Wala

| dilihat 787

Bang Sém

SEORANG teman bertanya kepadaku tentang loyalitas kepada pemimpin, yang kepemimpinannya dikukuhkan oleh pernyataan pilihan kita kepadanya.

 Kukatakan padanya tentang Wala', yaitu loyalitas murni. Terutama, karena saya meyakini kedua pemimpin yang memperoleh kepercayaan rakyat ini adalah orang-orang beriman. Bukan orang-orang kafir.

Bagiku, siapa saja - termasuk diri sendiri - tergolong 'orang kafir,' ketika mengabaikan (dan apa lagi melawan) konstitusi dan ketentuan hukum yang kita sepakati bersama. Sepanjang konstitusi dan ketentuan hukum itu, berpucuk pada ketaatan kita kepada Allah,

Rasulullah Muhammad SAW, dan para pewarisnya yang konsisten dan konsekuen. Tidak menambah-nambah dan tidak pula mengurangi apa yang diucapkan, diajarkan, dan dicontohkan oleh penghulu segala rasul itu. Sang teman mengatakan, bukankah Indonesia bukan negara Islam?

Ya. Indonesia bukan negara Islam, tetapi, saya seorang muslim. Bagi saya, terikat aturan dan hukum agama, serta aturan dan hukum negara. Lagi pula Allah dan Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh pewarisnya yang konsisten menegaskan dimensi Islam sebagai nilai hidup yang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.

Soal pluralitas, Allah sendiri telah menegaskan, bagaimana Ia menciptakan manusia berpuak-puak, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dan karena itu kita mesti meneguhkannya dalam harmonitas, berbasis cinta. Soal keyakinan dan agama, setiap muslim mesti berteguh pada prinsip: laa kum dinukum wa liyaddiin. Agamaku adalah agamaku, dan agamamu adalah agamamu. Tak ada paksaan dalam hal beragama.

Memang tak bisa dihindari kenyataan bahwa penganut-penganut agama tertentu tak akan pernah rela, menyaksikan Islam tegak sebagai rahmat atas alam di seantero jagad. Mereka memusuhi umat Islam dan tak pernah rela menyaksikan seorang mukmin sukses melaksanakan kepemimpinannya.

Dalam konteks demikian, sikap kita sangat sederhana: tak boleh sedikit pun umat Islam dalam tekanan dan intervensi. Karena bagi kita, ketika seorang mukmin memimpin suatu bangsa, maka seluruh rakyat (apa pun agama, suku, dan bangsanya) harus merasa aman menjalankan peri-kehidupannya.

Sebagai muslim, saya meyakini, agama adalah cinta. Dan atas dasar cinta itulah, tumbuh wala'. Loyalitas.

Allah berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian ambil orang-orang kafir sebagai pemimpin, sebagian mereka menjadi pemimpin sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu yang mengambil mereka menjadi pemimpin, maka orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi hidayat bagi orang-orang yang lalim." (Q.S. Al Maidah: 51).

Loyalitas kepada pemimpin, sesuai dengan prinsip demikian, merupakan loyalitas imani. Karena seorang pemimpin yang tunduk dan patuh kepada Allah SWT dan mengikuti seluruh yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW, seraya bekerja keras dan berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat rakyatnya, wajib memperoleh loyalitas dari rakyatnya. Sesungguhnya yang mengangkat dan menurunkan seseorang dari posisi kepemimpinannya adalah Allah, proses politik hanyalah cara seorang pemimpin naik atau turun.

Wala' mengisyaratkan loyalitas mengandung makna yang kompleks dan luas. Termasuk melindunginya dari intrik, hasad, hasud, dan berbagai upaya lainnya. Termasuk fitnah dan black campaign.

Setarikan napas, wala' juga mengisyaratkan, bahwa di dalam loyalitas terdapat kewajiban melindungi pemimpin konsisten dan konsekuen menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan amanah yang diberikan rakyat kepadanya.|

Editor : Web Administrator
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 733
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 890
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 841
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1182
Rumput Tetangga
Selanjutnya