Menanti Rupiah Taklukan Dolar

| dilihat 2054

AKARPADINEWS.COM| Nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat (AS) makin digjaya di hadapan rupiah. Data kurs di JISDOR Bank Indonesia (BI) pada Kamis (5/3) menunjukan, rupiah melemah di level Rp13.022 per dolar AS. Membaiknya kondisi perekonomian Paman Sam dianggap salah satu faktor yang menguatkan dolar terhadap mata uang negara lain.

Dari laporan The Automatic Data Processing (ADP), Rabu (4/3), lapangan pekerjaan sektor swasta di AS meningkat 212.000 pada Februari 2015. Angka itu memang masih di bawah konsensus pasar untuk kenaikan 220.000 pekerjaan. Namun, dinamika ekonomi AS yang makin sehat, dipastikan menumbuhkan lapangan pekerjaan.

Melemahnya rupiah nyatanya tak membuat pemerintah gundah. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro sampai-sampai melontarkan pernyataan bernada sinis saat menjawab pernyataan wartawan seputar melemahnya rupiah. Dia enggan menjawab lantaran pertanyaan para juru warta dianggapnya "basi".

Pemerintah tak gundah lantaran kondisi fiskal sangat baik. Liarnya pergerakan dolar AS diyakini tidak akan menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keuangan negara dianggap stabil setelah pemerintah memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM). Di APBN Perubahan tahun 2015, subsidi BBM tercatat Rp81 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai Rp276 triliun.

Namun, langkah instan pemerintah dengan menaikan harga BBM berdampak pada perekonomian, khususnya kalangan bawah. Pasar bergerak fluktuatif. Ulah spekulan yang memainkan harga komoditas utama sebagai imbas kenaikan harga BBM, membuat masyarakat makin menjerit.

Rezim subsidi BBM telah berubah menjadi rezim pasar. Makanya, kala masyarakat kerepotan menyikapi liarnya harga beras, pemerintah diam-diam menaikan harga BBM jenis premium. Harga premium yang semula Rp6.600 menjadi Rp6.800. Pemerintah tak ingin terang-terangan mengumumkan kenaikan harga BBM lantaran khawatir memancing pergerakan harga komoditas lain di pasar.

Memang, kondisi fiskal saat ini masih stabil. Gubernur BI, Agus Martowardojo menyatakan, cadangan devisa pada Februari 2015 berada di kisaran 114 miliar dolar AS. Cadangan devisa bisa digunakan untuk melakukan intervensi untuk beberapa bulan.

Karenanya, Agus meminta pelaku pasar dan masyarakat untuk tidak khawatir terhadap naiknya nilai dolar AS.  Pada Januari 2015, cadangan devisa meningkat menjadi 114,2 miliar dolar AS, setara 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Meski mengklaim kenaikan nilai tukar dolar AS karena dipengarui faktor eksternal, pemerintah tentu harus memiliki strategi menghadapi liarnya pergerakan dolar AS. Melemahnya rupiah turut memicu inflasi di pasar domestik. Pastinya, perekonomian domestik yang ditopang dari transaksi ekspor dan impor, terkena dampaknya. Rakyat dipastikan kena getah tatkala harus membeli produk impor yang harganya melonjak.

Mungkin, untuk barang-barang impor seperti elektronik, masyarakat untuk sementara menunda membelinya. Namun, bagaimana dengan komoditas utama dari impor yang dibutuhkan masyarakat seperti beras, jagung, kedelai, gandum, tepung terigu, gula, daging, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, dan sebagainya?

Menguatnya dolar juga akan menstimulan kenaikan harga minyak dunia. Jika demikian, maka sudah pastik tarif listrik bakal naik. Pemerintah sendiri sudah merencanakan tarif listrik untuk rumah tangga naik pada akhir April 2015 nanti.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, di, Jakarta, Kamis (5/3) mengatakan, komponen yang menentukan tarif listrik ada tiga, yakni kurs rupiah terhadap dolar, ICP, dan inflasi. Dengan kata lain, melemahnya rupiah terhadap dolar, akan memicu naiknya tarif listrik.

Tarif listrik juga mengacu pada ICP. Pada Februari 2015, ICP mencapai US$54,32 per barel atau naik US$9,02 per barel dari US$45,30 per barel di Januari 2015. Naiknya ICP itu mengikuti tren harga minyak mentah dunia. Kenaikan tarif listrik itu tentu menambah beban rakyat. Belum lama ini saja, pemerintah telah menaikan harga elpiji sebesar Rp5 ribu untuk tabung 12 kilogram menjadi Rp134.000 per tabung.

Sektor industri domestik juga dipastikan akan terpukul akibat melonjaknya harga bahan baku industri, bahan bakar, suku cadang, dan sebagainya, yang berasal dari impor. Pengusaha bisa saja menunda semenara pembelian. Namun, keputusan itu dapat mengancam operasional industri sehingga berdampak pada nasib tenaga kerja. Industri rumah tangga juga terancam gulung tikar lantaran masih mengandalkan bahan baku impor. Industri makanan dan minuman misalnya, masing tergantung dengan bahan impor hingga mencapai 30 persen. Terancamnya industri domestik harus menjadi perhatian pemerintah.

Pemerintah bersama BI harus mencari cara agar nilai rupiah bertahan menghadapi gempuran dolar AS sehingga tidak memicu gejolak perekonomian yang lebih luas. Bila perlu melakukan intervensi pasar guna melindungi pasar domestik. Pemerintah juga harus memaksimalkan upaya menutup celah terjadinya inefisiensi perekonomian domestik.

Selain itu, pemerintah perlu mendorong industri agar dapat memaksimalkan ekspor guna memanfaatkan momentum naiknya nilai tukar dolar. Untuk mendapatkan respon pasar, maka kualitas dan daya saing produk ekspor harus digenjot sehingga meningkatkan nilai tambah bagi pemasukan negara. Pemerintah juga harus memperluas dan lebih ekspansif memasarkan produk dalam negeri ke pasar luar negeri.

Anjloknya nilai tukar rupiah juga mengindikasikan turunnya kepercayaan masyarakat dalam menggunakan rupiah dalam setiap transaksi di pasar domestik. Harus dilakukan cara agar masyarakat lebih menggunakan rupiah saat bertransaksi di pasar domestik.  

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1156
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 712
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 869
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 820
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya