Gigi

| dilihat 2334

Bang Sem Haesy

JAMAN berlalu. Kalau dulu, ketika orang bertanya: dari mana datangnya cinta, kita akan menjawab dari mata turun ke hati. Sekarang, jawabannya boleh beragam, antara lain dari: dari mata turun ke gigi, dari gigi turun ke hati.  

Lho, koq gitu? Konon, di jazirah Arabia, orang bisa jatuh cinta lantaran gigi.

Impian perempuan Arab masa lalu, konon, tidak tertuju kepada paras yang tampan, misai yang lebat di atas bibir, dada berbulu lebat, mata hitam tajam, serta hidung mancung. Lelaki idaman mereka, konon yang bergigi bersih, kuat, putih, indah, dan bening.

Karena cinta atawa mahabbah, pada mulanya bermakna bersih, murni, dan bening. Dan orang Arab, mulanya menggunakan kata itu untuk memperlihatkan giginya saat tersenyum atau tertawa.

Hati perempuan yang terpikat, dan kemudian fall in love, dilukiskan sedang berada dalam luapan dan gejolak hati bergelora, laksana air yang meninggi saat hujan deras (al habab).

Karenanya, perempuan yang sedang mabuk kepayang terombang ambing gelora cinta, disebut pula sedang mahabbah. Lelaki atau perempuan yang dicintai, dipanggil habib.

Apapun pemahaman tentang mahabbah atau cinta, saya lebih tertarik bicara tentang gigi. Rangkaian tulang yang tersusun rapi dan tertanam di geraham, ini merupakan instrumen mulut yang multi fungsi.

Nilai dan fungsi gigi sedemikian penting, memkang. Saat makan, menjadi alat pengunyah yang paling kokoh. Saat tersenyum, menjadi penampang keindahan.

Bagi nenek saya, gigi juga  ukuran akhlak saat tertawa, apalagi terbahak. Nenek saya menasehatkan, bila tertawa, bahak jangan sampai berlebihan, sehingga gigi terangkat semua.

Alhasil, di depan nenek, kita mesti pandai mematut gigi saat tertawa. “Jangan tertawa seperti kuda dan keledai menyeringai. Tidak sopan, nasabmu bukan orang Badawi,” begitu kalimat nenek yang sangat saya hafal. Diucapkan dengan lembut, tapi nyelekit. He..he.

Lembaga ketentaraan dan kepolisian, dalam proses rekruitmen untuk prajurit, sangat peduli dengan gigi. Mereka serius sekali memeriksa gigi.

Banyak calon prajurit gagal, lantaran giginya berlubang. Belakangan saya tahu, ternyata gigi memengaruhi banyak hal.

Apabila gigi sakit, semua organ tubuh terasa tak enak. Meriang. Makanya banyak yang berpesan, rawatlah gigi, jangan sampai sakit.

Seorang penggubah lagu pop dangdut, malah sempat-sempatnya mengandaikan, sakit hati lebih baik dari sakit gigi. Ungkapan hiperbolis, masyarakat bergigi rapuh. Karenanya, perawatan komposisi gigi selalu berkembang.

Yang paling akhir, dikenal perawatan komposisi gigi dengan behel, disertai berbagai asesoris, supaya nampak indah. Banyak kalangan, mulai dari kaum belia sampai para ibu muda dari beragam profesi memasang kawat gigi. 

Disadari atau tidak, gigi yang bersih dan teratur indah, selain mengekspresikan keindahan, juga mengekspresikan kesehatannya.

Di dalam Islam, perawatan gigi terintegrasi dengan kebersihan (thaharah) diri secara keseluruhan.

Rasulullah Muhammad SAW, bahkan mentradisikan perawatan gigi. Membersihkan gigi dengan siwak, setiap kali bangun tidur, mandi, habis makan, dan hendak berwudlu. Karenanya, beberapa hadits menukilkan kesaksian tentang gigi Rasulullah yang indah dan sehat.

Upaya perawatan kesehatan gigi, di seluruh dunia, bahkan menjadi prioritas. Gigi yang bersih, sehat, kuat, indah, dan bening akan memberikan manfaat terhadap kesehatan menyeluruh.

Sejumlah penelitian menunjukkan, gara-gara sakit gigi, organ ‘jeroan’ – seperti jantung, paru-paru, lambung, dan ginjal – bisa ikutan sakit. Dan sakitnya, fatal, tentu.  Oleh sebab itu, jangan pernah main-main dengan gigi. |

Editor : sem haesy
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 634
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 784
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 751
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya