Ririwa

| dilihat 732

Bang Sem

Pelajaran pertama menulis berita di surat kabar, yang saya peroleh dari para jurnalis dan kolomnis senior lebih dari empat dasawarsa lalu adalah akurasi dan transparansi.

Ketepatan dan kejelasan dalam memberikan informasi. Di dalamnya terdapat tanggungjawab moral dan etik, sebagai bagian dari code of conduct profesi dunia jurnalistik.

Jaman berubah. Transformasi kebebasan pers meluas, dan nyaris begitu saja, mereguk tradisi kebebasan pers yang diimpor dari masyarakat dan bangsa lain.

Bila kita telusuri perjalanan historis pers Indonesia, nampak dengan gamblang, bahwa institusi pers dan profesi jurnalis merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan institusi sosial masyarakatnya.

Kemerdekaan pers tak serta merta harus mengabaikan dimensi nilai sosio-budaya masyarakatnya. Termasuk di dalamnya, nilai-nilai agama. Pada dasarnya, pers dan jurnalis Indonesia sebagai bagian dari institusi sosial masyarakatnya, mesti mencerminkan kecerdasan dan kearifannya tersendiri secara spesifik.

Karena itu, pers dan jurnalis Indonesia mempunyai identitas dan harkat tersendiri, yang tak mesti sama dengan identitas dan harkat pers dan jurnalis Amerika, Eropa, atau lainnya. Itulah yang disebut integritas.

Dalam kapasitasnya sebagai media komunikasi, pelajaran pertama yang masih saya ingat hingga kini adalah kedudukan pers sebagai pengemban fungsi mediasi. Karenanya, selain menyajikan informasi dan edukasi, pers juga memainkan peran strategis dalam mengembangan daya cipta – imajinasi kreatif masyarakat. Terutama dalam menggerakkan proses perubahan dari suatu keadaan tertentu ke keadaan yang lebih baik. Sekaligus memainkan fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintah.

Setarikan nafas dengan hal itu, maka jurnalis Indonesia, selain mesti cerdas, berwawasan luas, dan kreatif, juga haruslah seorang yang berbudaya (beradab). Keberpihakannya kepada kebenaran, mendorongnya menjadi bagian dari warga bangsa yang kritis dan mempunyai integritas dalam mendudukkan masalah.

Dengan demikian, seorang jurnalis secara sadar diri mau dan mampu melakukan kontrol terhadap sepak terjang pikiran dan hatinya. Selalu mau dan mampu menghindari selera rendah, yang pada akhirnya akan menjebak masyarakat pembaca, pendengar, dan pemirsanya pada kondisi yang jumud.

Pers dan jurnalis Indonesia, secara sadar dan merdeka, mengelola diri dan kepribadiannya sendiri untuk tidak menjadi intrumen pembebalan. Bagi alayarham Mochtar Lubis, jurnalis Indonesia kharismatik, haram bagi pers dan jurnalis melakukan pembebalan.

Pada dasarnya, pers dan jurnalis Indonesia  ditakdirkan mengemban amanah: mencerdaskan akal, menghaluskan budi, dan mencerahkan peradaban masyarakatnya. Menjadi instrumen dan generator strategis dalam melakukan proses pencerahan bangsa, sehingga bermanfaat dalam mengatasi kesenjangan intelektual masyarakat dan bangsanya.

Kemerdekaan pers dan jurnalis Indonesia, tidak harus mengubah dirinya menjadi ririwa. Yaitu: intrumen kebebasan, yang digerakkan oleh energi buram, yang sengaja ditransformasikan untuk menciptakan kondisi buruk suatu masyarakat.

Instrumen dan generator penyubur ghibah (gosip), buhtan (infiltrasi), dan fitnah. Instrumen dan generator tumbuh kembangnya friksi dan konflik. Bukan pula intrumen dan generator bagi pemenuhan hasrat - kepentingan sesat sesaat.

Pers dan jurnalis Indonesia adalah instrumen dan generator tumbuh kembangnya peradaban masyarakat yang lebih cerdas, lebih arif, dan lebih berakhlak, kini dan esok. Insyaallah !! |

Editor : Web Administrator
 
Humaniora
24 Mar 24, 15:58 WIB | Dilihat : 104
Isyarat Bencana Alam
16 Mar 24, 01:40 WIB | Dilihat : 520
Momentum Cinta
12 Mar 24, 01:26 WIB | Dilihat : 529
Shaum Ramadan Kita
09 Mar 24, 04:38 WIB | Dilihat : 447
Pilot dan Co Pilot Tertidur dalam Penerbangan
Selanjutnya
Energi & Tambang