Qanaah dalam Berkeluarga

| dilihat 1401

SETIAP kali menjadi saksi pernikahan, hal yang selalu menjadi perhatian saya setelah berbagai hal yang berhubungan rukun nikah, adalah khutbah nikah. Beragam cara dilakukan untuk menyampaikan khutbah nikah.

Sebagian terbesar khutbah nikah disampaikan menggunakan bahasa ibu (untuk kita: bahasa Indonesia), sehingga seluruh khalayak yang menghadiri pernikahan, mengerti dan memahami esensi dari khutbah itu.

Ada juga, kelompok masyarakat yang lebih suka menggunakan bahasa Arab, lengkap dengan qira’atus sab’ah, laiknya membaca Al Qur’an, dengan segala kefasihan.

Saya lebih suka khutbah nikah menggunakan bahasa ibu, karena difahami dan dimengerti oleh khalayak ramai, katimbang bahasa Arab yang dipahami hanya oleh segelintir orang saja.

Umumnya yang disampaikan dalam khutbah nikah adalah seruan untuk bertaqwa, menegakkan keyakinan tauhid, seruan bertaqwa, ajakan untuk melaksanakan tata kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat secara Islami, dan kemudian bagaimana membangun keluarga sejahtera, penuh kasih sayang, dan cinta. Keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Pada bagian yang terkait dengan seruan menjalani kehidupan rumah tangga bahagia sejahtera semacam itu, yang kerap kali disampaikan adalah bagaimana bersikap qana’ah. Menerima dengan sukacita realitas kehidupan, khususnya rezeki yang diberikan Allah atas hasil usaha (ikhtiar) yang dilakukan.

Sikap qana’ah adalah sikap menerima rezeki secara ikhlas, karena apa yang diberikan Allah, pasti terjamin cukup, bila manusia mengelolanya dengan benar. Merasa cukup atas pemberian Allah Ta’ala adalah refleksi dari keimanan dan ketaqwaan. Secara syariat, harus dijalani dengan manajemen yang baik.

Prioritas

MENGELOLA rezeki yang diberikan Allah kepada kita dengan baik, merupakan cara yang harus ditempuh oleh siapa saja, sejak memulai pernikahan, kehidupan berumah tangga. Karena itu, kehidupan rumah tangga harus dilandasi oleh perencanaan yang sebaik-baiknya. Sebaik-baiknya perencanaan dalam mengelola rumah tangga adalah menjalani kehidupan yang tidak ‘besar pasak daripada tiang’.

Perencanaan rumah tangga, bermula dari konsep dasar yang disepakati pasangan suami isteri (pasutri). Bila konsep dasarnya adalah kesederhanaan, maka kata kuncinya adalah hemat: efektif dan efisien. Nilai yang diperoleh dari hasil ikhtiar (dalam kurun waktu tertentu) lebih besar dari belanja. Dengan demikian, pasutri dapat merencanakan keuangan rumah tangga. Misalnya, menabung.

Menabung merupakan sesuatu yang penting dan strategis dalam kehidupan berumah tangga, sekecil apapun. Menabung itu sendiri merupakan bagian tak terpisahkan  dari keseluruhan konsep investasi yang halal dan baik.

Mereka yang menjalani kehidupan rumah tangga secara qana’ah, dapat dijamin, mampu mengelola keuangan rumah tangganya dengan baik. Semakin qana’ah, semakin memotivasi diri untuk berikhtiar lebih keras dan lebih intens untuk memperoleh rezeki lebih banyak, halal dan baik.

Mereka yang hidup qana’ah, dapat dipastikan mampu menentukan prioritas pada kurun waktu tertentu. Prioritas itulah yang akan memandu pasutri mengawali hari-harinya dengan pemahaman dan pengertian. Apalagi, ketika rumah tangga itu dijalani berdasarkan prinsip equity and equality.

Bagi pasutri yang baru saja melakukan pernikahan qana’ah merupakan cermin jernih untuk mencapai hidup hemat dan berkah. Bagi pasutri senior, qana’ah akan menjadi panduan untuk mengatasi berbagai salah paham dalam hal mengurus ekonomi rumah tangga. Sikap inilah yang dicontohkan oleh begitu banyak pasutri yang akhirnya hidup bahagia sejahtera, penuh kasih dan cinta. | Bang Sem

Editor : Web Administrator | Sumber : Foto Foreign Policy
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 634
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 784
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 751
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Energi & Tambang