Pengalaman Spiritual

Pengemudi Taksi itu Bernama Tuti

| dilihat 650

haédar

Beberapa hari lalu, untuk suatu keperluan di daerah Menteng - Jakarta Pusat, saya menggunakan jasa angkutan taxi, langganan keluarga.

Order saya lewat aplikasi direspon oleh pengemudi perempuan, bernama Tuti. Ibu tiga anak, dan berusia sekira 40 tahun.Dari penampilan dan sikapnya, nampak dia berpendidikan tinggi. Santun dan sigap.

Dia minta idzin menerima telepon dari puterinya. Ia pasang ear phone dan terjadilah komunikasi dengan anaknya dalam bahasa Inggris yang fasih dan baik. Saya mendengar dia bercakap via telepon dengan puterinya.

Begitu usai, dia bagi tahu saya, puteri bungsunya yang baru saja menelepon, berusia 8 tahun.

Dari ujarannya merespon sang puteri, saya menangkap, topik pembicaraan tentang do'a sang anak yang berharap, hari itu ibunya beroleh rejeki yang memadai, karena ada sesuatu yang diinginkan.

Saya mengajukan pertanyaan standar, sejak kapan dia mengemudi taksi. Belum genap dua bulan.

"Pekerjaan ini pemberian Allah," ujarnya.

Menjawab pertanyaan saya, barulah dia bercerita. Beberapa kali jeda. Nampak dia mengusap matanya.

Sebelumnya selama 20 tahun dia tinggal di Bali. Suaminya, asal Karratha - Australia Barat. Mulanya salah satu manajer di sebuah hotel di Bali. Lantas, berwirausaha dan mengelola hostel sendiri di Nusa Dua, Bali.

Kehidupan sosial ekonomi baik. Selang dua tahun, suaminya berkongsi dengan temannya dari Belanda. Sejak itu, Tuti tidak terlibat lagi dalam bisnis suaminya. Ia sibuk mengurus tiga anaknya.

uti fokus mengurus tiga anaknya. Suaminya juga tak banyak melibatkannya membicarakan bisnis. Pada Maret 2018, sang suami yang nampak murung dan stress bercerita tentang masalah berat yang dihadapinya.

Untuk mengatasi masalah itu, suaminya sepakat menjual aset bisnis perkongsiannya dengan pihak ketiga. Untuk mengatasi masalah, Tuti merelakan rumah yang dia tempati selama beberapa tahun, dijual. Mereka lalu pindah ke rumah kontrakan, sambil mencari solusi mengatasi masalah.

Bukan solusi yang dia dapat, malah masalah yang terus bertambah dan kian kompleks. Suaminya bahkan terlempar dari perkongsian bisnis, itu dengan kompensasi yang tak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Tuti dan suaminya beralih usaha di sektor lain, karena suaminya masuk dalam black list perbankan. Pendek cerita kehidupannya makin terpuruk. Optimisme dan semangatnya surut karena terus menerus tertimpa masalah. Suaminya mengalami stroke.

Januari 2020, suaminya meninggal dunia. Situasi makin membuat dirinya terpuruk di jalan buntu. Tuti tak lagi berani meminta bantuan kepada saudara dan famili. Dia marah kepada Tuhan yang dianggap mempermainkan takdirnya. Karena terpaksa, dia penuhi juga permintaan kakaknya untuk pindah ke Jakarta. Tapi, persoalan berat terus mengikutinya. Dia ingin mengakhiri hidupnya.

 

"Sejak beberapa bulan sebelumnya saya tidak lagi ikut kebaktian. Saya sudah sampai di titik nadir, ketika bertanya, 'pengakuan doa macam apalagi yang harus dilakukan,' tak berjawab solusi," ceritanya.

Lima bulan lalu dia memboyong anak-anaknya. Suatu pagi, usai bicara menitipkan anak-anaknya, dia tinggalkan rumah kakaknya. Dia mencari gedung tertinggi di kawasan Semanggi, hingga menjelang siang.

"Saya terinspirasi pengusaha yang lompat dari kamar hotel.. bunuh diri," ceritanya. "Pikiran saya tertuju ke tempat itu," ujarnya.

Langkah saya terhenti, di sebuah kios kecil. Dari warung itu saya mendengar seorang ibu mengatakan, "Tak ada takdir buruk, semua takdir baik. Cuma manusia saja yang sombong. Ingin memaksa Tuhan memenuhi apa yang dia mau. Takdir memang bisa diubah dengan do'a, tapi harus ada tatakramanya."

Tuti pura-pura membeli air mineral, penjaga warung sedang menyimak ceramah seorang ibu via youtube di warung itu, yang disambungkan ke loudspeaker. "Saya ikuti ceramah itu. Hati saya kayak digedor, ketika ibu yang ceramah itu bilang, mereka yang bunuh diri dosanya tak terbilang, karena merampas hak Tuhan untuk menentukan akhir kehidupan manusia. Manusia harus berani hidup. Ikuti apa yang dikehendaki Tuhan, jangan minta Tuhan mengikuti maunya kita." ujar Tuti lagi.

Tuti meninggalkan warung kecil itu, sambil menyesali dirinya. Dia jalan kaki sampai ke Senayan City, dan sepanjang jalan itu dia merenung, airmatanya terus mengalir.

Di angkutan umum yang dia naiki kemudian, dia terus merenung. Tiba di rumah kakaknya, sudah maghrib. "Saya lihat Pak Min, pembantu di rumah kakak saya sedang salat Maghrib. Saya tercenung menyaksikan. Sesudah itu saya tanya: Tadi bapak ngaji apa?"

Suami isteri itu terkekeh dan menjelaskan, dia membaca Alfatihah dan membaca surat 'Alam Nashro.' Pak Min membacakan terjemahannya. "Saya tercenung. Keesokan pagi sekali saya intip, Pak Min dan istrinya sedang salat shubuh," ceritanya.

"Pak Min dan Mbok Min ajarin saya sembahyang dong..," pinta Tuti. Mbok Min berbisik, "Tante Tuti mesti syahadat dulu.." Sejak itu saya sering ke kamar mereka untuk belajar. Sekali-sekali ikut mendengarkan ceramah dari siaran televisi di kamar itu.

Pak Min memberikan saya buku kecil tentang tuntunan salat. Saya mempraktikannya, "gerakannya kan seperti olah raga." Tuti ikutan salat, dan belajar kilat. Dia hafal Al Faatihah, Surah Al Ikhas, Al Falaq, An Naas, Al Ashr, dan Al Insyirah. Dua anaknya yang masih kecil, mengikuti Tuti. Di antar Pak Min, Tuti bersyahadat di Masjid Al Azhar.

"Sejak saat itu, saya dapat kerjaan bawa taksi ini. Ajaibnya walaupun penumpang tidak banyak, saya sering dapat tips. Setiap kali anak-anak saya menginginkan sesuatu dan berdo'a habis subuh, hari itu juga saya dapat rejeki yang bisa memenuhi keinginannya," ujar Tuti.

"Alhamdulillah.. sudah sebulan ini saya bisa ngontrak rumah sendiri. Anak saya yang sulung masih ikut kakak saya. Masih perlu waktu meyakinkan dia tentang Islam yang saya peluk sekarang," katanya memungkas cerita.. |

Editor : eCatri
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1096
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 432
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1503
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1322
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya