Garuda Indonesia

Pramugari Vera dan Kemuliaan Melayani

| dilihat 2251

Catatan Bang Sem

GARUDA Indonesia adalah maskapai penerbangan nasional yang – dalam kondisi bagaimanapun – mestinya menjadi kebanggaan nasional. Kata kuncinya adalah kemampuan melayani pengguna jasa Garuda (bukan sekadar penumpang) secara lebih profesional, sesuai dengan tren perkembangan industri transportasi udara berkelas dunia.

Apalagi kini, ketika kita sedang memasuki perubahan dekade aviasi dari Eropa – Amerika ke Asia – Pasifik. Dan Garuda Indonesia sebagai flag carrier Republik Indonesia, menunjukkan prestasinya.

12 Juli 2016 di Farnborough, Inggris, Direktur Utama Garuda M. Arief Wibowo, menerima plakad penghargaan untuk kategori awak kabin maskapai penerbangan terbaik kelas dunia dari Skytrax, lembaga pemeringkat independen tingkat global yang bermarkas di di London, independen lembaga pemeringkat global.

Garuda Indonesia menerima penghargaan ini untuk ketiga kalinya sejak tahun 2014. Bagi Arief, penerimaan plakat penghargaan kualitas awak kabin tiga tahun berturut-turut, merupakan tonggak luar biasa Garuda Indonesia.

Beberapa tahun lalu saya menulis, awak kabin Garuda Indonesia, tak sekadar awak kabin. Mereka adalah sendatu (ambassador) yang merepresentasikan – paling tidak mengekspresikan – pesona persona Indonesia dalam melayani. Lewat mereka, Indonesia hospitality terwakili.

Ketika kemerin, foto Vera (awak kabin Garuda Indonesia, mengenakan seragam biru toska)  menggendong seorang nenek penumpang Garuda kelas ekonomi yang sudah uzur menjadi viral, saya teringat tulisan beberapa tahun lalu itu. Foto yang diunggah Budi Soehardi di akun facebook-nya (Sabtu, 7/1/17, pukul 19.45) itu pantas viral dan pantas mengundang decak. Tidak hanya sebagai manifestasi profesionalitas sebagai awak kabin, tapi sebagai sendatu yang mewakili hospitalitas Indonesia.

Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia, Benny S. Butarbutar menjelaskan kepada media, kejadian itu bermula dari seorang penumpang Garuda – GA 821 jurusan Kuala Lumpur – Jakarta, yang sudah udzur memerlukan kursi roda. Pesawat berangkat dari Kuala Lumpur pukul 12.50 waktu Malaysia dan tiba di bandara internasional Soekarno-Hatta – Jakarta pukul 13.55 wib.

Ketika penumpang sudah keluar kabin semua, Vera - sang pramugari - , melihat penumpang (nenek yang sudah uzur) itu di kursi 41 C ditemani salah seorang keluarganya. Sambil menunggu kursi roda datang, Vera dan sang nenek bercakap sekejap. Dari percakapan itu, Vera tahu, penumpang itu merupakan anggota rombongan jamaah umrah yang akan melanjutkan penerbangan berikutnya. Vera mengkomunikasikannya dengan Ninik Sptinawati yang menjadi Flight Service Manager (FSM).

Karena kursi roda belum datang juga, Ninik dan Vera menawarkan bantuan, menggendong, agar nenek bisa segera keluar kabin pesawat. Dan Vera menggendong nenek itu dari kursi penumpang 41 C di belakang ke pintu keluar kabin pesawat. Tak lama kemudian, petugas yang membawa kursi roda tiba, dan nenek itu menuju ke terminal dengan kursi roda.

Benar kata Benny, apa yang dilakukan Vera itu merupakan bagian dari standar layanan awak kabin Garuda Indonesia sebagai penerima plakad penghargaan World’s Besat Cabin Crew 2014, 2015, 2016. Ekspresi standar pelayanan sepenuh hati berbasis ketulusan yang mencaji ciri Garuda Indonesia.

Apapun juga, Vera dan awak kabin lain telah berinisiatif mencari solusi terbaik untuk memelihara kualitas layanan kepada pengguna jasa Garuda Indonesia. Itu adalah ciri Garuda Indonesia yang layanan awak kabinnya melebihi layanan ANA (All Nippon Airways), Singapore Airlines, Thair Airways, Eva Air, Qatar Airways, Hainan Airlines, Cathay Pcific, Asiana Airline, dan Emirates.

Layanan semacam ini, boleh diharap akan menaikkan lagi rating Garuda Indonesia pada The World’s Top 100 Airlines, yang tahun 206 turun ke posisi ke 11 dari posisi ke 8 (2015).  Tahun ini, Emirates berhasil bertengger di posisi 1 dari posisi ke 5 tahun 2015). Qatar Airlines turun satu grade ke nomor 2, begitu juga Singapore Airline, dan Cathay Pacific. ANA’s lompat ke posisi ke 5 dari posisi ke 7 tahun 2016. Etihad bertahan di posisi ke 6, dan Turkish Airlines turun dari posisi ke 4 ke posisi ke 7.

Peringat Eva Air menggantikan posisi Garuda Indonesia dari sebelumnya berada di peringkat 9, begitu juga Qantas Airways yang naik satu peringkat dari posisi 10 ke 9, dan Lufthansa naik ke peringkat 10 dari posisi 12 sebelumnya.

Mempertahankan posisi Garuda Indonesia sebagai peraih kualitas layanan cabin crew terbaik se dunia, memang membanggakan. Edward Plaisted, CEO Skytrax mengatakan, penghargaan (yang diraih Garuda) itu merupakan tajuk yang sangat didambakan maskapai penerbangan di dunia. Mempertahankannya tidak mudah.

“Untuk mempertahankan penghargaan itu tiga tahun berturut-turut adalah luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya. Manajemen Garuda Indonesia harus bangga dengan prestasi ini,” kata Edward kala menyerahkan plakat yang menaikkan pamor bisnis itu.

Manajemen dan awak kabin Garuda Indonesia dengan prestasi itu, telah membuktikan, keandalannya dalam memberikan keramahan dan efisiensi pada tingkat tertinggi. Inilah refleksi kongkret dari service of excelent. Tentu akan berdampak langsung tak langsung dengan kinerja bisnis Garuda Indonesia.

Manajemen Garuda Indonesia di bawah kepemimpinan M. Arief Wibowo berhasil mencapai banyak hal yang diidamkan maskapai penerbangan lain.  Antara lain, “Five Star Airline” dua tahun berturut-turut dari Skytrax. Hal ini melengkapi pencapaiannya sebagai maskapai penerbangan regional terbaik di dunia pada 2012, dan maskapai dengan kelas ekonomi terbaik di dunia (2013).

Di akhir tahun 2016, keliarga besar Garuda Indonesia juga diberikan bonus kepribadian yang keren dari Direktur Utama Citilink Indonesia, Albert Burhan yang mundur dari jabatannya karena kelakuan pilot yang mabuk tembakau gorilla. Suatu sikap profesional yang perlu diapresiasi. (Baca: Cermin Akhir Tahun Albert Burhan)

Sebagai warga negara Indonesia, saya satu dari banyak pengguna jasa Garuda Indonesia yang merasakan berbagai perbaikan yang dilakukan Garuda. Tak hanya penambahan jumlah pesawat dan peningkatan fasilitas layanan penumpang. Tapi juga kualitas awak kabin.

Sejak 2012 akhir kita mendapatkan kembali ‘Senyum Garuda’ yang keluar dari hati awak kabin, yang sangat terindukan pada dekade 90-an, ketika Garuda Indonesia masih melayani berbagai rute long distance ke Eropa dan Amerika. Tahun 2013, awak kabin mulai menunjukkan kompetensi dan human capacity-nya setelah terjadi perubahan penanganan human resource development yang perlahan bertransformasi menjadi human investment transformation.

Di bawah kepemimpinan Arief, titik berat ini terlihat lebih menonjol, karena tampah kesadaran: Pengelolaan Garuda Indonesia, tak sekadar berorientasi pada pencapaian profit di atas kertas semata, melainkan mengacu pada pencapaian benefit dengan menawarkan kembali Indonesian hospitality.

Berulang kali menggunakan layanan Garuda Indonesia ke luar negeri (antara lain Malaysia, Tokyo, dan Osaka) saya mulai merasakan paradigma minda menjadikan kualitas pelayanan sebagai prioritas utama. Mulai dari pelayanan di ground (mulai dari chek in, passangers lounge, sampai boarding lounge), keamanan dan kenyamanan di dalam kabin. ‘Indonesia hospitality’ berhasil disajikan kembali.

Di banyak penerbangan domestik dan internasional yang saya rasakan, minda awak dan profesionalitas manajemen Garuda Indonesia, kian mampu memperlakukan pengguna jasa tidak sebatas  sebagai penumpang dan pelanggan. Melainkan sebagai subyek yang kelak akan menjadi ambassador atau sendatunya.

Ini berarti, mereka yang berada di barisan terdepan pelayanan mesti terus menyadari hakekat eksistensi dan realitas fungsionalnya sebagai pelayan. Pihak yang mesti mau dan mampu menjadikan siapa saja pengguna jasanya sebagai ‘pemilik’ maskapai ini.

Dengan kesungguhan berkomitmen dan konsisten memelihara komitmen itu, saya yakin Garuda dapat memelihara reputasi terbaik yang pernah diraihnya. Kuncinya adalah kemauan dan kemampuan melayani yang datang dari dalam jiwa setiap elemen di Garuda Indonesia.

Saya yakin, Vera, seperti halnya beberapa awak kabin lain yang saya kenal, dalam kehidupan kesehariannya, terbiasa melayani. Dan, seperti pernah saya kemukakan pada peserta dalam workshop Airport Quality Services yang diselenggarakan Angkasa Pura Airports, kata kuncinya adalah menyadari, bahwa melayani adalah kemuliaan.

Mereka yang berada di lapangan (bandara dan kabin pesawat) mesti paham betul, bahwa core bussines mereka adalah melayani, melayani, dan melayani tanpa kehilangan integritas diri sebagai karyawan BUMN. Insan yang kudu berbuat untuk negeri, melalui pencapaian kualitas layanan mereka. |

Penulis, imagineering mindset trainer Akarpadi Institute

Editor : sem haesy
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 518
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1043
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 263
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 737
Momentum Cinta
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 731
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 888
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 839
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya