Jawa Timur Paling Siap

Peluang Investasi Jepang ke Daerah Masih Terbuka

| dilihat 1845

STRATEGI pemasaran pemerintah provinsi untuk menarik investornya dari Jepang, khususnya di wilayah Kansei yang berpusat di Osaka Perfecture, perlu terus disempurnakan.

Informasi yang diperoleh dari lingkungan kamar dagang dan industri Jepang (Japan Chamber of Commerce and Industry -JCCI).

JCCI tak hanya merupakan organisasi para pengusaha, melainkan juga suatu jaringan organisasi ekonomi komprehensif yang merupakan perwakilan dari 1.26 juta pengusaha nasional, meliputi pengusaha besar, menengah, kecil dan perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan tunggal.

Dalam mempromosikan dan memasarkan peluang investasi di daerahnya masing-masing, Pemerintah Provinsi juga perlu memahami benar watak dan profil JCCI sebagai cerminan pengusaha Jepang.

Terutama, karena JCCI bertujuan membantu seluruh anggotanya (termasuk karyawan dan aspirasi pemilik perusahaan), sekaligus mendorong inovasi berani, termasuk dalam mengembangkan ide-ide dan gagasan yang mampu meningkatkan bisnis mereka. Termasuk manfaat perusahaan bagi masyarakatnya.

Pemerintah provinsi di Indonesia juga perlu mengenali betul kerangka fikir bisnis pengusaha Jepang yang terus melakukan perubahan, termasuk melakukan reformasi administrasi untuk mencapai bisnis yang lebih efektif dan efisien.

Melihat kondisi di lapangan dalam hal promosi dan pemasaran investasi yang dilakukan pemerintah provinsi ke Jepang, perlu koordinasi matang dengan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Indonesia, yang selama ini intensif melakukan pemasaran investasi.

Dari berbagai pertemuan dengan kalangan pengusaha Jepang, termasuk di Osaka, diperoleh informasi menarik terkait perbaikan yang harus dilakukan.

Tercatat, misalnya, Provinsi Jawa Timur dinilai kalangan pengusaha Jepang di Kansei Perfecture sebagai provinsi yang cukup established dalam melakukan promosi dan pemasaran potensi daerahnya. Dalam arti, promosi dan pemasaran investasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jatim sudah lengkap dengan investment project profile (IPP). Tidak sekadar menginformasikan potensi dan peluang yang dimilikinya.

Provinsi Kalimantan Timur, sama halnya dengan Jawa Timur. Bahkan memberikan prediksi jauh ke depan terkait dengan berbagai kebijakan yang mereka tempuh sebagai Green Province. Antara lain, moratorium pertambangan dan hutan, beralih ke potensi perkebunan.

Akan halnya Jawa Barat, meskipun datang dengan IPP serta proyeksi peluang yang visioner, terkesan kurang agresif. Intensitasnya kurang memadai. Terutama selepas pengusaha Jepang yang berinvestasi di Banten, misalnya, mengalihkan lokasi pabrik mereka ke Jawa Barat.

Kendati demikian, Jawa Barat dengan konsep kawasan industri terpadu, seperti di Karawang, menarik perhatian pengusaha Jepang. Terutama, seperti Jawa Timur, konsep kawasan industri terpadu (khasnya industri substantif – manufaktur) yang dapat melibatkan pengusaha atau investor Jepang dari berbagai level. Mulai dari perusahaan besar sampai perusahaan menengah.

Informasi terhadap berbagai proyek yang mengalami perubahan, seperti Pelabuhan Cilamaya dan lainnya, sangat membantu pengusaha Jepang untuk melakukan rekalkulasi investasi. Termasuk mempertimbangkan inovasi investasi yang bisa mereka lakukan.

Dalam konteks hubungan dagang, Jepang memerlukan informasi lengkap tentang berbagai prospek yang memungkinkan terjadinya komunikasi dan interaksi langsung, baik antar pemerintah (government to government) maupun  antar bisnis  (bussiness to bussiness).

Jepang masih memerlukan LNG (Liquefied natural gas)  yang belakangan hari pasokannya menurun. Jepang juga memerlukan produk industri plywood, garment – tekstil, dan sepatu.

Dalam hal investasi untuk industri manufaktur, potensinya relatif besar, terutama untuk memasok kepentingan produksi mesin dan komponen mesin. Termasuk industri makan dan minum (food beverages).

Dalam konteks investasi langsung, termasuk untuk memperkuat kemitraan, pengusaha Jepang intensif menggali  informasi terkait dengan ketenagakerjaan, infrastruktur, kebijakan fiskal (dari tax holiday sampai tax amnesty).

Dalam konteks itu, menarik dipertimbangkan, Dinas Tenaga Kerja dan Serikat Pekerja di tingkat provinsi, disertakan dalam melakukan promosi dan pemasaran investasi. Terutama untuk lebih menjelaskan dan memberikan lebih dalam tentang situasi dan kondisi ketenagakerjaan di masing-masing daerah.

Dalam hal promosi dan pemasaran investasi ke Jepang, sebenarnya relatif lebih ‘ringan’ – karena Jepang mempunyai sejarah dan pengalaman investasi yang sangat lama di Indonesia.

Selama ini, di wilayah kawasan serantau (Asia Tenggara), Indonesia relatif merupakan tujuan investasi yang jauh lebih dibandingkan dengan negara lain. Hanya saja, belakangan hari, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Thailand melakukan berbagai inovasi kebijakan yang juga menarik perhatian pengusaha Jepang. Kendati demikian, peminat investasi ke Indonesia relatif masih tinggi.

Mencermati perkembangan perekonomian dunia, pengusaha Jepang juga merespon dengan menghitung ulang rencana investasi mereka di luar negeri. Hal itu selaras dengan penguatan bisnis dan industri mereka.

Di sisi lain, dalam hal promosi dan pemasaran investasi ke Indonesia, masing-masing provinsi juga perlu melakukan kompetisi kualitatif, sekaligus melakukan sinergi antar provinsi. Bank-bank daerah di setiap provinsi, perlu pula agresif memainkan peran, menjalin hubungan dengan bank regional Jepang.

Paling tidak, bank-bank daerah perlu menjalin komunikasi lebih intensif dengan bank korespondennya masing-masing untuk memelihara promosi dan pemasaran investasi yang sudah dilakukan sebelumnya.

Bagi provinsi-provinsi yang banyak mengirim kenshusei (program tenaga kerja magang ke Jepang) perlu mendorong bank daerahnya masing-masing melakukan kerjasama intensif dengan bank regional Jepang.

Kerjasama antar bank daerah dari Indonesia dan bank-bank regional Jepang diperlukan untuk memperkuat peluang investasi, sejalan dengan perubahan investment mindset pengusaha Jepang. Antara lain dalam konteks memperkuat akses para mantan kenshusei untuk menjadi pengusaha kecil menengah (small medium enterprises) ketika kembali ke daerah asalnya.

Keberadaan mantan kenshusei sebagai SME di masing-masing daerah asalnya, membuka peluang bagi investasi skala menengah, seperti industri garmen, industri komponen dan sejenisnya. Hal ini, terkait dengan watak pengusaha Jepang yang lebih merasa aman dan nyaman bekerjasama dengan mantan pekerjanya, di level itu.

Bank-bank daerah perlu lebih agresif  melakukan creating value bagi para mantan kenshusei sebagai pengusaha. Perlu spirit menciptakan pengusaha lokal yang dapat menjalin kerjasama dengan pengusaha Jepang di masa mendatang.

Kalau dulu kita mempunyai Mohammad Thayeb Gobel dan William Suryadjaja, dan kini memiliki Rachmat Gobel yang memainkan peran sebagai telangkai antara pengusaha Indonesia – Jepang, di masa mendatang juga perlu kader-kader pengusaha baru. Dalam konteks itu, bank daerah perlu memainkan peran strategisnya sebagai ‘ibu’ yang melahirkan dan merawat pengusaha baru.

Kerjasama antara bank daerah dengan bank regional diperlukan, terutama untuk menjamin ketersediaan financial service pengusaha Jepang, agar mereka tak harus lagi membuka cabang di Indonesia. Artinya, bank daerah perlu memberikan fasilitas yang mendekatkan bank regional Jepang dengan nasabah mereka yang berinvestasi di masing-masing provinsi. Di sisi lain, juga untuk merespon dan mengambil bagian dari kebijakan pembiayaan infrastruktur di Asia, yang dilakukan Mitsuo Corporation dengan Asian Development Bank (ADB), sesuai hasil kesepahaman yang telah dilakukan di India dua tahun berselang.

Dengan berbagai langkah perbaikan tersebut, boleh diharap, masing-masing daerah, terutama provinsi yang siap, dapat terus merawat dan meningkatkan investasi Jepang di Indonesia.

Apalagi kini, varian investasinya sedemikian lebar. Mulai dari jeans, klinik, farmasi, sampai otomotif.  Peluang untuk mengundang masuk investor Jepang ke Indonesia masih luas dan berpengharapan.

Ketua kamar dagang dan industri Osaka, Shigetaka Sato – menyampaikan, pengusaha Jepang masih berminat berinvestasi di Indonesia. Karenanya, mereka terus memantau berbagai kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintahan Jokowi. Termasuk melihat mencermati bleid investasi di tingkat provinsi.

Bagi pengusaha Jepang, bukan hanya kemudahan yang mereka perlukan. Tapi juga keamanan dan kenyamanan berinvestasi. Dalam konteks itu, hubungan Gubernur di Indonesia dan di Jepang juga perlu dipererat. |  Bang Sem

Editor : sem haesy
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 502
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1584
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1373
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 220
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 434
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 432
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 402
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya