Politik 'Cinta Hampa'

| dilihat 2485

N. Syamsuddin Ch. Haesy

SALAH satu tembang Melayu yang saya suka adalah Cinta Hampa yang didendangkan Almarhum Syam D’Lloyd. Kepada beberapa calon anggota legislatif dan nakal calon Presiden, saya anjurkan mereka menyimak baik-baik lagu ini.

Korelasi rakyat dengan para wakilnya  dan seluruh petinggi negara mirip makna tersembunyi dari pesan syair lagu ini. Apalagi, realitas politik Indonesia hingga kini menyajikan begitu banyak fakta brutal yang selalu membuat jarak antara rakyat dengan para wakil dan pemimpinnya.

Jarak fisik rakyat dengan para wakil dan pemimpinnya, boleh jadi hanya berbilang centimeter. Tapi, jarak politik dan (apalagi) jarak budaya antara rakyat dengan para wakil dan pemimpinnya sangatlah jauh, dan bahkan teramat jauh. Hatta, sang pemimpin rajin blusukan ketika ada masalah atau ingin mengenali masalah.

Sejak reformasi sampai kini, yang berlangsung di Indonesia memang ‘Politik Cinta Hampa’: Ibarat air di daun keladi, walaupun tergenang, tetapi tak meninggalkan bekas. Ini tersebab oleh hilangnya ideologi politik dalam aktivitas politik praktis. Sejak masa Soekarno memimpin bangsa ini sebagai Presiden sampai kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kini,  fenomena yang berkembang adalah fenomena ‘air di daun keladi,’  pabila tersentuh, dahannya bergoyang, airpun tertumpah tercurah, habis tak tinggal lagi.

Aksi-aksi pembangunan terguncang oleh riuh gaduh politik saling sikut saling serang, terjang menerjang, bahkan dalam banyak peristiwa, nampak jauh dari obyektivitas dan kebenaran. Apalagi ketika kekuasaan sejati berada dalam genggaman para beruang (kaum yang menguasai modal), media massa, dan civil society (yang sayangnya belum menjadi masyarakat madani).

Mereka (Anggota Legislatif, Kepala Daerah, sampai Presiden dan Wakil Presiden) yang pada mulanya menjadi idola dan dielu-elukan keberadaannya, diimpikan kepemimpinannya, akan mengalami masa surut. Apalagi bila popularitas dan elektabilitas diproduksi oleh suatu sistem rekayasa melalui kurcaci maya (cyber trooper), akan sangat rentan di ujungnya. Terutama ketika rakyat tak melihat lagi performa sang idola secara obyektif.

Ketika itu, diam-diam mereka akan berdendang : “begitu juga cintamu padaku, cinta hanya separuh hati, kau lepas kembali. Nanti di suatu masa, kau juga akan merasa, betapa sakitnya hati kecewa, karena cinta.” Begitu muncul idola baru, mereka lanjutkan syair ‘Cinta Hampa’ itu: “bila kau lihat pemuda yang lebih gaya, cintamu pun segera berpindah kepadanya.” Tapi rakyatlah yang akan meneruskan syair itu, “Tapi biarlah kau cari yang lain. Kan kau buat sebagai korban. Cinta palsu hampa..”

Cinta para petinggi yang terlahir melalui proses demokrasi elementer, selalu dibumbui oleh akal-akalan politik, dan berlangsung saat pemilihan umum Kepala Daerah, pemilihan umum anggota legislatif, dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Ketika mereka menang, mereka lupa dan abai dan tak semua janji politik (dengan beragam alasan) terpenuhi.

Tak jarang, mereka tepis aspirasi dan inspirasi rakyat. Buahnya adalah resistensi rakyat yang ekspektasinya tak terpenuhi (lihatlah kasus Banten sebagai contoh). Ketika rakyat mendesak, yang mereka lakukan bukan merespon aspirasi yang sering merupakan realitas kedua kehidupan rakyat.

Maka, dengarlah rakyat mendendangkan lirik lagu Jatuh Bangun yang dipopulerkan Almarhum Meggy Z : “Jatuh bangun aku mencintaimu, namun dirimu tak mau mengerti. Kutawarkan segelas air, namun kau meminta lautan. Tak sanggup diriku sungguh tak sanggup.”

Kalau sudah begitu tinggallah rakyat berdo’a yang tak menyenangkan. Lantas Tuhan mengabulkannya menjadi realitas politik buram: su’ul khatimah !  Aahhhh ! |

Editor : N Syamsuddin Ch. Haesy
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 431
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1501
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1320
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 166
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 336
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 332
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya