Jujur itu Mulia, Curang itu Hina

| dilihat 1375

Sem Haesy

Nilai pertama hakikat ibadah shaum (biasa kita sebut puasa) adalah jujur dan kejujuran. Ibu yang pertama kali mengajarkan hal ini. Beliau juga yang menanamkan nilai ini kepada para cucunya yang untuk pertama kali belajar menjalani ibadah shaum.

Saya suka cara ibu menanamkan nilai itu kepada kami dan cucu-cucunya, anak-anak kami. Ibu duduk di kursinya, lalu bercerita tentang shaum.

Saya meminjam cara ibu menghidupkan pemahaman kami tentang shaum. Khasnya kepada anak-anak dan kemenakan saya, atau siapa saja yang (kemudian) meminta saya bicara tentang hal ini. Terutama, kepada mereka yang sedang tertarik mempelajari Islam, dan melakukan converting process ke dalam Islam, baik sebagai muslim atau muslimah.  

Shaum yang bermula dari kata shiyam dalam firman Allah tentang kewajiban bagi kaum beriman (mukminin dan mukminat) tak berdiri sendiri dan hanya sekadar pada bagaimana mengendalikan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu.

Ibu mendidik kami, anak-anaknya dan para cucunya, bahwa kosakata shiyam terkorelasi dengan utuh dengan tattaquun. Maknanya adalah shaum terkorelasi dan terintegrasi dengan taqwa, kualitas kepatuhan manusia sebagai makhluk kepada Allah sebagai Khaliq dan Rabb (yang mencipta dan memeliharanyta).

Manifestasinya adalah: tunduk, patuh, dan menyerah kepada Allah semata, tidak kepada yang lain. Karena kehidupan manusia yang merdeka, tak terpisahkan dari relasi korelasi antara Allah sebagai al Khaliq (Pencipta) dan Rabb (Pemelihara) dengan manusia sebagai makluk (ciptaan).

Dalam konteks shaum yang dipahami sebagai puasa tertulis dalam Taurat, Zabur, dan Injil. Kitab Mahabarata pun mengisyaratkan ihwal puasa, tapi bukan sebagai kewajiban, melainkan tindakan moral dan spiritual untuk memurnikan tubuh dan pikiran dan memperoleh pencerahan dewata.

Shaum memadu-harmoni tindakan jasmaniah (puasa di siang hari) dengan ibadah intens di malam hari, sampai beroleh kemuliaan pada momen the night of power (lailatul qadr) dan kemudian berproses menjadi pribadi (jiwa raga) yang kembali murni, laiknya bayi -- buah cinta dan kasih sayang -- yang lahir dalam keadaan suci (mauludin yuladu alal fithrah).

Secara sosiobudaya, momentum idul fithr di penghujung Ramadan adalah platform yang kokoh bagi kelahiran kembali pribadi, keluarga dan komunitas yang tangguh. Pribadi, keluarga dan komunitas yang sudah ditempa melalui pencarian jiwa, ibadah, refleksi, dan pengendalian jasmani selama satu bulan.

Esensi shaum adalah 'la'allakum tattaqquun' (QS 2 : 134). Kualitas keimanan dalam kesadaran bertauhid, sehingga mencapai tingkat tertinggi dari kekaguman, kegandrungan dan kepatuhan kepada Allah, karena hanya Allah semata yang Akbar, yang di dalamnya terhimpun ke-maha-an yang tak tersandingkan dan tak terbandingkan oleh manusia. Shaum secara berproses mengalirkan hikmah kepada yang melakukannya untuk mewujudkan kesadaran Tuhan di dalam dirinya.

Itu sebabnya, ciri mereka yang sungguh melaksanakan shaum (shoimin), yang pertama adalah dia jujur! Bagi orang-orang beriman yang menjalankan ibadah shaum dengan baik, jujur itu mulia. Dan, curang itu hina.

Firman Allah tentang ibadah shaum tegas menyebut, mewajibkan ibadah shaum kepada orang yang beriman, orang-orang yang menempatkan (hanya) Allah saja sebagai al Mulk (Penguasa dari segala kekuasaan). Kewajiban itu adalah permintaan (talab), karena sesungguhnya shaum adalah hak Allah.

Shaum adalah interaksi orang-orang beriman kepada Allah, laksana hubungan interaktif dengan kekasih yang teramat sangat digandrungi. Hubungan interaktif yang hanya bisa berlangsung di atas titian kejujuran berpegang keteguhan menjalankan amanat. bukan lebuh raya (jalan tol) kecurangan dan kebohongan berpegang pada marka khianat yang memandu ke jalan sesat. Karena ibadah shaum bukan sesuatu yang diwajibkan hanya karena ada kepentingan sesaat. Melainkan karena kontinitas insan beriman di masa kini yang tersambung dengan insan beriman di masa lalu dan masa depan.

Dari kaum mukmin dan mukminat di masa lalu, ibadah shaum menghantar kita kepada peristiwa-peristiwa yang menggambarkan dengan gamblang, bagaimana bersikap jujur (konsisten dan konsekuen mencapai tujuan: kemuliaan taqwa yang ditandai oleh kejujuran dalam kemerdekaan insaniah).  Sikap dan tindakan yang jauh dari curang dan bohong.

Ibadah shaum kita saat ini tak bisa dilepaskan dengan memorial moment di masa lalu, mulai dari turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Muhammad SAW (terjadi 17 Ramadan); pernyataan imani - syahadah Sayyidah Khadijah al Qubra sebagai perempuan pertama yang beriman (19 Ramadan); sampai lahirnya cucu Rasulullah Hasan bin Ali.

Dalam keadaan melaksanakan ibadah shaum juga Rasulullah SAW dan kaum mukminin/mukminat dalam jumlah terbatas (313 pejuang) harus menghadapi 1.300 serdadu yang dikerahkan Abu Jahl dan Abu Lahab (terjadi 17 Ramadan) dan menang. Dalam perang itu, penguasa dzalim Abu Lahab terbunuh; Dalam keadaan beribadah shaum (19 Ramadan), Rasulullah dan kaum mukmin/mukminat berhasil menaklukan Makkah (Fath Makkah) - yang disusul oleh pernyataan ishlah dan perlindungan Rasulullah terhadap musuh-musuhnya, termasuk gembongnya: Abu Sufyan.

Saat menjalankan ibadah shaum bulan Ramadan juga, turun Surah An Nuur dan Al Hujuurat yang menempatkan posisi kejujuran dan kebenaran Siti Aisyah yang terang benderah menghadapi ghibah (rumours), buhtan (hoax) dan fitnah dari kaum fasik produsen dan penyebar hoax. Inilah momentum di masa lalu yang memberi isyarat kita mesti tegas menghadapi kaum yang curang, para perampas hak dan penyamun kebenaran.

Saat menjalankan ibadah shaum juga orang-orang tercinta (Khadjiah al Qubra dan Abi Thalin) wafat. Sepeninggal beliau, Fathimah Az Zahra - puteri yang dikasihinya dan Aisyah - istri yang yang disayanginya, pun wafat di bulan Ramadan.

Dalam ibadah shaum, proses interaksi berbasis hak dan kewajiban (dan pengecualian bagi mereka yang udzur, sakit, kelana, atau mereka yang berkesulitan ekstrem) bermuara pada keadilan. Bagi mereka yang karena faktor-faktor kesulitan yang dihadapinya tidak mampu menjalankan ibadah shaum, bagi mereka berlaku kompensasi moneterial yang disebut fidya. Antara lain dengan ta'amil miskin, memberi makan orang-orang miskin dengan takaran, standar, dan kualitas makanan sebagaimana yang dimakan sehari-hari.

Berbasis kejujuran yang mulia itu pula di bilan Ramadan, masa menjalankan ibadah shaum, Allah Subhanahu wa Ta'ala, turunkan al Qur'an (shahr Ramadhan alladhi unzila fihi ’l-qur'an) pemandu jalan hidup (hudan li ’l-nas), berkualifikasi khas (wa bayyinat min al-hud) sebagai al Furqan: membedakan secara nyata, yang haq dengan yang bathil, yang benar dengan yang salah, yang murni dengan yang palsu, tindakan benar dan tindakan salah.

Ibadah shaum mendidik kita untuk bersikap: Jujur itu mulia, curang itu hina ! |

Editor : sem haesy
 
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 243
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 422
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya
Energi & Tambang