Malaysia

Politik Haji Strategi Keberpihakan Kepada Umat

| dilihat 627

catatan bang sém

Malaysia 2015. Dinamika politik Malaysia tak lagi suam-suam (sekadar hangat), melainkan  mengalami hotty tension.

Kepemimpinan Mohammad Najib Tun Razak, koalisi Barisan Nasional dan Partai UMNO (United Malaysian Nation Organization) jadi sasaran gempuran para pembangkang (oposisi). Isu pemerintahan 'pencuri' - kleptokrasi, setiap hari menjadi topik menarik, bahkan di kedai-kedai Nasi Kandar dan kedai-kedai kopi, termasuk kedai kopi jalan Masjid India tempat para veteran jurnalis Malaysia biasa kongkow di akhir pekan.

Salah satu yang menjadi sorotan kritis masa itu adalah tata kelola dana Tabung Haji yang membeli sebidang tanah kecil dari 1MdB (Malaysia Developoment Berhad), yang banyak disorot.

Para pembangkang tak pernah surut menyoal 1MdB yang dituding sebagai bagian dari akal-akalan politik Najib dan partai berkuasa menyalurkan dana rasuah (korupsi dan suap), termasuk dana gratifikasi illegal dari sejumlah pangeran dan pengusaha Arab Saudi.

Pasalnya, chief executive officer (CEO) Tabung Haji masa itu, Ismee Ismail, rangkap jabatan sebagai salah satu direktur di 1MdB. Aksi pembangkang mendapat dukungan umat Islam Malaysia yang juga para nasabah Tabung Haji.

Mereka menolak dana Tabung Haji dipergunakan untuk kepentingan politik, yang mengemuka lewat pembangunan menara 1MdB di jantung ibukota, Kuala Lumpur.

Bantahan Ismee Ismail, ihwal proses investasi yang kompleks dan melibatkan komite independen, tak bisa diterima. Mereka menuntut Tabung Haji mematuhi aturan internalnya dan mengacu Pasal 21 Undang-Undang Lembaga Tabung Haji tahun 1995 yang menyatakan, penempatan dana haji harus sesuai dengan kewajibannya.

Umat hilang kepercayaan. Tahun 2016,  hampir 4.000 deposan menutup rekening mereka (New Strait Times, 2018). 9 Mei 2018, Najib beserta Barisan Nasional dan UMNO tumbang. Pakatan Harapan, koalisi Partai Keadilan Rakyat (Anwar Ibrahim), Democratic Action Party (Lim Kit Siang), Parti Pribumi Bersatu (Mahathir Mohammad), dan Parti Amanah Nasional (Mat Sabu) berkuasa.

Pakatan Harapan menempatkan Mahathir, kembali menjabat Perdana Menteri Malaysia (kedua kalinya), lantas mengundurkan diri dua tahun kemudian karena Bersatu yang dipimpin Muhyiddin Yassin menarik dukungan kepada Matahathir.

Yang Dipertuan Agung Malaysia - Sultan Abdullah mengangkat Muhyiddin Yassin sebagai Perdana Menteri -- setelah melakukan konfirmasi langsung kepada seluruh anggota Parlemen ihwal dukungan nyata terhadap anggota Parlemen dari Pagoh -- itu.

Muhyiddin berkolaborasi dengan Parti Al-Islam Se-Malaysia (PAS), pimpinan Abdul Hadi Awang, juga UMNO - pimpinan A. Zahid Hamidi yang masih berkasus di mahkamah. Sejumlah kader UMNO berkualitas negarawan direkrut Muhyiddin dan diangkat sebagai menteri, termasuk Hishamuddin Husein Onn (H2O) dan Annuar Musa. Muhyiddin menyebut koalisi partai dalam pemerintahannya, Perikatan Nasional (PN).

Tapi Zahid Hamidi tak puas hati dan kerap 'naik angin.' Berulangkali dia menyatakan, UMNO tidak memberikan dukungan penuh.  Ia, sebagaimana halnya Najib, tak bosan 'menerjang' Muhyiddin dengan beragam isu. Terutama ihwal pengendalian penularan nanomonster Covid-19, yang terus merambat naik sejak berlangsungnya Pemilihan Raya Negeri Sabah sampai kemudian Muhyiddin memberlakukan lock down total,  awal Juni 2021.

Pandemi juga merisaukan bagi ummat, terutama mereka yang berniat naik haji. Termasuk isu Tabung Haji yang menjadi perbalahan (debat kusir) antara BN versus PH. Termasuk isu penggunaan dana haji -- selama PH berkuasa -- untuk kepentingan pembangunan infrastruktur.

Kerja Kolektif dalam Sinergi Antar Menteri

Hishamuddin tangkas membaca isu yang mengemuka seputar haji. Dia fokus pada hal paling esensial yang amat diharapkan rakyat, khasnya umat Islam. Terutama, karena ketidak-pastian ihwal kemungkinan berlangsungnya ibadah haji tahun 2021.

Hishamuddin berteguh pendirian, ibadah haji adalah hak umat Islam yang tak bisa ditiadakan, bahkan oleh Kerajaan Saudi Arabia sendiri. Pemerintah Malaysia, di benak Hishamuddin, harus berikhtiar keras dan meyakinkan pemerintah Saudi Arabia, bahwa untuk tidak memberikan hak umat Islam Malaysia memenuhi rukun Islam ke lima, itu.

Jejaring diplomasi dengan para petinggi Saudi Arabia, termasuk Putera Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman yang kini menjadi akting Raja Salman - pemimpin de facto. Hishamuddin melakukan lobby intensif, bahkan melakukan kunjungan diplomatik ke Ryadh, sekaligus meninjau kondisi faktual di Makkah dan Madinah.

Hishamuddin mengapresiasi pemerintah Saudi Arabia yang menerapkan prosedur kesehatan ketat di dua tanah suci (Makkah dan Madinah), khususnya di Masjid al Haram dan Masjid Nabawi.

Lantas, Raja Salman mengundang Perdana Menteri Muhyiddin, sekaligus untuk meyakinkan pelaksanaan ibadah haji 1442 H (2021) yang dibatasi hanya untuk sekitar 60.000 jama'ah, bisa diselenggarakan dengan prosedur kesehatan ketat.

Didampingi Hishamuddin, Perdana Menteri Muhyiddin melakukan kunjungan diplomatik ke Saudi Arabia (6 - 10 Maret 2021). Dalam perbincangan dengan Pangeran Mohammed bin Salman, Muhyiddin meminta peningkatan kuota haji tahunan Asia Tenggara bagi jama'ah haji Malaysia sebanyak 10.000 pax.

Artinya, pasca pandemi Covid-19, Malaysia masih akan beroleh kuota haji sebanyak 41.600 (31.600 + 10.000) jama'ah, karena Malaysia berpenduduk 60 persen muslim dari populasi 32 juta.

Menteri (portofolio) urusan agama Islam di Kantor Perdana Menteri Malaysia, Zulkifli Mohammad al Bakri yang lulusan Universiti Madinah, menindak-lanjuti kesepakatan itu, saat berkunjung ke Saudi Arabia (9-18 April 2021) atas undangan Muslim World League (Liga Muslim Dunia). Bahkan diundang khusus oleh Gubernur Madinah, Pangeran Faisal bin Salman bin Abdulaziz Al Saud untuk melakukan perbincangan khas, termasuk menajamkan kesepakatan antara dua pemerintahan tentang haji dan umrah.

Karena Pemerintah Saudi Arabia tidak mengizinkan masuk calon jama'ah haji yang sudah divaksin Sinovac, Menteri Sains dan Teknologi Malaysia, yang juga koordinator Program Imunisasi Nasional (NIP) Covid-19, Khairy Jamaluddin merespon apa yang sudah dicapai oleh Muhyiddin, Hishamuddin, dan al Bakri, karena beberapa calon jemaah haji sudah mendapatkan vaksin Sinovac, sebelum vaksin itu beroleh sertifikat WHO (World Health Organization).

Khairy menegaskan (30/5/21), pemerintah Malaysia akan meminta kelonggaran bagi mereka yang telah menerima Sinovac. Untuk memenuhi syarat yang ditetapkan Pemerintah Saudi Arabia, pihaknya memberikan vaksin Pfizer dan AstraZeneca kepada calon jama'ah yang belum divaksinasi, karena telah disetujui oleh Arab Saudi.

Muhyiddin mengkoordinasi para menterinya untuk mematuhi ketentuan yang  ditetapkan oleh Arab Saudi untuk haji, termasuk range usia 18 - 60 tahun; Calon Jemaah haji  telah menyelesaikan kedua dosis vaksin covid yang disetujui sebelum memulai haji; Tes PCR negatif dilakukan 40 jam sebelum dikirim ke area haji di laboratorium yang disetujui Saudi; Ibadah haji harus dilakukan dengan mengikuti protokol dan pedoman kesehatan yang ketat; dan, Jemaah haji tidak boleh memiliki riwayat sakit atau rawat inap sebelum 6 bulan sejak tanggal perjalanan.

Di sisi lain, Majelis Tabung Haji membuat persiapan yang mencakup berbagai aspek di dalam negeri dan di tanah suci untuk memastikan implementasi yang selesa (nyaman), memberikan kemudahan bagi Muslim Malaysia untuk menjalankan  rukun Islam kelima

Kesepakatan yang ditanda-tangani oleh Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan dan Menteri Luar Negara Malaysia Hishammuddin Hussein (Maret 2021), menegaskan pembentukan Dewan Koordinasi Saudi -Malaysia; Kesepakatan kedua ihwal penyederhanaan kedatangan jemaah haji;  dan, Kesepakatan ketiga adalah nota kesepahaman di bidang keislaman.

High Political Action

Kesepakatan ini, selain menghidupkan kembali hubungan baik antara negara-negara terutama ketika Riyadh dan Malaysia yang berpengaruh di negara-negara Muslim. Sekaligus juga memberi eksentuasi pada kepentingan lain (ekonomi dan sosial) yang menyertainya. Termasuk kesepakatan memerangi pandemi Covid-19, serta kerja sama pascapandemi yang akan menjadi fokus High Level Strategic Committee.

Politik Haji, begitu saya menyebutnya, telah dipilih oleh Hishamuddin dan menjadi bleid Muhyiddin -- ditopang oleh al Bakri dan Khairy, sebagai strategi keberpihakan kepada umat Islam Malaysia.

Strategi ini akan membawa dampak politik tersendiri bagi Muhyiddin dan Perikatan Nasional kelak. Seperti pandangan James Chin, guru besar dan direktur Asia Institute di University of Tasmania - Australia, bahwa kesepakatan Saudi Arabia - Malaysia (via Politik Haji) sangat penting bagi perdana menteri sendiri untuk menopang kepercayaannya sebagai pemimpin negara, di saat ia tengah menghadapi masalah politik di dalam negeri.

Pandangan senada dikemukakan juga oleh analis politik Azmi Hassan dari Universitas Teknologi Malaysia, yang memandang peningkatan kuota haji bagi jama'ah haji Malaysia, merupakan perkembangan yang baik hubungan Saudi - Malaysia. Langkah itu merupakan langkah kongkret mengembalikan hubungan luar negeri ke laluannya yang tepat, yang selama ini dipandang sangat kritis oleh Muslim Malaysia.

Politik Haji ini, juga menyegarkan kembali kemesraan hubungan bilateral dua negara, mengobati luka Saudi, setelah PH, sebelumnya,  memperburuk situasi dengan pembatalan Pusat Perdamaian Global Raja Salman di Kuala Lumpur. Pemulihan pasca-pandemi menawarkan peluang bagi ekspor negara Malaysia ke Saudi.  

Dalam konteks ini, kesepakatan membentuk Komite Strategis Tingkat Tinggi Malaysia dan Saudi yang dipimpin bersama oleh Hishamuddin dan Pangeran Faisal bin Farhan, merupakan 'amal siyasiun 'ali (high political action). Kesepakatan menjawab tantangan perubahan kolektif dunia.

Hishamuddin menyebut sejumlah rencana aksi, dimulai dengan kerjasama menghadapi pandemi Covid-19, yang tidak hanya berdampak negatif pada kesehatan dan keselamatan masyarakat, tetapi juga sangat mengganggu perekonomian, ketahanan pangan dan rantai pasokan keperluan hidup bersama, termasuk peningkatan layanan sosial.

Sejak ditanda-tangani, Maret 2011, Komite Strategis Tingkat Tinggi, telah merumuskan rencana danj agenda aksi kerjasama kedua negara untuk : Memastikan pemulihan ekonomi kedua negara di tengah pelemahan ekonomi global; Menstabilkan ketahanan pangan dan menghidupkan kembali rantai pasokan yang terganggu antara kedua negara; Membantu warga negara kedua negara yang menghadapi dampak krisis Covid-19 dan; Memulai pembahasan awal terkait kuota haji tahun 2021, jumlah warga Malaysia yang diperbolehkan melakukan umrah, serta Standard Operating Procedures (SOP) pelaksanaan haji dan umrah. 

Sebelumnya, Hishamuddin dan Pangeran Faisal sudah bersepakat lebih awal, bahwa ketika belum ada keputusan akhir oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengenai haji dan umrah, dan metode untuk melakukannya, Malaysia dan Arab Saudi sepakat mematangkannya dalam  perencanaan awal melalui Komite Strategis Tingkat Tinggi ini,  sehingga kedua negara akan lebih siap, ketika ada keputusan yang dibuat di masa depan.

Dari 'politik haji' Malaysia - Saudi, hal menarik dan pokok yang mengemuka adalah cara Malaysia memandang politik yang berpihak kepada umat Islam sebagai sesuatu yang utama dan akan membawa dampak positif dalam banyak hal.

Nampak ketangkasan dalam mengelola manajemen pemerintahan, kematangan dalam menempatkan politik sebagai politik (cara berkhidmat) dan bukan politicking, dan kefasihan dalam berdiplomasi tanpa harus kehilangan integritas.

Inward dan outward looking Muhyiddin dan Hishamuddin, sangat tajam dalam memandang peran umat Islam sebagai warga negara dengan realitas populasinya secara proporsional. Sungguh profesional dan kompeten. |

Editor : eCatri | Sumber : berbagai sumber
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 731
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 888
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 839
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Energi & Tambang