Opini

Memahami Esensi Hasil Ijtima Ulama

| dilihat 1492

N. Syamsuddin Ch. Haesy

IJTIMA’ Ulama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pendukung Fatwa (GNPF) Ulama yang berlangsung tanggal 16 September 2018 di Hotel Cempaka (yang disebut Ijtima’ Ulama II) yang diikuti sekitar 200 orang ulama dari seluruh Indonesia, telah menarik perhatian.

Terutama, karena musyawarah para ulama yang alim, tunduk kepada Allah, dan menghasilkan 17 pakta integritas yang mesti disepakati pasangan Prabowo – Sandi, juga karena musyawarah para ulama itu tidak mengikat kandidat Presiden – Wakil Presiden 2019-2024, itu dengan kontrak politik.

Sejauh yang dapat ditelusuri, tak ada transaksi politik antara para ulama dengan kedua kandidat yang diusung dan didukungnya. Bahkan, tak ada pembicaraan tentang jabatan. Baik tersurat mauoun tersirat.

Yang mengemuka adalah mengikat kedua kandidat tersebut dengan komitmen kebangsaan dalam nafas nasionalisme religius yang sangat kental dan terukur.

Para ulama yang bermusyawarah membentengi terjadinya narrow nationalism yang kering, menjadi nasionalisme global dan ‘bernyawa’ yang relevan dengan tantangan abad ke 21. Khasnya terkait dengan perkembangan cepat singularitas dan transhumanisme.

Akarnya adalah kemakmuran berkeadilan dan keadilan berkemakmuran, dalam nafas daulat rakyat sebagai tiang utama Indonesia Raya. Sekaligus menegaskan Pancasila sebagai dasar ideologis negara, yang menopang nilai kebhinneka-tunggalikaan, undang-undang dasar 1945 sebagai landasan konstitusional bagi negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) sebagai rumah besar kebangsaan Indonesia.

Pakta integritas yang ditanda-tangani Prabowo Subianto, menjadi panduan yang kaya, untuk mencegah evolusi nasionalisme, sehingga nasionalisme tidak menjadi alat yang riskan di tangan kepentingan pribadi atau golongan yang menyamarkan patriotisme dan nasionalisme itu sendiri.

Intinya adalah menjawab pertanyaan klasik yang tetap relevan: bagaimana menjadi warga negara yang baik (how to be a good citizenship).

Pilar-pilarnya adalah: daulat bangsa dan negara, kemandirian ekonomi, dan keunggulan peradaban.

Ketiga pilar itu, empat tahun terakhir, dirasakan banyak kalangan, mengalami persoalan, untuk tidak mengatakan tergerus oleh beragam kepentingan transaksional. Kendati digembar-gemborkan telah berhasil ditegakkan, faktanya di lapangan berbeda.

Pakta Integritas hasil ijtima’ ulama GNPF Ulama, itu juga memperlihatkan harmoni keindonesiaan, yang bagi umat islam (secara historis – sejak berdirinya Sarikat Dagang Islam dan Syarikat Islam) ditopang oleh kebangsaan dan keislaman. Khasnya dengan trilogi perjuangan menghadapi penjajah: sebersih-bersih tauhid, setinggi-tinggi ilmu pengetahuan, dan sepandai-pandai siyasah.

Karenanya, dalam konteks nasionalisme Indonesia – seperti tercermin di dalam Pancasila sebagai the five moral principles, mengemuka nilai luhur: cinta negara dan tanah air, bagi umat Islam adalah kecenderungan alami dan telah tertanam di dalam jiwa setiap muslim (yang kaffah). Karena Islam adalah jalan kehidupan (way of life), agama yang alamiah, tidak mengecilkan nasionalisme, dan menghidupkan spirit (gairah dan ghirah) kebangsaan.

Islam memandu umatnya selalu menjadi warga negara yang baik dan mengikuti hukum yang berlaku di negara, di mana mereka tinggal dan ada. Islam juga memandu umatnya berkomitmen terhadap kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat, dan memberi ruang luas bagi berlangsungnya entrepreneurship, sekaligus menjamin aksi ekonomi yang terbuka. Terutama, karena Islam memandu umatnya menjadi manusia berdaulat dan merdeka, yang hanya terikat pada norma dan keadaban, sebagaimana melekat pada dasar keyakinan (akidah), hukum (syariah), sosial budaya (muamalah), dan peradaban (akhlak).

Islam melarang penumpahan darah, pembunuhan orang-orang tak berdosa, perampasan tanah dan hartabenda, eksploitasi bagian-bagian masyarakat yang lebih lemah, penimbunan komoditas-komoditas penting, pencatutan inflasi, konsentrasi kekayaan dan semua yang menciptakan 'ketidakseimbangan' atau 'kekacauan'  dan semua ini diperlakukan sebagai salah satu dosa terbesar (Vision of Islam, Mrata dan Chittik, 1994).

Pembangunan dan pengelolaan negara dan bangsa dari perspektif Islam, memberikan ruang kemakmuran secara berkeadilan bagi semua orang, karena tujuan pencapaiannya adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena itulah religiusitas, kemanusiaan, persatuan kebangsaan, musyawarah dan mufakat, dan keadilan sosial menjadi penting dan utama.

Aksi governansi yang harus dilakukan adalah mengatur dan mengelola distribusi kekayaan berbasis sumber daya alam, sebagai asas politik ekonomi. Karena sumberdaya alam sebagai bagian dari semesta adalah rahmat, karunia Allah kepada umat manusia. Semesta diciptakan untuk melayani manusia.

Dari perspektif Islam, konsep kebangsaan atas dasar ras, warna kulit, bahasa atau tempat lahir terlalu primitif. Hanya mereka yang berfikiran buntu dan terjebak dalam chul-de-sach (jalan buntu yang menyesatkan) yang memandang Islam dengan sudut pandang kebangsaan yang cekak.  Karena dalam konteks kebangsaan dan kemanusiaan, semua manusia harus diperlakukan sama hak dan kewajibannya terhadap bangsa dan negaranya.

Itu sebabnya Islam bertentangan dengan komunisme atau kapitalisme materialistik. Karena dalam sudut pandang Islam, negara memfasilitasi semua orang secara proporsional, berkeadilan, memperoleh hak dan memenuhi kewajibannya (material dan spiritual), baik secara individual, komunal, maupun sosial.

Bila ada kalangan yang memandang Pakta Integritas yang dihasilkan ijtima’ ulama hanya formalitas, dan mereka yang hadir sebagai peserta ijtima’ itu dianggap bukan ulama yang mumpuni, maka sesungguhnya, kalangan itu merupakan kalangan yang terbatas pemahamannya terhadap esensi ajaran Islam yang rahmatan lil alamin. |

 

Tanara - Banten, 20 September 2018

Editor : Web Administrator
 
Humaniora
02 Apr 24, 22:26 WIB | Dilihat : 523
Iktikaf
31 Mar 24, 20:45 WIB | Dilihat : 1045
Peluang Memperoleh Kemaafan dan Ampunan Allah
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 264
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 737
Momentum Cinta
Selanjutnya
Energi & Tambang