta bisa dipakai dalam Munas Partai Beringin," balas Tete.

 “Maksud nga supaya adik kita mengungguli kandidat lain?" sambar Ete.

"Ya.. Tak ada orang lain yang pantas, kecuali Tuo Baretta," tukas Tete Misai, serius. "Strategi kucing bersiasat atas anjing dan tikus, bisa dipakai. Tuo Baretta tentu sudah sangat mafhum, bagaimana Catty bersiasat," sambungnya.

 Tok Sengon dan Ete Dapolo menatap Tete Misai serius. Keduanya menyimak omongan Tete.

“Lihatlah bagaimana kucing bersiasat atas anjing. Ada situasi kucing bergeming di posisinya, meski anjing menyalak terus menerus. Lalu menatap mata anjing, kemudian melengos dan pergi,” ungkap Tete Misai. “Tapi, adakalanya kucing tak perlu membuang waktu untuk peduli pada anjing,” sambung Tete lagi. "Mencermati gerak gerik anjing dengan kewaspadaan dan kecurigaan." 

Tok Sengon mengangguk. Ete membayangkan bagaimana kucing menyikapi tikus yang hanya menggunakan satu taktik saja: memburu hingga ke lubang atau menunggu tikus keluar dari lubangnya.

 “Coba perhatikan kucing hitam semacam Catty, yang nga sebut itu,” seru Tete. “Perhatikan seluruh gerak geriknya."

"Juga, ketika kucing mensiasati tikus?" tanya Ete.

"Bukan hanya ketika menghadapi tikus, ketika mencari posisi ikan juga begitu..," jelas Tete.

"Coba jelaskan lebih lengkap, bagaimana?" sela Tok Sengon.

"Ya.. perhatikan bagaimana kucing bersikap ketika hidungnya mengendus bau tikus. Dia segera waspada dan mengintai di mana posisi tikus. Ketika hidungnya mengendus ikan, kucing segera bergegas ke arah ikan berada. Dan ketika tak ada yang harus diwaspadai, kucing dengan rileks bergerak ke manapun dia suka. Termasuk bergoler malas-malasan,” jelas Tete.

Tok Sengon dan Ete Dapolo serius mendengar penjekasan Tete Misai. Tak terasa, mereka sudah tiba di sela dua pohon sengon, penanda masuk hutan tutupan itu.

Ketiganya menarik nafas lega.

“Dari kucing semacam Catty, itu kita bisa belajar tentang kecermatan, sehingga kita mengerti situasi dan harus pasang siasat bagaimana," ujarnya. "Pada saat mana kita harus diam menyimak, saat mana kita harus bergegas memburu, pada saat mana kita menggunakan kepekaan indrawi untuk memperoleh ikan yang lebih baik,” sambung Tete.

Ketiganya sampai di kedai, tempat mereka biasa santap ubi bete goreng dan kopi. Ketiganya duduk. Kali ini yang melayani, Eha, puteri pemilik kedai yang sedang menggoreng ubi bete.

Ketiganya duduk. Tok Sengon memperhatikan bagaimana Eha menggoreng. Nampak serius. Tete mencolek Ete, lalu berbisik.

"Coba tengok Tok Sengon.. baru saja kita bicara stratak kucing, dia sudah praktekkan.. mengamati dengan serius dan fokus..," ujar Tete. Ete Dapolo tersenyum. |


BACA JUGA : Bedegong

 

Editor : Web Administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 217
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 430
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 429
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 399
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 712
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 869
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 820
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya