Ulah Ugut Ka Linduan Ulah Geudag Kaanginan

Menghadapi Ancaman Covid-19

| dilihat 765

Bagaimana menghadapi ancaman bencana yang tak pernah kita tahu risiko puncaknya?

Merespon perkembangan virus Covid-19 yang bermula dari Wuhan - China, dan kini membuat sejumlah negara melakukan lock down, mengisolasi diri, seperti yang diumumkan Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte

Italia mengisolasi seluruh wilayah di bagian utara, sejak Senin (9 Maret 2020), termasuk Prefektur Milano. Salah satu tujuan wisata Italia yang paling ramai dikunjungi wisawatan itu, senyap.

Isolasi kawasan ini, menurut kabar terkonfirmasi sebagai manifestasi tanggungjawab atas 40% dari produksi global. Tujuannya adalah mencegah seluruh perekonomian jatuh akibat virus corona yang terus menghantui dunia.

Para petinggi Italia menyaksikan dengan sedih puluhan korban COVID-19 yang terus berjatuhan setiap hari di daerah-daerah di sekitar pusat wisata Venesia dan ibukota keuangan Milan.

Pada hari Ahad, jumlah korban meningkat dari 133 menjadi 366 orang - yang terbesar di luar China itu sendiri. Lantas, pemerintah Italia memutuskan untuk mengisolasi lebih dari 15 juta orang yang tinggal di jantung industri Lombardy dan sekitarnya sampai 3 April.

Iran melakukan hal yang sama dengan Italia. Di Filipina, Presiden Duterte menyampaikan dari Manila, salah satu negara di utara Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, itu juga melakukan hal yang sama.

Sebelumnya pemerintah Kerajaan Saudi Arabia juga melakukan kebijakan, menutup sementara aktivitas ibadah umrah yang melibatkan jutaan manusia.

Malaysia dan Indonesia (setidaknya Jakarta) pun melakukan langkah pro aktif mereview dan menunda aktivitas yang memungkinkan terjadinya interaksi khalayak ramai.

Gubernur Jakarta, Anies Baswedan - melalui akun media sosialnya -- secara penetratif hipodermis tak henti menyampaikan imbauan dan informasi tentang penyebaran virus amat berbahaya itu, yang 'merayap' cepat.

Langkah pro aktif Anies, itu terkesan sedang mempraktikan salah satu kearifan lokal Sunda, "Ulah ugut ka linduan, ulah geudag kaanginan."  Jangan panik, jangan pula gegabah.

Untuk itu, Anies menggalang soliditas seluruh anasir pemerintah dan masyarakat untuk mencegah bencana secara kolektif, dan fokus pada ikhtiar mencegah meluasnya bencana kemanusiaan yang ditimbulkan oleh Covid-19.

Langkah Anies menjadi penting, untuk menghindari terjadinya situasi, yang dalam pepatah Minang disebut: Bak ayam manampak alang, umpamo kuciang dibaokkan lidieh. (Karena kepanikan yang sangat dalam, kehidupan menjadi kocar-kacir).

Tanpa sikap yang jelas dalam menghadapi bahaya kemanusiaan Covid-19, dapat terjadi kepanikan global.

Direktur Jenderal WHO (World Health Organization), Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, dari Jenewa (Rabu, 11 Maret 2020) menyatakan, dalam dua minggu terakhir, jumlah kasus COVID-19 di luar China telah meningkat 13 kali lipat, dan jumlah negara yang terkena dampak telah meningkat tiga kali lipat.

"Sekarang ada lebih dari 118.000 kasus di 114 negara, dan 4.291 orang telah kehilangan nyawanya. Ribuan lainnya berjuang untuk hidup mereka di rumah sakit," ungkapnya.

"WHO telah terus mengamati wabah ini sepanjang waktu dan kami sangat prihatin dengan tingkat penyebaran dan keparahan yang mengkhawatirkan, dan oleh tingkat tidak adanya tindakan yang mengkhawatirkan," katanya.

Organisasi Kesehatan se Dunia, itu pun akhirnya menyatakan penilaiannya, bahwa COVID-19 dapat dikategorikan sebagai pandemi.

Tedros menyatakan, "Pandemi bukanlah kata untuk digunakan dengan ringan atau sembrono. Ini adalah kata yang, jika disalahgunakan, dapat menyebabkan ketakutan yang tidak masuk akal, atau penerimaan yang tidak dapat dibenarkan bahwa pertarungan telah berakhir, yang mengarah pada penderitaan dan kematian yang tidak perlu."

Menjelaskan situasi sebagai pandemi tidak mengubah penilaian WHO terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh virus ini. Itu tidak mengubah apa yang dilakukan WHO, dan itu tidak mengubah apa yang harus dilakukan oleh negara.

"Kami belum pernah melihat pandemi yang dipicu oleh coronavirus. Ini adalah pandemi pertama yang disebabkan oleh coronavirus," ungkap Tedros lagi.

Dia sekaligus menyatakan, "Kita belum pernah melihat pandemi yang dapat dikendalikan, pada saat yang sama."

Untuk itu, WHO memilih pendekatan responsif sejak beroleh informasi tentang virus ini pada kasus pertama.

Karenanya, WHO telah setiap hari meminta negara-negara untuk mengambil tindakan yang mendesak dan agresif.

"Kami telah membunyikan bel alarm keras dan jelas.," tegasnya.

Sebelumnya, Senin (8 Maret 2020) Direktur Jendral WHO, itu mengemukakan, hanya melihat jumlah kasus dan jumlah negara yang terpengaruh tidak menceritakan kisah lengkap.

Dari 118.000 kasus yang dilaporkan secara global di 114 negara, lebih dari 90 persen kasus hanya ada di empat negara, dan dua di antaranya - Cina dan Republik Korea - memiliki epidemi yang menurun secara signifikan.

81 negara belum melaporkan kasus, dan 57 negara melaporkan 10 kasus atau kurang.

Optimistis WHO menyatakan, semua negara masih dapat mengubah arah pandemi ini.

"Jika negara mendeteksi, menguji, merawat, mengisolasi, melacak, dan memobilisasi orang-orang mereka dalam tanggapan, mereka yang memiliki sedikit kasus dapat mencegah kasus-kasus itu menjadi kelompok, dan kelompok-kelompok itu menjadi transmisi masyarakat," jelasnya.

Bahkan, menurut Tadros, negara-negara dengan transmisi komunitas atau kelompok besar dapat mengubah virus ini.

Beberapa negara telah menunjukkan bahwa virus ini dapat ditekan dan dikendalikan.

Dikemukakan juga, "Beberapa negara berjuang dengan kekurangan kapasitas. Beberapa negara lainnya berjuang dengan kekurangan sumber daya. Beberapa negara yang lain, sedang berjuang dengan kurangnya tekad."

Tadros memuji tindakan yang diambil di Iran, Italia, dan Republik Korea untuk memperlambat virus dan mengendalikan epidemi virus ini.

WHO mengemukakan, pandemi Covid-19, sudah sangat merugikan masyarakat dan ekonomi, seperti yang terjadi di Cina.

Dijelaskannya, bahwa "Semua negara harus mencapai keseimbangan yang baik antara melindungi kesehatan, meminimalkan gangguan ekonomi dan sosial, dan menghormati hak asasi manusia."

Mandat WHO, kata Tadros lagi, adalah kesehatan masyarakat. Tetapi kami bekerja dengan banyak mitra di semua sektor untuk mengurangi konsekuensi sosial dan ekonomi dari pandemi ini.

Ini bukan hanya krisis kesehatan masyarakat, ini adalah krisis yang akan menyentuh setiap sektor - jadi setiap sektor dan setiap individu harus terlibat dalam perjuangan.

"Saya telah mengatakan sejak awal bahwa negara-negara harus mengambil pendekatan kolektif yang melibatkan seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat, untuk mengembangkan strategi komprehensif guna mencegah infeksi, menyelamatkan nyawa dan meminimalkan dampak."

Seperti prinsip, "Ulah ugut ka linduan, ulah geudag kaanginan," Tadros merumuskan langkah utama menghadapi Covid-19, dimulai dengan menyiapkan diri - tidak panik menghadapi situasi, sehingga memungkinkan setiap orang mempunyai kesiapan yang matang.

Langkah kemudian adalah mendeteksi, melindungi dan merawat korban. Lantas, mengurangi transmisi, dengan membatasi berbagai aktivitas yang memungkinkan terjadinya percepatan penyebaran.

Lantas, "Ulah geudag kaanginan," memanfaat momentum untuk mempelajari secara mendalam virus ini dan berinovasi melakukan pencegahannya. Termasuk, mengaktifkan dan meningkatkan mekanisme respons kondisi darurat.

Termasuk berkomunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat tentang risiko dan bagaimana mesti melindungi diri mereka sendiri, yang sesungguhnya merupakan urusan semua orang. | (haedar dan tique)

Editor : bungsem | Sumber : berbagai sumber
 
Energi & Tambang
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 101
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 253
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 274
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
Selanjutnya