Mengenang Perang Badr 17 Ramadan 02 Hijriah

| dilihat 1196

Ibadah shiyam (puasa) sedang berlangsung di tahun kedua hijriah, lebih 14 abad yang lalu, atau sekira tahun 624 hiijriah.

Ketika itu Rasulullah mengetahui, kafilah dagang Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan, bergerang pulang dari Suriah ke Makkah. Tak kurang 40 unta beriringan dalam kafilah itu.

Kafilah ini dimiliki dan dibiayai kaum musyrik Makkah yang pernah merampok dan merampas harta benda dan menganiaya umat Islam dua tahun sebelumnya, yang menyebabkan Rasulullah SAW memilih jalan hijrah, meninggalkan Makkah, dan kemudian menetap di Madinah. Tidak untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk kepentingan umat Islam yang lebih luas.

Untuk menyelamatkan iman dan tauhid mereka, umat Islam mengikuti Rasulullah, meninggalkan harta benda mereka.  Harta umat Islam itulah yang disita dan dikuasai kaum kafir dan musyrik Quraisy.

Atas isyarat Ilahi, Rasulullah meminta kepada beberapa sahabat untuk menghadang kafilah yang dipimpin Abu Sufyan itu, untuk mengambil ulang harta kaum muslimin dalam bentuk yang lain, yakni ghanimah, pampasan. Sejumlah ilmuwan memprakirakan, harta ghanimah dari khafilah itu, sekira lima puluh ribu dinar dalam koin emas dan dihitung seribu unta.

Para sahabat beraksi. Tak kurang dari tiga ratus orang - gabungan dari muhajirin (yang berhijrah dari Makkah ke Madinah) dan kaum Ansar (penduduk Madinah) berkolaborasi. Termasuk dari suku Aws dan Khazraj.

Tiga ratus dan beberapa orang berangkat dengan tergesa-gesa bersamanya: delapan puluh enam Muhajirun - Muslim Mekah beremigrasi ke Madinah - dan sisanya dari Ansar - Muslim Median - termasuk enam puluh satu dari suku Aws dan seratus enam puluh dari suku Khazraj. Pasukan kecil itu hanya memiliki dua kuda dan tujuh puluh dromedari, dua atau tiga pria bergantian menunggang kuda. Nabi menugaskan Ibn Umm Maktûm - seorang sahabat yang tunanetra untuk bertindak sebagai pemimpin Madinah - melayani umat Islam, sekaligus bertindak sebagai imam di masjid, untuk sementara waktu.

Ketika tiba di Ar-Rawhâ,' Rasulullah menugaskan Mus'ab Ibn' Umayr sebagai pemegang pataka pasukan Muslim, sekaligus panglima perang. Kepada Ali Ibn Abî Tâlib - Rasulullah menugaskan sebagai pemegang panji-panji Muhâjirûn, sekaligus komandan divisi itu. Akan halnya Sa`d Ibn Mu`âdh ditugaskan untuk memimpin brigade Ansar.

Rasulullah mengirim Basbas Ibn 'Amr Al-Juhanî dan 'Adiyy Ibn Abî Az-Zaghb' sebagai pengintai (intelijen merangkap informan), mengumpulkan informasi kafilah ketika mulai mendekati daerah Badr.

Abu Sufyan yang memimpin kafilah kaum musyrik Quraisy itu tahu, kalau mereka akan berhadapan dengan kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Muhammad SAW. Untuk itu, dia mengirim Damdam Ibn 'Amr al-Ghifari ke Mekah lewat jalan lain, untuk memberitahu para petinggi kaum Quraish dan mengirimkan pasukan ke daerah Badr untuk melindungi kafilah.

Abu Jahal dan Abu Lahab segera memenuhi permintaan Abu Sufyan, bahkan terjun sendiri ke lapangan. Dia merasa semua harta kaum muslimin yang sudah mereka sita dan dikonversi menjadi modal bagi kafilah, adalah hak mereka. Menurut kedua pimpinan kaum musyrik Quraisy itu, Rasulullah Muhammad dan umat islam pengikutnya, tak lagi berhak atas apapun yang sudah mereka kuasai sesuka hati.

Seluruh puak kaum Quraisy terwakili dalam pasukan yang dikirim ke Badr, kecuali Bani Adiyy.

Mengetahui situasi berbeda dengan proyeksi awal, Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat untuk meresponnya. Khasnya untuk mengkalkulasi ulang kekuatan pasukannya dengan pasukan kaum musyrik Quraisy yang terkenal paling tangguh di Arab.

Dalam musyawarah itu mengemuka, beberapa sahabat meminta Rasulullah untuk mengurungkan niat. Tidak mengambil risiko bertempur dengan pasukan yang besar dan sangat kuat itu.

"Wahai Rasulullah, mereka itu orang Quraisy yang durhaka! Demi Tuhan, selama ini mereka tidak pernah dikalahkan karena mereka adalah kekuatan yang tangguh dan dahsyat; mereka tidak pernah percaya kepada Allah. Mereka tak akan menyerah kepada kita.  Mereka akan bertarung dengan kita. Persiapkan diri dengan cermat dan lakukan semua langkah yang diperlukan," kata seorang sahabat dari kalangan Ansar.   Sahabat dari kaum Muhajirin bersikap lain. Loyalitas adalah utama bagi mereka, dan akan bersama Rasulullah, apapun yang terjadi.

Rasulullah bicara dan mengingatkan kaum Ansar yang menyambut mereka di Madinah dan telah bersumpah setia  untuk membela Rasulullah dari segala rintangan, jika diserang.  Akhirnya, berbicaralah Sa'ad ibn Mu'âdh, "Ya Rasulullah! Anda mungkin berpikir bahwa Ansar seharusnya hanya membantu Anda di tanah mereka. Atas nama Ansar, saya meminta Anda untuk pergi ke tempat yang Anda inginkan, bergabung dengan siapa yang Anda inginkan, seraya memutuskan ikatan yang Anda inginkan, untuk mengambil dari harta kami apa yang Anda inginkan dan meninggalkan kami apa yang Anda inginkan.  Apa yang Anda ambil lebih berharga bagi kami, daripada apa yang Anda tinggalkan. Apa pun yang Anda perintahkan dan tugaskan, kami akan melakukannya. Demi Tuhan, jika Anda pergi sejauh Birk, kami akan mengikuti Anda; jika Anda menyeberangi laut ini, kami akan menyeberanginya bersama Anda."

Lantas Al Miqdad berkata. "Ya Rasuulullah, bukankah engkau lebih tahu, bagaimana para pengikut Musa berkata kepada Musa: Pergilah kamu dengan Tuhanmu, dan bertempurlah. Kami akan bertarung di kanan dan kiri Anda, di depan Anda dan di belakang Anda."

Pernyataan Sa'ad ibn Mu'âdh dan Al Miqdad merupakan deklarasi akalbudi dan nurani yang sangat prinsip dalam menegaskan komitmen perjuangan. Maka Rasulullah, memerintahkan mereka bergerak ke lembah Badr. 

Melihat gelagat semangat yang sangat luar biasa dahsyat dari pasukan Rasulullah, Abu Sufyan menggerakkan kafilah untuk melarikan diri. Untuk itu, ia mengambil jalan di sepanjang pantai Laut Merah.

Abu Sufyan merasa aman dan yakin, berhasil mengelabui pasukan Rasulullah. Maka, ia mengabarkan kepada petinggi Quraisy, bahwa mereka dapat pulang ke Makkah dengan aman, dan pasukan Quraisy tak perlu dikirim. Surat itu baru tiba ke tangan petinggi Quraisy, ketika kafilah berada di Juhfah.

Pasukan Quraisy ingin kembali ke Makkah, tapi Abu Jahal, pemimpin Bani Makhzum, berseru, "Demi Laata - Maanat dan Uzza (para dewa), kita tidak akan kembali sebelum mencapai Badr." Lantas Abu Lahab mengemukakan, mereka akan berkemah di Badr, sambil menawarkan keramahan yang akan membuat pasukan Muhammad, takut di masa depan.

Al-Akhnas Ibn Shurayq, kepala Bani Zuhrah, berpendapat lain, menurutnya, pasukan sebaiknya kembali ke Makkah. Pendapatnya diabaikan. Maka Akhnas kembali ke Makkah bersama klannya, meninggalkan pasukan Quraisy yang lain.  Melihat itu, klan Bani Hasyim juga ingin kembali. Tapi, Abu Jahal berkeras dengan sikapnya.

Pasukan kaum muslimin yang dipimpin langsung Rasulullah, tiba di lembah Badr itu lebih dulu. Rasulullah bertanya kepada sahabat untuk mencari posisi dan tempat berkemah yang strategis. Al Hubb Ibn Al Mundhir merespon dengan menempati dulu wilayah wadi dengan air yang melimpah untuk menjadi basis pasukan Rasulullah. Al Hubb juga bergerak menguasai beberapa daerah wadi dengan sumur yang berair banyak, mendahului pasukan Quraisy.

Tindakan Al Hubb nyata. Beberapa waktu kemudian, kaum musyrik Quraisy pimpinan Abu Lahab bergegas mendekati lembah dan mencari wadi yang akan menjadi base camp mereka. Rasulullah menugaskan Sa'ad, dan Az-Zubayr ke Badr untuk mengawasi pergerakan musuh.

Keduanya berhasil menangkap budak pasukan Quraisy, dan membawanya ke base camp pasukan Rasulullah. Budak-budak itu kontaj diinteorgasi oleh para sahabat. Budak-budak itu menyatakan dirinya bertugas dan bertanggung jawab atas penyediaan air bagi pasukan Quraisy.

Rasulullah bicara kepada budak-budak, itu, "Katakan di mana orang-orang Quraish." "Di belakang gundukan itu," jawab budak-budak itu. Kemudian terjadi dialog, antara Rasulullah dengan budak-budak itu:

"Berapa jumlahnya?" tanya Rasulullah

"Kami tidak tahu itu.." jawabnya

"Berapa banyak unta dipotong  setiap hari?" tanya Rasulullah lagi.

"Sembilan atau sepuluh.." Jawab budak-budak itu.

Cepat sekali Rasulullah menghitung dan memperkirakan jumlah pasukan musuh. Bila setiap hari unta yang dipotong antara 9 - 10 ekor, artinya pasukan Quraisy, sekira 900 sampai 1000 orang.

 Pada malam hari, hujan turun. Di lokasi musuh, kaum musyrik Quraisy, hujan itu mendatangkan masalah. Basecamp mereka tergenang air, sehingga memperlambat gerak pasukan. Bagi pasukan Muslim, hujan lebat itu berkah untuk mandi, membersihkan dan membasuh mereka dari segala kotoran, sekaligus menghaluskan tanah dan memperkuatnya di bawah kaki mereka.

Rasulullah beranjak ke lokasi yang dipilihkan Al Hubab pada tengah malam.  Sebagian pasukan muslim mendirikan kemah di sana, sekaligus menyumbat sumur Badr lainnya. Al Hubab menyiapkan lokasi tenda Rasulullah di puncak bukit, menghadap ke medan perang, sehingga dapat mengawasi operasi perang dan pertempuran.

Pagi merebak, ketika pasukan Quraisy muncul. Kaum mukminin juga tampil. Rasulullah berdo'a : "Ya Tuhanku.. pasukan musyrikin Quraisy menampakkan kepongahan. Mereka datang untuk menghina dan memperlakukanku sebagai penipu. Aku mohon janji-Mu.."

Abu Bakr Shiddiq mendekatinya dan menyatakan, "Ya Rasulullah.. Dia yang di tangannya memegang jiwamu dan jiwaku, pasti memenuhi janji-Nya."

Seorang malaikat turun dan menjumpai Rasulullah Muhammad. "Aku bersamamu, mendukung orang-orang beriman. Aku akan menggentarkan hati orang-orang kafir. Seribu malaikat akan turun membantumu, berperang di jalan Allah."

Tiga orang Quraisy melontarkan tantangan dengan pongah. Utbah Ibn Rabiah, pemimpin pasukan Quraisy bersama saudaranya Shaybah bin Rabi'ah dan putranya Al-Walid ibn Utbah menantang duel tiga pasukan kaum mukmin. Duel satu lawan satu adalah tradisi bangsa Arab, mengawali pertempuran.

Muncullah tiga orang dari barisan pejuang mukminin: 'Abdullah Ibn Rawah,' Awf Ibn 'Afra' dan saudaranya Mu'awwidh Ibn 'Afra' dari kaum Ansar. Utbah menolak mereka. "Kami lebih suka berduel dengan sepupu kami," ujarnya kemudian.

Lalu tampillah Ali Ibn Abi Thalib, menantu Nabi, `Ubaydah Ibn Al-Harith dan Hamzah Ibn` Abd Al-Muttalib, paman Nabi. Ali dengan cepat mengalahkan lawan langsungnya, Al-Walid. Akan halnya Hamzah cepat mengalahkan Utbah. 'Ubaydah dan Shaybah, bertarung agak lama dengan saling melukai. Shaybah akhirnya tewas di tangan Hamzah, yang turun gelanggang, karenan kaki Ubaydah terputus dan tidak akan bertahan lama.

Perang Badr itu pun terjadi. Rasulullah terus memonitor pertempuran seraya berdo'a. Ikhtiar pertempuran dan do'a Rasulullah mewujudkan kemenangan. Pasukan Quraisy kalah dan berlutut. 70 kafir tewas, ratusan lainnya berhasil dibekuk. Abu Jahal dan Umayyah ibn Khalaf, pun tewas dalam pertempuran ini.

Dari pihak pasukan Rasulullah, jatuh korban 14 orang. Kerugian Muslim berjumlah 14 orang: enam Muhajirun, enam Khazrajites dan dua Situs.

Berkat keteguhan iman dan kepiawaian dalam bersiasat pasukan mukminin yang dipimpin Rasulullah memenangkan Perang Badr. 17 Ramadan yang bertepatan dengan turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Muhammad SAW, pun mesti diperingati sebagai awal kebangkitan dan perlawanan kaum mukmin menghadapi kaum kafir Quraisy yang pongah |  Bang Sem

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 339
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Humaniora
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 102
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 517
Momentum Cinta
12 Mar 24, 01:26 WIB | Dilihat : 526
Shaum Ramadan Kita
09 Mar 24, 04:38 WIB | Dilihat : 446
Pilot dan Co Pilot Tertidur dalam Penerbangan
Selanjutnya