Sisi lain Perubahan Direksi dan Komisaris Garuda Indonesia

| dilihat 2105

RAPAT Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang berlangsung di Jakarta, Rabu sore (12/9) berlangsung lancar. I Gusti Ngurah Akshara Danadiputra, diangkat sebagai Direktur Utama, menggantikan Pahala Mansury, yang diangkat sebagai Direktur Keuangan di PT Pertamina.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Menteri BUMN bidang usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menjelaskan, Pahala digeser sebagai Direktur Keuangan di Pertamina, karena latar belakangnya di bidang keuangan. Sebelum menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala bergabung di Bank Mandiri, sejak 2003.

Di bank hasil merger sejumlah bank pemerintah itu, Pahala pernah menapaki karir profesional sebagai Kepala Pengembangan Korporasi, Perubahan dan Manajemen Korporasi, lalu menjabat Wakil Presiden Senior Strategi dan Koordinator keuangan. Lelaki kelahiran 1971, ini juga sempat menjabat Direktur Keuangan Bank Mandiri dan terpilih sebagai The Best CFO (Chief Finance Officer) in Indonesia dari Southeast Asia Institutional Investor Corporate Award 2013.

Akanhalnya I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra yang biasa dipanggil Ari, juga kelahiran tahun 1971. Sebelumnya, Ari menjabat Direktur Pelindo III – Surabaya. Perjalanan Ari memang dari BUMN ke BUMN saja. Sebelum menjabat Direktur Utama Pelindo III, dia menjabat Direktur Keuangan di BUMN yang mengurusi pelabuhan itu. Dia digantikan oleh U. Saefuddin Noer, sebagai Direktur Keuangan yang sebelumnya merupakan Direktur pada Bank Muamalat.

Sebelum ini, Ari juga pernah menjabat Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia, sampai dia pindah ke Pelindo III tahun 2016.

Ari memimpin Board of Director (Dewan Direksi) Garuda Indonesia, yang terdiri dari : Direktur Niaga: Pikri Ilham Kurniansyah; Direktur Kargo & Pengembangan Usaha: Mohammad Iqbal; Direktur Operasi: Bambang Adisurya Angkasa; Direktur Keuangan & Manajemen Risiko: Fuad Rizal; Direktur Human Capital: Heri Akhyar; Direktur Teknik: I Wayan Susena, dan Direktur Layanan: Nicodemus Panarung Lampe.

Selain menetapkan Dewan Direksi, RUPS Luar Biasa Garuda Indonesia juga menetapkan Dewan Komisaris, meliputi : Komisaris Utama/Independen: Agus Santoso, Komisaris Independen: Herbert Timbo P. Siahaan, Komisaris Independen: Ismerda Lebang, Komisaris: Muzaffar Ismail, Komisaris: Dony Oskaria, dan Komisaris: Chairal Tanjung.

Menurut Menteri BUMN Rini Soemarno, pergantian pengurus Garuda Indonesia, itu dilakukan agar BUMN tersebut siap menghadapi tantangan di masa depan. Intinya adalah, pergantian pengurus Garuda Indonesia itu, karena ada perputaran kebutuhan, dan Kementerian BUMN melihat berbagai sisi unggulan dan pengalaman masing-masing profesional. Artinya, pergantian itu merupakan siklus biasa dan dapat dimaknai sebagai penyegaran institusi BUMN sebagai entitas bisnis yang juga mengemban misi negara. Tujuannya, menurut Rini, tidak terlepas dari bagaimana meningkatkan kinerja BUMN.

Garuda Indonesia memegang peran besar dalam keseluruhan konteks pengembangan BUMN. Tidak hanya karena menyandang sebagai maskapai penerbangan milik negara yang sekaligus menjadi simbol eksistensi bangsa. Garuda Indonesia sebagai korporasi, mesti berkompetisi dengan maskapai penerbangan lain.

Perombakan pengurus Garuda Indonesia, langsung tak langsung, merupakan jawaban atas berbagai isu yang mengemuka belakangan hari. Penghujung Juni (25/6/18), bekas Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumberdaya Alam, Rizal Ramli alias RR menyebut, maskapai penerbangan Indonesia, itu bermasalah di direksi.

RR menuding, masalah utama Garuda adalah pengangkatan direksi yang tak berlandaskan kompetensi. RR, seperti diberitakan detik.finance, juga mengeritik terlalu banyak jumlah direksi, sampai delapan orang, yang diduganya untuk mengakomodasi political appointee. Masalah lain, menurut RR adalah ketidakberanian pihak manajemen mengambil keputusan untuk pembatalan atau reschedule pembelian pesawat-pesawat yang tidak begitu diperlukan.

Masalah ketiga, adalah mengenai flight atau penerbangan dan manajemen rute yang dianggap payah. Pasalnya perseroan hanya melakukan cost cutting (pemotongan biaya) dan cross the board. Hal ini menurut RR, kurang pas. Ia mengamsalkan, bila cost cutting dilakukan untuk program training, tentu ‘membahayakan.’ Karena menurut RR, training itu perlu untuk untuk bisnis penerbangan karena menyangkut safety (keselamatan). Kalau biaya training dipotong, menurut RR, akan bahaya buat Garuda.

Bagi Kementerian BUMN, Pahala Mansury justru berhasil menekan kerugian di Garuda Indonesia. Karenanya, menurut Fajar Harry Sampurna, Pahala perlu ditempatkan di Pertamina yang sedang menghadapi tantangan terkait kenaikan harga minyak serta dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat.

Jelang mengakhiri jabatannya sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, Pahala sempat mengatakan, keperkasaan Dolar Amerika Serikat, membuat kinerja maskapai penerbangan itu tertekan. Terutama karena operasional maskapai penerbangan itu banyak menggunakan mata uang Dolar AS.

Sampai Semester I 2018, pendapatan Garuda sebenarnya naik 6 persen. Kalau dikeluarkan dari faktor currency alias nilai tukar mata uang asing, kenaikan itu bisa 11 persen. Melemahnya rupiah, menekan pendapatan itu  antara 4 sampai 5 persen, kata Pahala kepada detikcom, awal Agustus lalu (6/8/18).

Melemahnya Rupiah menjadi masalah bagi Garuda Indonesia, karena maskapai ini mencatatkan laporan keuangan  dalam mata uang Dolar AS. Terutama untuk bahan bakar yang otomatis naik, krena melemahnya rupiah.

Tidak mudah mengelola maskapai penerbangan, seperti Garuda Indonesia. Selain menghadapi persoalan-persoalan teknik operasional dan berbagai upaya penguatan manajemen, juga dihadapkan oleh transformasi industri penerbangan yang kian bergerak cepat.

Dalam pandangan pakar industri penerbangan Thomas Bieger, Thomas Döring & Christian Laesser, industri penerbangan global memasuki tahap konsolidasi dengan lingkungan internasional yang semakin kompetitif dan pasar yang tumbuh lebih lambat.

Ketiga pakar itu berpendapat, setidaknya ada empat model bisnis utama mulai mendominasi sektor ini. Karenanya, sebagai korporasi, perusahaan maskapai penerbangan harus mengkonfigurasi ulang diri mereka untuk mengadopsi salah satunya. Dalam perjalanan transformasi ini, jaringan, layanan, fokus pemasaran dan harga juga akan terpengaruh. Terutama karena korelasinya dengan perkembangan industri pariwata.

Industri pariwisata sangat bergantung pada layanan penerbangan dan kerjasama dengan maskapai penerbangan adalah keniscayaan. Dalam konteks ini, strategi pariwisata tentu harus mempertimbangkan perubahan ini.

Menurut ketiga pakar itu, realitas ini harus dianalisis, bagaimana transformasi akan mempengaruhi jaringan maskapai penerbangan dan layanan untuk berbagai jenis tujuan, jenis layanan dan tarif untuk berbagai kelompok pelanggan, serta kepentingan maskapai penerbangan dalam pemasaran bersama.

Garuda Indonesia sekarang dalam posisi advance stage dalam industri transportasi udara, yang akan berhadapan dengan berbagai fakta brutal secara global. Antara lain, kondisi perekonomian dunia. Termasuk pergeseran pusaran orientasi bisnis transportasi udara yang bergeser dari Eropa – Amerika ke Asia Pasific.

Garuda akan berada di jalurnya dan kembali melesat, setelah menemukan kembali bentang lintas core business-nya. Inilah tantangan Komisaris dan Direksi Garuda Indonesia. Optimisme dan kesungguhan menggerakkan transformasi tentu akan berbuah hasil baik.  Si balik kesulitan, selalu ada inspirasi. | Bang Sem

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1182
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 520
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1609
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1392
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya