Dari Diskusi dengan SBY di Cikeas

Jaga Stabilitas Harga Kebutuhan Pokok

| dilihat 1723

AKARPADINEWS.COM | KETUA UMUM Partai Demokrat Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyambut baik rencana Presiden Jokowi mengambil langkah kebijakan mengatasi masalah ekonomi yang sedang menekan Indonesia. Warga Puri Cikeas yang pernah menjabat Presiden RI (2004-2014) itu mengungkapkan optimismenya, bahwa pemerintahan Jokowi – JK akan mampu mengatasi masalah.

Keyakinan SBY tersebut mengemuka, karena di dalam pemerintahan Jokowi – JK, selain ada Presiden Jokowi, juga ada ada Wakil Presiden Jusuf Kalla, Darmin Nasution, Rizal Ramli, Rini Soemarno, dan Bambang Brodjonegoro. Selain itu, juga berpartner dengan Gubernur BI Agus Martowardojo, termasuk dukungan penuh dari mantan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Dalam kesempatan berdiskusi dengan sejumlah pemimpin redaksi dan wartawan senior di ruang perpustakaan kediamannya di Puri Cikeas, Kamis (27/8/15) malam, yang juga dihadiri petinggi DPP Partai Demokrat itu, SBY mengajak rakyat tetap optimistis.

“Indonesia belum memasuki krisis ekonomi,”ungkapnya. Karena itu, langkah kebijakan yang akan ditempuh Presiden Jokowi, merupakan upaya untuk mencegah terjadinya krisis itu. SBY tak memungkiri realitas sosial, bahwa kini rakyat merasa terjadi kemunduran ekonomi, yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Dalam konteks itu, SBY mengemukakan, dunia usaha, semua kepala daerah dan seluruh rakyat, harus membantu pemerintah mencapai sejumlah sasaran yang harus dicapai. Terutama, karena sasaran itu bertujuan kepada peningkatan kesejahteraan rakyat.

SBY menyarankan, agar pemerintah tetap menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak terus menurun. Perlambatan ekonomi, itu biasa dan bisa terjadi di mana saja. Namun, harus dijaga agar pelambatan pertumbuhan ekonomi itu tidak sampai di bawah 4 persen. Begitu juga dengan nilai tukar Rupiah, harus dijaga agar tidak sampai tembus pada angka psikologis Rp15 ribu.

Bila perlambatan berada di bawah 4 persen, situasinya akan kritis. Investasi akan melambat, pengusaha akan terpicu melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran dan kemiskinan akan meningkat.

USAI DISKUSI PROF. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO MENYAMPAIKAN PENJELASAN KEPADA PERS | FOTO SEMHAESY

Dalam konteks itu, dari pengalamannya menghadapi situasi sejenis, pada tahun 2008 dan masa sebelumnya, SBY mengemukakan, perlu dilakukan keep buying strategy. “Pastikan rakyat masih bisa membeli barang dan jasa, kebutuhan rumah tangga. Tidak salah bantu rakyat dengan kucurkan APBN."

Karena masih ada yang membeli, ada demand, perusahaan (terutama sektor riil), menurut SBY tidak akan bangkrut. Artinya, PHK bisa dicegah, meskipun penerimaan negara dari pajak berkurang. Tetapi masih ada.

Dalam konteks itu, diperlukan kebijakan dan aksi pemerintah, termasuk kebijakan dan aksi tentang jaring pengaman sosial atau social savety net. Untuk itu, musti dijaga belanja pemerintah tetap lancar, meski harus dengan austerity measures, “pengetatan ikat pinggang.” Selain itu, juga diperlukan kebijakan fiskal yang membuat investasi masuk dan perusahaan tetap berjalan baik. Umpamanya, melalui kebijakan fiscal incentive.

Logikanya, sederhana saja. “Kalau investasi sedang berhenti, bikin sesuatu agar investasi jalan kembali. Kalau dunia usaha lesu, kasih insentif. Pastikan ada stimulus," ungkapnya.

SBY tak memungkiri kenyataan, bahwa kini pertumbuhan melambat, sektor riil terpukul, PHK mulai terjadi, harga-harga meningkat dan berdampak inflasi, rupiah terus melemah, fiscal situation terjadi akibat mismatch dalam APBN. Pasar cemas. Investasi berkurang, dan secara sosial mulai muncul kecemasan dan ketidak-puasan rakyat terhadap kinerja pemerintah.

Menjawab pertanyaan, SBY mengemukakan, dalam situasi demikian, pemerintah perlu menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok, terutama pangan dan consumer goods. SBY berharap, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan operasional strategis untuk mengembalikan harga kebutuhan pokok dalam angka yang wajar dan memastikan stoknya tersedia. Kebijakan yang langsung dirasakan rakyat, bukan kebijakan yang berdampak panjang.

Sejalan dengan itu, SBY mengemukakan, perlunya pemerintah memberi insentif kepada pelaku usaha. Khasnya untuk meringankan beban pengusaha swasta dan menghambat  PHK yang meluas. Selaras dengan itu, menurut SBY, pemerintah dan Bank Indonesia mesti lebih kuat bekerja sama, melakukan aksi lebih nyata menjaga nilai tukar rupiah tidak tembus Rp 15.000 per dollar AS. “Saya yakin Pak Darmin dan Pak Agus dapat bersinergi baik,” ungkapnya.

SBY menegaskan, pemerintah sudah paham, bagaimana mencegah dampak psikologis dari nilai tukar itu. Pemerintah juga sudah faham, bagaimana memastikan fiskal di tangan pemerintah, realistik, tepat sasaran, dan jelas targetnya.

PROF DR SUSILO BAMBANG YUDHOYONO & IBU HJ. ANI BAMBANG YUDHOYONO ANTUSIAS BERDISKUSI DI PERPUSTAKAAN KEDIAMAN CIKEAS | 

Dalam konteks sosial politik, SBY yakin, pemerintah dapat menjaga kepercayaan publik dan bersinergi dengan seluruh elemen bangsa menghadapi situasi ekonomi sedang bergejolak.  Artinya, pemerintah terus bekerja menemukan cara dengan memperkecil alasan yang tidak perlu, bersikap terbuka, mengakui kepada rakyat, memang sedang terjadi masalah, tepat menentukan solusi, dan bertindak nyata.

Lebih jauh SBY mengemukakan, ada pengaruh global dan nasional yang membuat perekonomian seperti ini. Karena itu, katanya, kita jangan menyalahkan pemerintah. Yang penting, Presiden mampu tenangkan rakyat. “Pemerintah punya solusi, punya kebijakan, dan jalankan,"ujarnya.

Ia menyebut, kini kita memang tengah menghadapi situasi perlambatan ekonomi akibat melambatnya ekonomi tiongkok dan negara lainnya. Hal ini berpengaruh besar terhadap ekspor. Kita juga sedang harus memprediksi arah kebijakan FED (bank sentral Amerika Serikat) yang bila kebijakan itu menyedot US Dollar ke Amerika secara massif, merupakan ancaman besar terhadap Rupiah. Selain itu, kita juga sedang menghadapi kenyataan, bahwa harga minyak bumi dan komoditas lain (seperti batubara, sawit) dan lainnya sedang merosot di pasar global. Untuk itu, kita harus berhati-hati dengan contagion effect.

Menjawab pemikiran yang berkembang, SBY mengemukakan dalam menghadapi situasi seperti saat ini, dari pengalaman yang dia alami tahun 2008, yang perlu adalah: memastikan seluruh jajaran pemerintah mulai dari paling atas, mempunyai “sense of crisis.”

Kemudian mau mendengarkan dunia usaha dan libatkan mereka sungguh-sungguh dalam proses menemukan solusi. Lantas? “Stop bikin janji-janji baru, terutama yang berkaitan dengan APBN,” ungkap SBY.

Lalu? “Pastikan kita punya teman di dunia. Jangan congkak dan jangan mengorbankan permusuhan dengan negara manapun.”

Ketika berbincang dengan wartawan, SBY menegaskan,  “Negara kita belum masuk periode krisis. Pelemahan dan pelambatan masih bisa diatasi, resources kita masih ada, jalan masih ada. Tidak perlu panik, tenang, itu bagus," ucap SBY.

Ia mengemukakan, pemerintah sebenarnya bisa lebih tenang mengatasi masalah, karena sekarang situasi politik sedang kondusif. Pemerintah tidak sedang menghadapi pemilihan umum, hubungan politik dengan DPR baik-baik saja. Hubungan dengan media juga mesra. Jadi, tetaplah optimistis.. | Bang Sem

Editor : Web Administrator
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 339
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 244
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 422
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya