In Memoriam Ferry Mursyidan Baldan

| dilihat 372

Dr. Abidinsyah Siregar

Jumat 2 Desember 2022 jelang sore terbaca dari suatu group Whatsapp pesan singkat bahwa Ferry Mursidan Wafat. Sungguh mengejutkan. Tidak berapa lama khabar meluas, sang tokoh Nasional, Politisi cerdas dan santun telah wafat.

Beberapa hari sebelumnya kami masih bertemu di Munas XI Kahmi di Palu, 25 November 2022. Ferry tampak segar, gagah, tersenyum cerah dengan tawa khasnya.

Saya juga diberitahu istri yang sedang memimpin rapat di PB IIDI, bergabung berangkat dari sekretariat PP IPHI didaerah Matraman, menuju rumah duka didaerah Slipi, Jakarta Barat.

Tidak mudah menemukan jalan ke rumah duka, harus menyesuaikan jalur ganjil genap.

Saat tiba sore, masyarakat takziah sudah mulai ramai, sudah ada Menteri Investasi Bung Bahlil Lahadalia juga Menteri ATR/BPN Pak Hadi Tjahjanto sedang diwawancarai media, dan banyak tokoh partai, tokoh masyarakat, birokrat dan tentu warga Himpunan baik HMI maupun Kahmi.

Menatap kearah rumah duka, langsung terkesima. Rumahnya biasa saja dibanding ketokohannya yang luarbiasa. Rumah No.24 itu bagai terjepit di antara rumah warga yang lain.

Garasi hanya muat 1 mobil. Di gerasi inilah saya menemani pengurus masjid setempat ikut memandikan jenazah, sambil doa membisikkan “wahai hamba Allah yang baik, kami mandikan kamu bersih bersuci, agar nyaman menghadap Penciptamu”.

Makin takjub ketika saya mendengar dari jiran tetangga bahwa dirumah itulah, Bung Ferry lahir dan besar, hingga rumah itu diamanahkan orangtua kepadanya. Sungguh almarhum anak sholeh.

HMI Cabang Bandung

Saya sudah kenal dengan nama Ferry sebagai aktivis HMI Cabang Bandung.

Pada zamannya interaksi aktifis antar kota sangat intens. Apalagi di era 1981 sampai 1990 situasinya cukup tegang.

Sebagai Ketua Umum HMI Cabang Medan, saya menyaksikan bagaimana Kongres XIV HMI di Bandung, bagai “mencekam.” Di luar gedung Kongres tampak mobil-mobil tempur militer serta tentara yang cukup banyak di samar-samar kegelapan.

Namun sekalipun suasananya seperti itu, para aktifis HMI santai saja, tetap fokus diforum Kongres yang menerima pertanggung jawaban Bang Dullah, panggilan akrab Abdullah Hehamahua.

Dalam suasana seperti itu, saya mendapat manfaat, pengertian yang semakin dalam tentang konsekuensi menjadi anggota HMI yang harus menonjolkan independensinya, agar kecerdasannya dalam Keislaman dan KeIndonesiannya berkembang sejalan dengan fitrah manusia yang cendrung kepada kebenaran dan sejalan dengan cita-cita Proklamasi’45.

Dari peristiwa itu, tampak bahwa HMI adalah sebuah kekuatan yang sangat diperhitungkan di Republik ini. Saya berbisik membatin bahwa saya ada di organisasi yang tepat.

Bandung semakin punya nilai tambah dan magnit, karena disana ada Masjid Salman ITB dengan tokoh pembinanya yang sangat populer dan selalu memberikan tausyah subuh yang sangat bernas, yaitu DR. Ir. Imanuddin Abdurrahim yang biasa dipanggil Bang Imad, putra tanah Deli.

Bang Imad, mampu mengambil inti pola pandang keIslaman dari konsep Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI yang ditulis Nurcholish Madjid dkk.

NDP begitu indah dinarasikan Bang Imad yang enjinering, banyak mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi datang dan mendengar kuliah subuh Bang Imad.

Diberbagai kampus dan tempat kos mahasiswa mendengarkan lewat radio atau kaset tape-recorder.

FERRY MURSIDAN BALDAN

Aktifis HMI Cabang Bandung yang sepantaran di era tahun 1980-1990,  saat mana saya Ketua Umum HMI Cabang Medan (1981-1982) berlanjut menjadi Ketua Umum Badko HMI Sumatera Bahagian Utara yang meliputi Provinsi Aceh dan Sumatera Utara berpusat di Medan (1983- 1986), ada Komarudin Rahmat sebagai Ketua Umum Badko Jawa Bahagian Barat yang meliputi Jakarta, Banten dan Jawa Barat berpusat di Bandung periode 1981-1983, dilanjut Jayadi Kamrasyid (1983-1985), kemudian Berliana Kartakusuma (1986-1988), dan Ferry Mursidan Baldan (1988-1991).

Di era itu ada 5 Kongres HMI yang termasuk relatif dikenang dan bersejarah yaitu Kongres HMI XIV di Bandung tahun 1981 dimana terpilih Ahmad Zacky Siradj (IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, tokoh HMI Cabang Jakarta).

Kongres HMI XV di Medan tahun 1983 yang dikenal sebagai Kongres  Perjuangan, yang berjuang secara spiritual dan intelektual dari tekanan pemaksaan azas tunggal Pancasila tanpa dasar hukum apapun.

Di Medan terpilih bung Harry Azhar Azis, maka menjadi tugas besar Bung Harry untuk adu argumentasi “mempertahankan kebenaran” cara berfikir HMI yang sudah Pancasilais sejak Kongres HMI X di Palembang tahun 1971 (dimana Bang Akbar Tandjung terpilih Ketua Umum PB).

Bung Harry kuat dan populer karena didukung sepenuhnya oleh Badko HMI dan Cabang HMI se Indonesia.

Pada Kongres HMI XVI di Padang tahun 1986 (karena situasi politik menyebabkan banyak periode HMI Badko ataupun Cabang yang seharusnya berakhir 1985 menjadi 1986 agar tetap terkonsolidasi).

Di Padang diputus HMI "menetapkan" azas Pancasila. Bukan menerima. Sontak elit politik Nasional kaget, bahkan ada yang memplesetkan bahwa HMI menolak Pancasila.

Alasannya Kongres HMI XVI sangat sederhana, karena Pancasila sudah ada dalam Pembukaan Anggaran Dasar HMI Hasil Kongres X di Palembang tahun 1971, justru aneh jika menerima yang sudah ada.

Di sesi akhir Kongres adalah pertarungan dua calon Ketua Umum PB HMI, yaitu Dr.Abidinsyah Siregar alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan (Ketua Umum Badko HMI Sumbagut) yang didukung seluruh Badko-Badko se Indonesia dan Ir.M.Saleh Khalid, alumni IPB Bogor mantan Wasekjen PB HMI.

Perlombaan angka dalam perhitungan suara sampai 9 kali hingga menjelang subuh, dan berakhir dengan kemenangan Bung M.Saleh Khalid, 4 suara lebih banyak.

Kongres HMI XVII di Lhok Seumawe, Aceh terpilih Bung Herman Wiryananda, arek Surabaya nan flamboyan. Selain Politisi belakangan menjadi Wakil Ketua BPK RI.

Dan Kongres XVIII HMI di Jakarta, dimana terpilih Bung Ferry Mursidan Baldan.

Bung Saleh Khalid, Bung Herman dan Bung Ferry seolah punya beban misi tersendiri karena paska Kongres HMI XVI Padang memasuki fase implementasi Undang-Undang Keormasan, yang mengamanatkan adanya Azas Pancasila bagi seluruh Organisasi Kemasyarakatan.

Ketika itu banyak Ormas Keagamaan Besar pun sudah lebih dahulu menerima.

Bagi HMI bukan hal sulit menempatkan Islam dan Pancasila dalam system konstitusionalnya. Dan tidak dipertentangkan dan bukan dikhotomi, karena keduanya hal yang berbeda makam.

Islam hidayah Allah sang Pencipta. Sedangkan Pancasila, adalah kesepakatan anak Bangsa untuk melahirkan Indonesia sebagai tempat hidup bersama. Dua hal yang tidak boleh dipertentangkan.

Kelima sila Pancasila sudah tertera jelas tegas dalam Mukaddimah Anggaran Dasar HMI.

Bung Harry, Bung Saleh Khalid dan bung Jayadi Kamrasyid, sudah mendahului kita.

Saya selalu bangga pada penampilan dan kualitas berfikir para aktifis HMI Bandung termasuk Udi Barak Noor, Sofyan Sulaeman. Begitu juga kepada semua aktifis dan senior HMI dari berbagai HMI Cabang se Indonesia, termasuk dari Jakarta, Surabaya, Makassar, Manado, Jayapura, Banda Aceh, Padang, Den Pasar, Kupang, Jaya Pura yaa disemua Cabang HMI se Indonesia yang saya lihat sampai sekarang, bukan hanya cerdas dan santun, tetapi juga gagah, memberi kesan HMI sebagai organisasi yang menjanjikan, bukan organisasi abal-abal, kaku dan seram.

Saya semakin kenal bung Ferry ketika beliau menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI sekitar tahun 1990-1992.

Kebiasaan saya, jika dinas ke Jakarta atas undangan Kementerian atau NGO, selalu disempatkan untuk silaturrahmi dengan PB HMI di Jalan Diponegoro 16a. Semakin kenal Bung Ferry yang menjadi Ketua Umum nya tahun 1990-1992, berdiskusi dengan kawan-kawan PB HMI untuk “re-charge and re-fresh” informasi terkini, agar tak tersesat.

Bergaul dan berdiskusi dengan mereka selalu mendapatkan hal-hal baru yang mencerahkan pemikiran dan pandangan. Bung Ferry menarik perhatian dengan kesederhanaan, keramahtamahan dan cara pandang serta pola pikirnya yang maju. Kesan itu sudah memberikan suatu harapan buat saya bahwa kelak Ferry akan menjadi seorang tokoh Nasional.

Ferry “tersemai” dari ladang HMI, tumbuh di dunia politik bersama Partai Golkar dan berkembang berbuah di Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Awalan kata “ter” seperti kata ter pada awalan Tujuan HMI yaitu Terbinanya Insan Akademis dan seterusnya, menunjukkan kualitas dan kualifikasi kekaderan seseorang di kancah kaderisasi anggota HMI yang sangat amat bergantung pada “diri sendiri”, pada niat, pada atensi, pada harapan dan keyakinan.

Sebaliknya bukan diawali suku kata “di” yang boleh jadi maknanya menunggu dan berharap dari luaran, bukan dari diri sendiri.

Alhamdulillah terbukti beberapa tahun kemudian Ferry menjadi seorang politisi anggota Komisi II DPR RI Periode 2004-2009 yang sekaligus menjadi Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden.

Ferry tampak begitu cemerlang dan memiliki kapasitas yang kuat di dalam memimpin Pansus tersebut. Keterbukaan kepada publik membuat masyarakat mengetahui hingga detil substansi RUU dan progress eksekusinya.

Karya besar itu melengkapi karya monumental bersejarah lainnya yang melibatkan Ferry sebagai Wakil Ketua Pansus RUU Otonomi Khusus Aceh, juga Wakil Ketua Pansus RUU Otonomi Khusus Papua.

Tentu berbeda dengan eksekusi legislasi belakangan ini, yang katanya bisa RUU menjadi UU tetapi publik ketinggalan prosesnya. Bahkan antara Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah bisa saling lempar tuduhan sebagai pengusul RUU.

Saat menjadi Menteri ATR/Kepala BPN pada Kabinet Kerja Presiden Jokowi periode 2014-2019, salah satu program simpatiknya adalah sertifikasi semua tanah peruntukan rumah ibadah.

Suatu gagasan cerdas, dan surprise bagi para tokoh agama dan sangat disyukuri. Ferry politisi yang bersungguh-sungguh, berkomitmen, dan totalitas.

Integritas Ferry

Sejak Ferry diberhentikan Presiden Jokowi sebagai Menteri ATR/Kepala BPN tahun 2016, sekalipun sedang di puncak perbaikan pola kerja Agraria dan Tata Ruang, sejak itu pula Ferry tidak pernah menunjukkan sikap kecewa apalagi mengumpat.

Ferry diam, diam yang terasa luar biasa, menunjukkan kematangan integritas. Ferry pantas diteladani.

Dua pertemuan kami yang terakhir adalah di Bandung 31 Oktober 2022 pada saat Resepsi peringatan hari ulang tahun Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ke-72 dimana Ferry bersama Prof.DR.Fahmi Idris (Mantan Dirut BPJS Kesehatan) mendampingi Pak JK yang malam itu memberikan sambutan bersama Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Dan di Munas ke-11 KAHMI di Palu, persisnya bertemu pada tanggal 25 November 2022 pada saat gala dinner. Bersalaman erat dan saling menyapa hangat.

Dua kali Munas KAHMI terakhir, Medan (2017) dan Palu (2022) yang memungkinkan bagi siapa saja mendaftarkan diri secara pribadi ataupun didaftarkan oleh Majelis-majelis Kahmi, nama Ferry tidak terdaftar.

Ketika disinggung mengapa tidak ikutan mencalonkan diri jadi Presidium Majelis Nasional KAHMI, Ferry hanya tersenyum. Bagi banyak orang ini dilihat sebagai satu sikap dan integritas.

Ferry merasa setelah menjadi politisi maka tugas-tugas keahlian dan kenegaraannya sudah melekat di medan perjuangan politik, perjuangan yang momentumnya adalah memperjuangkan cita-cita dan harapan HMI diluar HMI/Kahmi untuk mewujudkan masyarakat adil dan Makmur yang diridhoi Allah SWT, sebagai ultimate goal tujuan HMI.

Mengutip cerita dari Hanifah Husein Baldan, istri almarhum kepada berbagai kalangan bahwa Ferry memilih menjadi seorang politisi yang menghabiskan waktunya untuk Ummat dan Bangsa.

Presiden Jokowi saat datang melayat bersama pak Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12) mendoakan Almarhum Ferry diberikan tempat terbaik disisi Allah SWT. Aamiin Ya Rabb’al alaamiin..

Sementara pak JK, mengenang Ferry sebagai sosok yang sangat berjasa kepada Bangsa dan Negara, juga bagi Palang Merah Indonesia (PMI).

Ferry yang Kokoh Ditopang Hanifah yang Tangguh

Ferry Mursidan Baldan (aktifis HMI Bandung) dan Hanifah Husein (aktifis HMI Bogor asal Medan), menurut informasi bung HM Joni,SH, MH (lawyer kondang Jakarta asal Medan) mereka bertemu dan jadian saat Ferry menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI Periode 1990- 1992, dan Hanifah menjadi Ketua Bidang Kohati PB HMI. Mereka duet Tangguh dan berkelanjutan membina Rumah Tangga.

Hanifah putri asal Medan tumbuh dari Pendidikan Agama, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah hingga Aliyah di Perguruan Al- Washliyah Medan, hingga berlanjut ke Fakultas Peternakan Institut Pertanian (IPB) Bogor.

Disini, Hanifah pernah menjadi Ketua Senat Faknak IPB hingga menjadi Dewan Pembina Himpunan Alumni IPB.

Banyak aktifitas Hanifah, wanita tangguh penuh gagasan. Pendiri  PT Takaful Indonesia, Bank Muamalat, Yayasan Mahkota Insan Cita.

Hanifah baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai Kordinator Nasional Forum Alumni HMI-wati (FORHATI) pada Munas XI Kahmi di Palu, Sulawesi Tengah, seminggu yang lalu.

Hanifah juga salah seorang Pendiri dan Eksekutif perkumpulan baru yang bernama Observasi Kesehatan Indonesia (OBKESINDO) atau Indonesia Health Observer (IHO), perkumpulan yang menghimpun para purna bhakti ASN mantan eselon 1 dan 2 berbagai Kementerian/ Lembaga dan Purnawirawan Pati dan Pamen TNI dan Polri yang peduli pada Health and Beyond Health untuk berkontribusi kepada Negara dengan pendekatan Observasi dan Analisa Outcome dan Output serta memberi gagasan solutif, Kolaboratif dan Sinergistik mengatasi pola kerja Lembaga Negara yang tampak semakin egosentrik, sementara masalah multikompleks.

Bukan hanya Hanifah dan keluarga kehilangan Ferry, tetapi puluhan juta anggota HMI, alumni HMI, masyarakat Politik, Umat dan masyarakat umum terkejut, kehilangan Ferry.

Semua mendoakan Ferry wafat dalam husnul khotimah, mendapat ampunan Allah SWT.

Lahumulfatihah..

 

Dr. Abidin/ Dewan Etik MN Kahmi

Editor : delanova | Sumber : foto berbagai sumber
 
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 276
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 138
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 432
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1503
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1322
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya