Saatnya Indonesia Menang

| dilihat 1831

Opini Bang Sem

Gegap gempita kampanye politik akan segera selesai dan akan dipungkas oleh Debat Capres/Cawapres yang gelaran Komisi Pemilihan Umum (KPU). Para Warga Negara Indonesia(WNI)  yang mempunyai hak pilih di luar negeri, pun sudah memenuhi haknya di bilik-bilik suara, meski diwarnai oleh beragam info yang tak elok. Khasnya, keberpihakan aparatur sipil negara (ASN) terhadap salah satu pasangan kandidat.

Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno kandidat dengan nomor tanda gambar 02 pada Capres/Cawapres 2019 telah menggelar Kampanye Akbar yang monumental di Gelanggang Olah Raga (Gelora) Bung Karno, Ahas (7/4/19). Kampanye itu telah mengubah Gelora Bung Karno selama beberapa jam menjadi gelora cinta yang menjadi energi gelombang perubahan dramatik (the wave of transformation).

Kampanye Akbar Terbuka, itu 'mengharu biru,' mempertemukan nalar, naluri, rasa, dan indria. Hotel-hotel di sekitaran Gelora Bung Karno penuh, ruas jalan menuju ke lokasi juga ramai oleh aneka kendaraan yang digunakan peserta kampanye meluahkan gelora cinta mereka kepada Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, yang kini menjadi 'people darling,' tanpa kemasan media.

Banyak hal menarik dari peristiwa yang pertama kali dalam sejarah demokrasi politik Indonesia, itu. Pertama kali, peserta kampanye memilih menginap dan datang ke lokasi kampanye belasan jam, sebelum kampanye itu sendiri dimulai.

Pesona Indonesia sebagai bangsa Indonesia yang ber-Pancasila, terasa di situ. Nasionalisme religious sebagai landasan ideologi politik Indonesia yang dihidupkan sejak sebelum Republik Indonesia terbentuk dan merdeka, tertampak di situ. Mulai dari kekhusyukan salat tahajjud, salat subuh, do'a lintas agama, dan spirit kebangsaan mengalir, membaling isu tentang khilafah -- isu politik usang yang dikumandangkan ulang lima tahun sekali oleh loudspeaker kusam. Kampanye akbar terbuka, itu menggambarkan Pancasila sebagai simpul harmoni kebangsaan yang dihidupkan oleh spirit keindonesiaan, keagamaan, dan keilmuan lewat sosialisme religius, sosialisme kerakyatan, dan sosialisme kebangsaan.

Saya terkesan dengan format kampanye terbuka yang mulai hemat kata dan menabung aspirasi. Pilihan politik yang populis modes, bertumpu pada rakyat sebagai subyek demokrasi politik, sangat terasa. Tak ada jarak antara rakyat dengan pemimpinnya.

Ketika Prabowo Subianto tak menyajikan naskah kampanye dan memilih melakukan orasi gaya rakyat, Prabowo Sandi - langsung tak langsung membebaskan dirinya dari retorika oratoria yang hanya cocok untuk kalangan terbatas dan digelar di City Hall. Terutama, karena narasi tentang platform perjuangan sudah disampaikan berulangkali melalui Debat Capres/Cawapres di televisi, dan forum-forum kampanye yang melelahkan selama tujuh bulan.

Dalam konteks format kampanye populis modes saya menilai, Kampanye Akbar terbuka pada Ahad (7/4/19) itu memang harus menjadi bentuk reposisi dalam menempatkan rakyat dalam jarak sosial dan budaya yang harus semakin karib. Rakyat bukan lagi jutaan gelas untuk menampung minuman dalam teko, karena minuman dalam teko pasti tak mampu mengisi semua gelas.

Di hadapan massa, kampanye merupakan ajang untuk menyegarkan ingatan rakyat tentang platform perjuangan yang narasinya sudah disajikan dalam berbagai rangkaian forum sebelumnya.

Tak ada ya ng keliru, ketika Sandiaga Uno mengingatkan platform perjuangan tentaang ekonomi, sosial, dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan visi Indonesia Menang, dan bagaimana Prabowo Sandi akan mewujudkan janji politik dan kampanyenya.

Prabowo sebagai Capres, hari itu, memang mempunyai tugas khas: menjaga dan memelihara spirit dan stamina perjuangan kolektif melakukan aksi perubahan yang hanya tinggal 240 jam saja. Dan, Prabowo melakukannya dengan apik, ketika fokus bicara tentang nation dignity dengan bahasa rakyat tanpa kemasan, sesuai dengan format retorika alamiahnya yang model Cicero.

Presentasi platform perjuangan dalam komunikasi massa semacam itu, memang harus fokus pada bagaimana rakyat menggunakan haknya memilih Presiden/Wakil Presiden sebagai jalan perubahan transformatif.

Format itu memang lebih banyak menguatkan resonansi rakyat pada relasi sosiologis khas Indonesia yang dalam pandangan Geertz masih terikat kuat oleh traditional authority relationship. Eksplorasi naluri dan rasa menjadi sangat penting, karena selepas kampanye akbar itu sampai hari memberikan suara (17 April 2019) yang harus dilakukan adalah memastikan resonansi itu rakyat mewujud dalam bilangan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), yang mesti harus terus dijaga sampai penghitungan manual final di KPU.

Kampanye susulan di berbagai daerah dan Debat Capres/Cawapres Pamungkas, lebih difokuskan pada bagaimana mengelola rencana program yang dipresentasikan selama ini di dalam berbagai forum. Bilangan massa yang dipersoalkan para kurcaci politik, format kampanye yang disoal politisi flamboyan, dan beragam hal lain, biarkan dimainkan media sebagai political gimmick. Di situlah tugas juru bicara kampanye memainkan perannya dalam temubual atau gunemcatur media, yang untuk keren-kerenan disebut sebagai talkshow.

Dinamika dalam political gimmick tetap diperlukan untuk kepada rakyat pendukung Prabowo-Sandi, untuk menunjukkan, bahwa Capres/Cawapres yang mereka dukung, telah memikirkan dan telah mengelola aspirasi rakyat, yang terhimpun dalam gagasan tentang solusi persoalan rakyat saat ini. Termasuk alasan kiat, mengapa rezim harus berganti.

 Dalam konteks itu, mestinya seluruh pemimpin partai koalisi (dengan koalisi non permanen) mengadopsi apa yang berkembang dalam seluruh rangkaian kampanye untuk memelihara stabilitas konstituen dan merangkul swingvoters menggunakan hak pilihnya.

Panggung kampanye terbuka di Gelora 'Cinta' Bung Karno - Jakarta, menunjukkan semua kesediaan Prabowo - Sandi, untuk berdialog dengan pemilih. Sebagai masa kampanye, pasangan kandidat bertemu langsung rakyat, baik selama tur kampanye berlangsung, walaupun melalui debat. Dan inilah yang menarik,  Prabowo-Sandi, diakui atau tidak telah semayam di relung hati pendukungnya, tanpa harus menyebut mereka sebagai 'Rakyat Prabowo-Sandi.'  Melainkan Rakyat Indonesia yang menghendaki Indonesia Menang (Adil Makmur, Berdaulat Penuh, Disegani lawan dan kawan dan setara dengan bangsa lain dalam pergaulan dunia).

Seperti kata Prabowo dalam kampanye terbuka akbar, itu tim ahli dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sedang bekerja merampungkan berbagai cara (kiat dan strategi) implementasi seluruh janji politik mereka, sejak tiga bulan pertama memerintah. Prabowo Sandi tak perlu terpengaruh oleh isu-isu terkait teknis kampanye, karena posisi dan fungsi mereka adalah bagaimana menyikapi dan menanggapi berbagai gagasan dan aspirasi besar rakyat yang harus dituangkan dalam policy design pemerintahannya lima tahun ke depan.

Adalah tugas utama Prabowo-Sandi untuk menggunakan panggung kampanye (termasuk pentas debat), membangun kesadaran dan tanggungjawab seluruh rakyat, mewujudkan pemilihan umum yang bebas, rahasia, jujur, adil, dan benar. Jauh dari kecurangan!

Tentu, termasuk membangun dan memelihara sikap kritis rakyat untuk melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintahan selama masa fade out dan fade in pemerintahan lima tahun ke depan dengan segenap prosesi formalnya.

Prabowo-Sandi sudah berhasil menjadi people darlings, Prabowo-Sandi tak bisa tidak, menjelang dan selepas pemungutan suara 17 April 2019, harus memusatkan perhatian tak hanya melakukan evaluasi atas seluruh proses pelaksanakan pemungutan suara dan pengamanan suara. Keduanya juga harus memberikan arah dan komando yang jelas tentang berbagai aspek besar terkait dengan intervensi dari mana saja yang dapat memengaruhi bilangan suara final.

Bukan hanya karena intervensi itu terkait dengan diri keduanya, melainkan karena intervensi yang bisa terjadi atas seluruh proses dan prosedur pemungutan, pengamanan, dan rekapitulasi akhir suara rakyat, berdampak besar bagi masadepan bangsa ini. Khasnya generasi baru, yang belakangan hari dipertontonkan dengan perilaku politik transaksional yang buruk yang berkorelasi langsung dengan korupsi dan sumberdana politik transaksional - pragmatis. Saatnya Indonesia Menang ! Yang terserak, berhimpunlah. Yang jauh mendekatlah. Yang sudah dekat, karib-kariblah. Bangun komitmen: saling memuliakan, untuk kemuliaan Indonesia yang melayani rakyatnya, kemuliaan Indonesia, seperti pernah dicitakan para pendiri, perintis dan pejuang kemerdekaannya.. |

Editor : Web Administrator
 
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 242
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 421
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 316
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 271
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya
Energi & Tambang