Bank Indonesia Siapkan Rp125 Triliun

Jelang Lebaran Perekonomian Terus Melambat

| dilihat 1939

JAKARTA, AKARPADINEWS.COM | BANK Indonesia (BI) menyiapkan Rp 121,4 triliun uang pecahan besar dan Rp 3,75 triliun uang pecahan kecil untuk kepentingan lebaran. Bagi masyarakat Indonesia, lebaran bukan hanya momentum spiritual keagamaan, melainkan ajang sosio budaya. Lebaran merupakan momentum untuk menguatkan buhul silaturahim. Dalam konteks itu juga, terjadi mobilitas sosial yang sangat besar, arus kota – desa dan sebaliknya.

Kebijakan BI tersebut akan dapat menolong situasi perekonomian yang terus melambat dan mengalami kelesuan menjelang tiba hari Lebaran. Pantauan akarpadinews.com di pasar grosir Tanah Abang, Mangga Dua, Pasar Pagi, PGS (Pasar Grosir Surakarta), Pasar Atom Surabaya, dan berbagai mal di Jakarta, Bandung, dan Surabaya menunjukkan terjadinya kelesuan. Sejumlah pedagang mengakui, kali ini arus belanja masyarakat di pasar-pasar tersebut tak sebergairah lebaran tahun lalu.

Situasi sosial juga masih menunjukkan keadaan yang belum menyenangkan. Aksi manusia gerobak di Tangerang Selatan, peningkatan populasi arus masuk pengemis di beberapa lokasi strategis Jakarta, menggambarkan potret ketimpangan ekonomi. BI mencermati situasi dan berusaha menjaga terjadinya arus rupiah di tengah masyarakat.

Dana yang disiapkan BI itu sepenuhnya untuk keperluan transaksi dan tidak termasuk belanja pemerintah untuk mempersiapkan berlangsungnya lebaran, berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur, perbaikan sarana transportasi dan akomodasi. Kucuran dana ke masyarakat sebegitu besar bisa dimaklumi, sekurang-kurangnya karena beberapa hal yang melatarinya. Antara lain  depresiasi rupiah atas US Dollar yang masih lemah dan tekanan inflasi.

Sejak Mei 2015, secara rata-rata rupiah melemah sebesar 1,5% (mtm) ke level Rp13.141 per dolar AS. Penguatan dolar AS ditopang kebijakan Quantitative Easing ECB dan dinamika negosiasi fiskal Yunani. Analis BI menyebut, tekanan terhadap rupiah juga disebabkan kekuatiran terhadap melambatnya ekonomi domestik, yang memang terjadi. BI terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

PEREKONOMIAN NASIONAL TERUS MELAMBAT | foto semhaesy

Sejak Mei 2015 juga, terjadi tekanan inflasi yang didorong oleh gejolak harga bahan makanan.  Gejolak peningkatan harga yang mendorong inflasi pada Mei 2015, itu tercatat sebesar 0,50% (mtm) atau 7,15% (yoy). Lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,36% (mtm) atau 6,79% (yoy). Penyebabnya adalah peningkatan inflasi bahan makanan bergejolak (volatile food).

Pangkal persoalan terjadinya inflasi volatile food adalah berkurangnya pasokan, yang disebabkan banyak hal. Mulai dari gangguan cuaca, ketidak-mampuan pemerintah mengendalikan harga (administered prices), kenaikan tarif listrik, tarif angkutan di hampir seluruh moda, dan lainnya. Untuk itu, BI memperkuat koordinasi kebijakan pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah, melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi.

Terlepas dari konteks lebaran, pada keseluruhan upaya menjaga dan memelihara stabilitas perekonomian nasional, BI pada Rapat Dewan Gubernur (18 Juni 2015) memutuskan, mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya BI menjaga agar inflasi berada pada sasaran inflasi 4±1% di 2015 dan 2016, serta mengarahkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dalam kisaran 2,5-3% terhadap PDB dalam jangka menengah.

Bauran kebijakan BI tetap fokus pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi, serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui penerbitan ketentuan terkait dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial. BI terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan defisit transaksi berjalan, serta dalam mempercepat stimulus fiskal guna mendorong pertumbuhan ekonomi.

PENGEMIS, manusia gerobak dan fakir miskin mulai mewarnai Jakarta | foto : sem haesy

Pertumbuhan ekonomi global cenderung bias ke bawah dari perkiran semula disertai dengan masih tingginya risiko di pasar keuangan global. Potensi bias ke bawah tersebut terutama didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya, seiring dengan revisi ke bawah realisasi PDB AS pada triwulan I 2015.

Tekanan terhadap perekonomian AS dipengaruhi oleh penguatan dolar AS yang berdampak pada menurunnya kinerja sektor eksternal serta melemahnya investasi, khususnya di bidang energi. Hal ini mendorong terus berlanjutnya ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS baik dari sisi waktu maupun besarannya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2015 diprakirakan masih terbatas dan akan membaik pada triwulan-triwulan mendatang. Dari sisi eksternal, ekspor diperkirakan masih tertekan sejalan dengan perekonomian global dan harga komoditas yang masih rendah. Investasi diperkirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan masih lemahnya impor barang modal dan perkembangan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan.

Konsumsi diperkirakan membaik, terindikasi dari indeks keyakinan konsumen yang meningkat pada Mei 2015. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester II 2015 akan membaik.

Hal yang menggembirakan adalah stabilitas sistem keuangan tetap solid, ditopang ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Pada April 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, sebesar 20,5%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,5% (gross).

Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 10,4% (yoy), menurun dari bulan sebelumnya sebesar 11,3%. Sementara itu, pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga) pada April 2015 tercatat sebesar 14,2% (yoy), menurun dari bulan sebelumnya sebesar 16,0% (yoy). Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan upaya BI untuk melonggarkan kebijakan makroprudensial, pertumbuhan kredit diperkirakan akan meningkat.  | JMFadhillah

Editor : Web Administrator | Sumber : Bank Indonesia dan berbagai sumber
 
Humaniora
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 98
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 515
Momentum Cinta
12 Mar 24, 01:26 WIB | Dilihat : 524
Shaum Ramadan Kita
09 Mar 24, 04:38 WIB | Dilihat : 444
Pilot dan Co Pilot Tertidur dalam Penerbangan
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 273
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 137
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya