Pelajaran dari Krisis Sri Lanka

Berutanglah Padaku Kau Kubekuk

| dilihat 477

Judul ini terinspirasi dari analisis Amalendu Misra, Profesor Politik, Filsafat dan Agama di Universitas Lancaster atas kasus jumpalitnya negara pulau Sri Lanka.

Analisis dan komentar Misra, pertama kali dipublikasi oleh The Conversation, kemudian dipublikasi oleh CNA (Sabtu, 16/7/22), Singapura, negara pulau yang sering disebut sebagai negara kota di Asia Tenggara.

Gotabaya Rajapaksa - Presiden Sri Lanka yang mengundurkan diri (Jum'at,15/7/22) kabur dari negerinya menggunakan pesawat jet militer ke Maladewa. Lalu, menumpang pesawat Saudia ke Singapura.

Rajapaksa adalah contoh politisi dan petinggi negara terburuk di paruh awal abad ke 21 ini. Presiden yang tidak bertanggungjawab dan senang menutupi ketidakmampuan dirinya dengan menyalahkan petinggi-petinggi negeri sebelumnya.

Petinggi dan politisi dari partai berkuasa Dullas Alahapperuma, itu kabur bersama istrinya, menghindar dari amukan ratusan ribu rakyat yang melakukan aksi unjuk rasa, lantas menduduki kantor dan istananya yang mewah, sepekan lalu.

Ruang kerja, kamar tidur, ruang makan, bahkan kolam renang di istana Kepresidenan Sri Lanka diserbu dan dimasuki oleh rakyat yang melakukan aksi demonstrasi.

Rakyat yang menggerudug istana itu, coba merasakan 'kenikmatan' yang selama ini dinikmati Rajapaksa di tengah krisis ekonomi dan moneter yang parah.

Berbulan-bulan aksi protes berlangsung, bereaksi atas kesengsaraan tak berkesudahan. Mulai dari antre bahan bakar dan pangan, sampai buruknya layanan sosial kepada rakyat.

Ketika menyerbu istana, rakyat kian marah, karena membayangkan kemewahan hidup Rajapaksa beserta keluarganya.

Alih-alih mendahulukan pengakuan atas kegagalan yang ditutupi dengan dusta, Rajapaksa malah berkilah, bahwa dirinya sudah mengambil "semua langkah yang mungkin" untuk mencegah krisis ekonomi yang melanda negara yang pernah diwarnai oleh pertarungan etnik dan politik perkauman, itu.

Dalam suratnya yang dibacakan secara resmi oleh Dhammika Dasanayake, sekretaris jenderal parlemen Sri Lanka, Rajapaksa mengatakan, krisis keuangan Sri Lanka berakar pada salah urus ekonomi selama bertahun-tahun sebelum kepresidenannya.

Ia juga menyebut pandemi nanomonster COVID-19, sebagai musabab. Virus mematikan yang semula menjalar di China, itu secara drastis mengurangi kunjungan pelancong - sumber pendapatan terbesar -- ke Sri Lanka. Musabab lain, tulis Rajaksa, adalah terputusnya pengiriman uang dari para pekerja migran yang bekerja di luar negeri.

Alhasil, Rajapaksa mengatakan, bahwa dirinya telah mengambil semua langkah yang mungkin untuk mengatasi krisis ini. Tak terkecuali, membentuk pemerintahan koalisi persatuan dengan semua partai.

Berbagai analisis yang mengemuka di berbagai media internasional, menyebut, kemalangan Sri Lanka karena salah urus pemerintahan dan ekonomi.

Alamendu Misra menyebut, kesengsaraan ekonomi Sri Lanka sebagian besar disebabkan oleh korupsi di antara elit politik negara itu.

Profesor itu berpendapat, salah urus pemerintahan, terlihat pada beberapa kebijakan. Antara lain, pemotongan pajak yang tidak terjangkau dan proyek infrastruktur megah telah yang membuat kocek perbendaharaan itu kosong, sedangkan ketidakseimbangan perdagangan yang sangat besar, telah menguras cadangan devisa negara. Akhirnya, negara pun bapet alias miskin paripurna.

Kondisi tersebut, kian diperburuk oleh keputusan untuk membayar utang daripada restrukturisasi kepada China, yang telah menjadi salah satu kreditur terbesar Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka tak berkutik, ketika tetiba,  China menolak konsesi apa pun, karena khawatir bahwa pemotongan utang Sri Lanka – yang terjerat akibat China Belt and Road Initiative yang beken dengan OBOR (One Belt One Road).

China, menuriut Misra, mendorong negara-negara debitur lain untuk melakukan hal yang sama dan menempatkan China Belt and Road Initiative dalam bahaya. Misra menyebut, Sri Lanka gagal membayar utangnya (2017) untuk pembangunan pelabuhan Hambantota senilai US$1,1 miliar di pantai selatan Sri Lanka.

Akibatnya, Sri Lanka dengan terpaksa kudu menandatangani persetujuan pembangunan pelabuhan – dan ribuan hektar tanah di sekitarnya – dengan sistem sewa selama 99 tahun. China memiliki 43 persen dari pengembangan besar-besaran Colombo Port City itu.

Misra mengemukakan, Red Lantern Analytica - lembaga pemikir yang berbasis di Delhi, telah mengemukakan (9/7), bahwa China telah menggunakan 'Diplomasi Perangkap Utang' yang licik untuk mendapatkan keunggulan strategis menekuk bangsa-bangsa pengutang dan menyandera ekonominya. Maka berlakulah adagium, "Berutanglah kepadaku, kau kubekuk."

Red Lantern Analytica menegaskan, 'Diplomasi Perangkap Utang' ini kudu menjadi peringatan bagi negara-negara lainnya (terutama di Asia dan Afrika) yang telah banyak berutang kepada China.

Karenanya, dalam hal kebangkrutan Sri Lanka, negara pulau berpenduduk 22 juta jiwa dengan cadangan devisa yang telah menyusut mendekati nol dan inflasi utama mencapai 54,6 persen bulan lalu, menurut Misra, Beijing juga harus bertanggung jawab.

Bloomberg News (15/7) memberitakan, China akan menyetujui pinjaman baru Sri Lanka, sebesar US$4 miliar, 'pada titik tertentu.' Informasi itu mengemuka, terkait dengan aksi pemerintahan sementara Sri Lanka melanjutkan negosiasi dengan China.

Palitha Kohona, mantan Duta Besar dan Kepala Perwakilan Tetap Sri Lanka di PBB yang memimpin negosiasi, dalam suatu wawancara dengan Bloomberg News di Beijing, mengemukakan, Kolombo mengajukan pinjaman kepada China sebesar US$1 miliar untuk membayar jumlah yang setara dengan utang China yang akan jatuh tempo tahun ini.

Kohona juga menjelaskan, Sri Lanka juga mencari jalur kredit US$1,5 miliar untuk membayar impor China dan aktivasi swap US$1,5 miliar.

Dikatakannya, Sri Lanka memerlukan dana untuk melakukan stabilisasi sistem keuangan negara itu. Kohona yakin, China akan memberikan utang lebih cepat, dibandingkan dengan kreditor lain. | Askarita

Editor : delanova | Sumber : Bloomberg, CNA, BBC, AlJazeera
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 339
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 275
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 138
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya