Undang Undang Hijab Terkait Otonomi Luas Bangsamoro

Hari Hijab Nasional Filipina Mulai 1 Februari 2021

| dilihat 798

MANILA kian 'berwarna.' Ibukota Republik Filipina - negara kepulauan di Asia Tenggara, itu memulai tonggak baru perjalanan kebangsaannya, ketika Kongres Filipina mengetukkan palu persetujuan Rancangan Undang Undang yang menetapkan 1 Februari sebagai Hari Hijab Nasional, yang dirayakan setiap tahun, sejak 1 Februari 2021.

Filipina yang dipimpin Presiden Rodrigo Duterte yang berkuasa atas wilayah meliputi 7.641 pulau yang membentang lebih dari 300.000 kilometer persegi, itu memastikan, Hari Hijab Nasional, itu untuk mempromosikan "pemahaman yang lebih dalam" tentang praktik Muslim, serta toleransi terhadap agama lain di seluruh negara.

Filipina yang memekikkan kemerdekaannya dari penjajahan Kekaisaran Spanyol pada 12 Juni 1898, setelah puncak Revolusi Filipina, itu merupakan negara dengan penduduk mayoritas Katholik. Namun Presiden Duterte dengan tegas dan terbuka menyatakan, di wilayah negara yang berbatasan dengan Pulau Miangas (Indonesia), itu pemahaman mendalam tentang praktik muslim dan muslimah mesti dilakukan dengan aksi. Bukan dengan kata-kata.

Kongres Filipina pun mengambil langkah pasti, dengan suara bulat menyetujui RUU tersebut, pada Selasa, 26 Januari. 203 wakil rakyat - anggota parlemen negara, itu memberikan suara untuk langkah tersebut.

Keputusan Kongres dengan suara bulat, itu disambut rasa syukur dan terima kasih oleh Amihilda Sangcopan, wakil rakyat dari partai Anak Mindanao Amihilda Sangcopan, yang menggunakan hak inisiatifnya mengajukan RUU DPR No. 8249, berterima kasih kepada semua anggota parlemen karena mengesahkan undang-undang tersebut.

Undang-undang tersebut berupaya untuk mempromosikan pemahaman yang lebih besar di kalangan non-Muslim tentang praktik dan "nilai asasi mengenakan jilbab, sebagai tindakan kesopanan dan martabat bagi wanita Muslim." Sekaligus mendorong wanita Muslim dan non-Muslim " merasakan manfaat dari mengenakannya. ”

Keputusan parlemen tersebut, juga bertujuan untuk menghentikan diskriminasi terhadap hijabi dan mengakhiri kesalahpahaman tentang pilihan busana, yang sering disalahartikan sebagai simbol penindasan, terorisme, dan kurangnya kebebasan.

Undang-undang tersebut juga merupakan upaya untuk melindungi hak kebebasan beragama bagi perempuan Muslim Filipina dan "mempromosikan toleransi dan penerimaan agama dan gaya hidup lain" di seluruh negara.

Sangcopan mengatakan bahwa "wanita berhijab telah menghadapi beberapa tantangan di seluruh dunia." Dia mengutip contoh dari "beberapa universitas di Filipina, yang (selama ini) melarang pelajar muslimah mengenakan jilbab atau hijab."

Sangcopan mengatakan, selama ini, “beberapa dari siswa ini terpaksa melepas hijabnya untuk mematuhi peraturan dan ketentuan sekolah, di antara mereka, bahkan ada yang terpaksa putus sekolah atau dipindahkan ke institusi penndidikan lain. Ini jelas merupakan pelanggaran kebebasan beragama siswa."

Dinyatakannya, pengesahan undang-undang tersebut, akan "berkontribusi besar untuk mengakhiri diskriminasi terhadap hijabi."

Sangcopan menegaskan, “Mengenakan jilbab adalah hak setiap wanita Muslim. Ini bukan hanya sepotong kain, melainkan sebagai cara hidup yang diyakini harus dilakukan. Sudah dijelaskan dalam kitab suci umat Islam, Al-Qur'an, bahwa setiap wanita Muslim wajib menjaga kesucian dan kesederhanaannya.”

Keputusan parlemen itu direspon positif oleh Potre Dirampatan Diampuan, salah satu wali dari United Religions Initiative’s Global Council. "Undang-undang ini merupakan "tonggak sejarah" bagi Filipina," tegasnya.

Dia menyatakan kepada ArabNews, “Ini adalah latihan dalam apa yang kami sebut inklusivitas. Saya pikir ini adalah langkah yang sangat disambut baik oleh komunitas Muslim."

“Seorang wanita berjilbab di sini selalu dilihat sebagai pemandangan kedua. Undang-undang ini akan membuatnya menjadi pemandangan yang umum. Jilbab akan menjadi bagian dari pakaian kami sebagai orang Filipina, ”tambah Diampuan.

Menurut Otoritas Statistik Filipina, kini terdapat lebih dari 10 juta Muslim di Filipina dari total populasi 110.428.130 penduduk berdasarkan data kependudukan terbaru.

Diampuan mengatakan bahwa Undang-undang tersebut merupakan “pengakuan terhadap populasi Muslim di negara ini” dan menolak gagasan bahwa mengenakan jilbab atau hijab sama dengan penindasan.

“Kecuali Anda telah memeluk agama dan memahaminya, Anda tidak akan menghargai budayanya,” katanya, seraya menambahkan, bahwa langkah tersebut dapat lebih mendorong pemberdayaan perempuan di negara tersebut.

“Wanita harus dihargai bukan dari penampilan mereka, tetapi dari apa yang mereka ketahui, apa yang mereka lakukan, dan apa yang mereka kontribusikan kepada masyarakat…," kata Diampuan.

Menurutnya, "Ketika masyarakat sekuler mengatakan bahwa kecantikan ada di mata yang melihatnya, saya pikir Islam akan mengatakan bahwa kecantikan ada di hati orangnya. ”kata Diampuan.

Undang-undang tersebut mengamanatkan Komisi Nasional Muslim Filipina untuk merayakan Hari Hijab Nasional dengan mempromosikan dan meningkatkan kesadaran tentang hijabi di Filipina.

Pada sidang kongres ke-17, Undang-undang serupa dikemukakan oleh Sitti Djalia “Dadah” Turabin-Hataman, memungkas penyampaian pandangan terakhir di Dewan Perwakilan Rakyat.

Pengesahan Undang-undang ini memakan waktu 36 bulan, sejak Sangcopan, mengajukannya dalam agenda legislasi nasional Filipina pada 2018.

Hijab adalah kerudung yang menutupi kepala dan dada, dikenakan oleh wanita muslimah yang telah mencapai usia puber, untuk membatasi pandangan pria dewasa di luar keluarga dekat mereka.

Hijab juga mengacu pada penutup kepala, wajah, atau tubuh apa pun yang sesuai dengan standar kesopanan tertentu untuk muslimah. Para pemakainya disebut hijabi.

Di Filipina, Islam dianut oleh penduduk yang sebagian besar di Pulau Mindanau. Keberadaannya menjadi agama terbesar kedua di Filipina.

Di Mindanao terdapat Daerah Otonom Muslim Mindanao, meliputi provinsi Basilan, Lanao del Sur, Maguindanao, Sulu Tawi-Tawi, tetapi tidak termasuk Kota Isabela di Basilan dan Kota Cotabato di Maguindanao.

Undang-undang ini sekaligus menegaskan ekuitas dan ekualitas bagi perempuan muslimah dalam kiprahnya di berbagai lapangan dan aspek kehidupan. Termasuk di lapangan pekerjaan.

Selama ini, Filipina mengalami perubahan dari negara agraris menjadi negara agraris dan trader, dengan ekspor utama meliputi produk elektronik, semikonduktor, peralatan transportasi, bahan bangunan, dan mineral.

Filipina juga menjadi destinasi wisata dunia, dengan sesanti, "Lebih Menyenangkan Di Filipina." Di antara daya tarik wisata utamanya adalah Pulau Boracay di Aklan, Sungai Bawah Tanah Puerto Princesa di Palawan, Bukit Cokelat di Bohol, Gunung Berapi Mayon di Albay, Pulau Siargao di Surigao del Norte, dan Terasering Banaue di Ifugao, serta kota-kota Manila. , Baguio, Vigan, Cebu, dan Davao.

 

Pengesahan undang undang Hari Hijab Nasional, merupakan langkah maju Filipina di bawah kepemimpinan Duterte terkait dengan pendekatan politik terhap umat Islam, khasnya bangsa Moro.

Undang-undang ini dinilai terkait, meski tak langsung, dengan sikap Presiden Rodrigo Duterte menandatangani undang-undang penting yang bertujuan memberikan otonomi yang diperluas kepada Muslim di selatan negara itu.

Ketika undang-undang itu disahkannya (2018), melalui juru bicaranya, Duterte menyatakan, undang-undang (otonomi) tersebut diharapkan dapat membawa beberapa parameter perdamaian ke wilayah yang terhambat selama empat dekade oleh kekerasan separatis.

Undang-undang yang lama tertunda itu muncul empat tahun setelah pemerintah menandatangani kesepakatan damai dengan kelompok Front Pembebasan Islam Moro, yang membatalkan upayanya untuk kemerdekaan penuh dengan imbalan hak untuk memerintah sendiri (zelfbestuur politiek).

Front ini telah melakukan perlawanan sengit terhadap pemerintah, sejak 1978 dan menewaskan sekitar 120.000 orang dan mendorong kantong-kantong jauh di selatan Filipina ke dalam siklus kemiskinan dan kekerasan yang ekstrem.

Undang-undang yang disebut Undang-Undang Organik Bangsamoro, menurut Juru bicara presiden, Harry Roque, “Setelah banyak perdebatan, presiden menandatangani Undang-Undang Organik Bangsamoro.” kata Roque dalam sebuah wawancara.

Undang-undang tersebut mengamanatkan perluasan daerah otonom yang pada awalnya akan dipimpin oleh "otoritas transisi" yang sebagian besar terdiri dari mantan pejuang sebelum akhirnya diatur oleh parlemennya sendiri. | noorysa

Editor : delanova | Sumber : NewYorkTimes, ArabNews, WPR, dan sumber lain
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 423
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 995
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 231
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 707
Momentum Cinta
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 712
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 869
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 820
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya