Obituari

Bang Ashari Sang Penggerak Transformasi Betawi

| dilihat 734

catatan Bang Sém

Kabar itu terpetik pada Jum'at (2 Juli 2021) pagi, lewat grup whatsapp Betawi Kumpul. Menyentak. dr. H. Ashari, Direktur Eksekutif Gerakan Kebangkitan (Gerbang) Betawi, wafat. Saya memanggilnya Bang Ashari. Usianya dengan usia saya, hanya terpaut beberapa tahun, tak sampai sebilangan jari satu tangan.

Kabar ini, secara personal, memantik kesedihan di kalangan Perkumpulan Gerbang Betawi, yang diinisiasinya bersama dr. H. Chairil Anwar, dr. H. Zulkifli Junaedi, allahyarham Supendi Rais, dan para tokoh intelektual Betawi lainnya.

Allahyarham dr. H. Ashari, mau, mampu, dan berhasil memainkan peran strategis sebagai telangkai kebangkitan kultural (dalam makna luas) kaum Betawi, di seluruh aspek kehidupan.

Dalam perbincangan kami berdua pada sebuah kedai kopi di bilangan Bumi Serpong Damai (BSD), Juli 2019, Bang Ashari mengungkapkan apa yang ada di benaknya, kepada saya. Saya menyebutnya sebagai rêve ultime, mimpi penghujung seseorang yang 'sudah selesai dengan dirinya sendiri.'

Ia punya pengalaman luar biasa dalam memisahkan mimpi-mimpinya masa bocah, menjadi kenyataan dan pengalaman luar biasa dalam melakukan proses transformasi diri. Dari anak warga Betawi biasa yang karib dengan 'terasi dan daun waru,' di bilangan Polonia -- yang masuk dalam wilayah Batavia, setelah Van Mook berhasil memasukkan Jatinegara ke dalamnya -- menjadi seorang tokoh Betawi yang disegani karena prestasinya yang berkilau.

Dari percakapan, itu saya menyerap lima focal point yang berhasil dilakukannya dalam melakukan proses transformasi. Pertama, mengubah nasib; Kedua, reposisi sosial; Ketiga, aksi peran naik (increased action); Keempat, finance viability - kemampuan mengelola uang; Kelima, mengembangkan kewirausahaan.

Lantas, allahyarham bersama dr. H. Chairil Anwar, di kantor saya, mendiskusikan lanjut, menghadapkan focal point itu dengan driving forces perubahan berkecambah di tengah proses perubahan, dan merumuskan peta jalan perubahan (transformation road map), lantaran dinamika reformasi yang tercetus 1998 telah melenceng menuju deformasi sosial. Di titik ini, sebagai Direktur Eksekutif Gerbang Betawi, Bang Ashari menempuh pilihan transformasi (perubahan dramatik) yang bisa diwujudkan dalam bentang waktu tak lama, antara lima sampai 10 tahunan.

Pertimbangannya, Gerbang Betawi mempunyai modal insan potensial untuk melakukan reposisi, mengubah minda dari intellectual resources menjadi driving leaders. Pertimbangan lain adalah human investment dari kalangan generasi berikut dengan latar pendidikan, sosial, dan medan kompetisi yang tak hanya menawarkan tantangan (membalik kemiskinan, mengendalikan singularitas, melayari transhumanisma, dan pengembangan kompetensi di berbagai bidang merespon era digital). Kami menyebutnya Betawi Jawara Roadmap dimulai dengan mengubah orientasi minda dari Program Centric ke People Centric. Ini salah satu gerak pemikiran progresif Bang Ashari yang 'nancep' di benak dan hati. Dalam konteks itu, Bang Ashari menggelar rapat kerja, sekaligus melakukan perubahan komposisi pengurus.

Suatu malam, setelah itu, Bang Ashari menelepon saya, dengan nada bicara gembira. Allahyarham senang dengan berbagai pemikiran progresif dari Bang dr. H. Zulkifli Junaedi, Bang Icoel (Muhammad Sulhi), Bang Beky, Bang KH Nas, Mpok Tuty Tarwiyah, dan lain-lain.

Ia kian optimistis dengan orientasi transformasi, itu dan melihat formasi pemikiran yang segar dari berbagai kolega, antara lain Bang Agus Suradika, Bang Sarnadi Adam, juga serapannya atas pemikiran Bang Muta'ali, Bang Firdaus Jaelani, Bang Ferdy, Mpok Yasmien, Mpok Yanie, Mpok Via, Bang Cholil, dan lain-lain.

Dari interaksi dan serapan pemikiran itu, Allahyarham melihat lapisan-lapisan pencapaian yang bisa dilakukan. Terutama soal entrepreneur yang 'rada perlu perhatian serius,' khasnya terkait dengan manifestasi program bisnis.

Di lain kesempatan komunikasi telepon, allahyarham juga mengemukakan optimismenya setelah berinteraksi dengan kalangan muda anak-anak Betawi yang berkiprah di dunia media, seperti Bang Lahyanto, Bang Icoel, Bang Boy (Achmad Buchori), Bang Syakur Usman, Bang Rachmad Sadeli, Bang Des Parlente, dan Bang Hadi. Allahyarham juga menyebut nama Bang Usni yang menangani Kuliah Umum Gerbang Betawi.

Di awal pandemi Covid menerjang, Bang Ashari berbincang dengan Bang dr. H. Chairil Anwar, Bang Abu Sudja, dan saya. Kami berbincang tentang manifestasi transformasi itu dalam konteks strategi Betawi Promoting System dan pola bisnis secara kemitraan profesional dalam konteks geliat aksi perubahan Jakarta yang paralel dengan pembangunan infrastruktur.  Allahyarham berpijak dari potensi di Gerbang Betawi yang kaya dan beragam dalam formasi profesi, empirisma, dan kreativitas.

Selepas itu, Allahyarham bicara tentang media, memberi ruang bagi adik-adik yang berada di lapangan profesi, itu sesuai perkembangan tren multi media, multi channel, dan multi platform. Khasnya untuk menegaskan inklusivitas Betawi sebagai indikator penting menegaskan egaliterianitas dan kosmopolitanitas kaum Betawi.

Spontan mengemuka harmonisasi konvergensi format programa media, dari karakter Bang Zul, Bang - allahyarham - Satiri, Bang Agus Suradika, dan Bang Yahya dengan  Kyai Nas, Bang Idrus Zain, Mpok Via, dan Mpok Tuti. Kami tertawa sesaat. Namun ketika nama-nama tersebut mengemuka, terbayang 'wajah Betawi' multidimensi, yang pernah dilahirkan oleh kreativitas Ismail Marzuki, Sjumandjaja, Husein Bawafie, Mashabi, Munif Bahasoan, Benyamin S, Ali Shahab, dan Deddy Mizwar.  Wujudnya? Program one topic show Betawi (untuk televisi), gunemcatur (talkshow) untuk televisi - youtube dan podcast merespon isu-isu mutakhir. Dinamika Indonesia dalam perspektif Betawi.

Belakangan hari, dari berbagai sesi Kuliah Umum Gerbang Betawi, Allahyarham bicara ihwal siyasah langsung peran kaum Betawi dalam konteks Jakarta ke depan, termasuk berbagai pemikiran strategis Gerbang Betawi terhadap perubahan Undang Undang No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI.

Juga tentang trust improvement, menciptakan kepercayaan dan dukungan dari semua pemangku kepentingan, khasnya politik, dalam konteks suksesi kepemimpinan politik melalui proses demokrasi yang terkontaminasi oleh pragmatisme politik dan politik transaksional.

Kami berbincang tentang realitas faktual berjaraknya kaum muda Betawi dengan dinamika politik praktis, khasnya partai politik. Dari pengalaman Pilkada selama ini, menurut Allahyarham, harus terjadi perubahan minda dan praktik. Dalam kaitan itu, mengemuka gagasan untuk menggelar Sekolah Demokrasi Betawi sebagai ajang pendidikan dan pelatihan kader politik.

Menurut Allahyarham, tidak cukup sekadar menyiapkan anak Betawi berkiprah dalam partai politik, jauh dari itu, menyiapkan mereka sebagai pemimpin yang punya nilai lebih dalam hal kompetensi dengan daya kompetisi yang kuat.

Peran aktif kaum Betawi mesti berubah, tidak lagi menjadi sekadar partisipan, apalagi cuma menjadi tim sukses, tetapi menjadi leader yang mumpuni. Hambatan demografis, menurutnya bisa diatasi, kalau kita sungguh siap, fokus, konsisten dan serius. Allahyarham sepakat, bukan sekadar menjadi organizer dan energizer. Gerbang Betawi, menurutnya, 'kudu bener-bener jadi gerakan' bukan kerumunan.

Saya formulasikan omongan dan sikap Allahyarham, "Kaum Betawi kudu bersatu, berkolaborasi dan bersinergi dengan kekuatan silaturrahmi dan ta'awunu alal birri wat taqwa, melalui kaderisasi terencana. Idupin keseimbangan jago maen pukulan dan maen pikiran, tunjang dengan akhlakul kariimah."  Ditegaskannya, perjuangan kaum Betawi adalah perjuangan keummatan dan kebangsaan sekaligus.

Allahyarham mempraktikan omongannya dengan memadu harmoni ghirah dan gairah keummatan, antra lain melalui pembangunan dan pengembangan LBC (Lembah Barokah Ciboleger), Yasmui, berkontribusi pada pembangunan pesantren di Amerika Serikat yang dikomandani  Ustad Samsi Ali, imam di New York City, mendukung komunitas  Jurnalis Filantropi Indonesia (JUFI) dan lain-lain.

Menurut Allahyarham, perjuangan kaum Betawi dan keummatan (Islam) kudu setarikan nafas, termasuk gerakan yang berorientasi 'membalik kemiskinan' kaum mustad'afin agar tak melincir menjadi kaum sa'ilin. Dilakukannya dengan cara yang khas, bergerak dalam senyap. Hanya dia dan Allah saja yang tahu.

Terlalu 'sempit' laman ini untuk mengungkap dimensi keberadaan dan komitmen kebajikan Bang Ashari yang bercita-cita menghadirkan Betawi tidak hanya dalam konteks etnisitas dengan beragam ekspresi seni budaya. "Rejeki disiapin Tuhan selebar langit, untuk itu Betawi kudu bergerak selebar bumi," ungkapnya suatu ketika, beberapa bulan sebelum dikabarkan terpapar virus nanomonster Covid-19.

Allah telah memberi kesembuhan yang nyata kepadanya dalam syahid, seolah namanya menjelma do'a, "Ya Ilaahi, ashari.. ashari.. ashari.. " Saya yakin, beliau melintasi batas alam fana dan alam baqa lewat gerbang husnul khatimah. |

Editor : eCatri
 
Energi & Tambang
Humaniora
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 98
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 515
Momentum Cinta
12 Mar 24, 01:26 WIB | Dilihat : 524
Shaum Ramadan Kita
09 Mar 24, 04:38 WIB | Dilihat : 444
Pilot dan Co Pilot Tertidur dalam Penerbangan
Selanjutnya