Laku Cahaya Pentas Teater Jakarta

| dilihat 2991

AKARPADINEWS.COM | BAYANGKAN bila performa tata cahaya pada sebuah pertunjukan teater kurang maksimal, tak memberi aksen, tak memperkuat penokohan, bahkan bila pendar cahaya itu meredup tanpa sebab, maka olah peran dan visi pertunjukan menjadi kabur sesampainya kepada penonton.

Tatanan artistik, utamanya kostum, musik, dan tata cahaya dalam pementasan teater acapkali jadi persoalan buncit, faktor pendukung. Sorotan penting lumrahnya menyasar olah peran. Seolah cuma aktor melakon yang jadi fokus pertunjukan. Menangkap kebutuhan tatanan artistik panggung menyoal tata cahaya, gelaran Festival Teater Jakarta (FTJ) 2015 menjumput sub tema, “Teater dan Cahaya”.

Pada persiapan pelaksanaan FTJ ke-43 tahun ini, komite teater dan asosiasi teater lima wilayah DKI Jakarta, melalui serangkaian diskusi, menyorot kebutuhan tatanan estetika panggung melalui platform tiga tahunan, bertema Menata Laku, Menata Panggung, dengan sub tema Teater dan Cahaya (2015), Teater dan Bunyi (2016), dan Teater dan Rupa (2017).

Mewujudkan pekerja teater kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan berbagai sumber daya untuk penerapan ide-ide pemanggungan menjadi tantangan besar. Melalui sub tema Teater dan Cahaya, penyelenggara berharap proses pementasan teater, tata artistik panggung, khususnya pencahayaan, mendapat perhatian yang seimbang agar menjadi kesatuan utuh dalam menghasilkan pementasan yang baik, bernas, dan inovatif.

“Sebetulnya cahaya tidak saja seolah alat bantu di dalam teater, tetapi bisa menjadi subjek,” kata Irawan Karseno, Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Cahaya bisa menjadi representasi kritik sosial dan protes politik dalam bahasa pemanggungan.  

Lebih lanjut, menurut Dewi Noviami, Ketua Komite Teater DKJ, banyak hal yang bisa dibongkar mengenai teknis pemanggungan, misalnya cahaya bisa mewakili pesan penting dalam sebuah pementasan. “Tak selamanya soal-soal kritik sosial dan politis disampaikan dengan kata-kata, bisa juga dengan bahasa pemanggungan,” katanya.

Menurutnya tema-tema besar terkait kritik sosial dan hal-hal esensial yang mengakar sudah menjadi perhatian FTJ pada tahun-tahun sebelumnya, justru hal-hal yang bersifat teknis belum mendapat tempat, seperti tata cahaya. “Kita mengambil pilihan yang tidak populer, tetapi sangat penting terutama perbaikan pada soal-soal teknis,” kata Dewi Noviami.

Tentu perbaikan sarana penunjang semisal balai kesenian dan gedung pertunjukan, terkait tata cahaya mutlak terselenggara. Kondisi penunjang tata cahaya pada balai kesenian di lima wilayah DKI Jakarta sangat memprihatinkan. “Kami berusaha untuk mewujudkan ketersediaan, asal kelompok teater bisa merawatnya,” kata Asiantoro, Kepala Bidang Sumber Daya Kebudayaan, Disparbud DKI Jakarta.

Selain sarana, perhatian tak kalah serius mengenai pemanfaatan tata cahaya yang prima mutlak diperlukan tiap individu di dalam produksi teater. Salah satu langkah yang telah ditempuh ialah mengadakan pelatihan tata cahaya bersama pakar tata cahaya, Sonny Sumarsono.

Tak Sekadar Tata Cahaya

"Cahaya itu mengungkapkan sebuah kehadiran, tanpa cahaya tak ada suatu pun (yang) nampak,” tutur Sonny saat membuka pelatihan Tata Cahaya di ruang pleno, Dewan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Minggu (22/11).

Pelatihan yang berlangsung tiga hari (22-25/11) itu merupakan salah satu rangkaian dari FTJ 2015 dengan tema Teater dan Cahaya dan akan berlangsung 30 November-10 Desember 2015.

Mengingat pentingnya tema cahaya yang dilatarbelakangi oleh  peran dan fungsinya di panggung teater, FTJ mewacanakan tata cahaya melalui pelatihan tata cahaya. Tema ini menjadi penting karena di ranah seni pertunjukan, tata cahaya sebagai artistik panggung menjadi salah satu elemen utama.

Lebih luas, tahun 2015 ini pun dinobatkan sebagai tahun cahaya dan teknologi berbasis cahaya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Cahaya memainkan peran vital dalam kehidupan kita sehari-hari dan digunakan dalam berbagai disiplin sains pada abad ke-21.

Dalam penyampaian materinya yang bertema, Tata Cahaya, Cahaya Sebagai Media Ekspresi dalam Seni Pertunjukan, Sonny memulai pembahasan dengan menstimulus para peserta pelatihan yang terdiri dari perwakilan 17 kelompok Festival Teater Jakarta 2015 untuk menganalisa cahaya dari hal yang paling esensial bagi kehidupan manusia.

Di antaranya, cahaya sebagai rangsangan utama pada otak manusia, dalam kesehariannya kehidupan manusia berkisar antara gelap dan terang. Cahaya melahirkan bayangan. Keragaman dari cahaya dan bayangan mempengaruhi hampir seluruh gerak hidup manusia.

Definisi cahaya sebagai  media yang melahirkan sensasi warna yang berguna untuk merasakan dan mengungkap tekstur dari benda, suasana jiwa (mood), dan untuk memberi bobot ekspresi yang tepat terhadap suatu citra tertentu. Sedangkan dalam tata cahaya pentas, berbeda dengan penerangan umum atau iluminasi umum.

Cahaya dalam tata pentas, tidak diangankan sebagai penerangan. Namun, cahaya mengungkapkannya lewat pertumbuhan warna. Dalam tata cahaya panggung, peran cahaya menjadi penunjang terwujudnya satu kesatuan utuh sebuah pementasan yang baik, bernas, dan inovatif.

“Cahaya adalah ritme yang mengikat pada ritme irama pertunjukan,” jelas Sonny yang dikenal sebagai penata cahaya mumpuni yang memiliki jam terbang di panggung nasional dan internasional dan pernah mengikuti berbagai pelatihan mulai skenografi oleh Siegfried Paul di Bangkok, tata cahaya oleh Jennifer Tipton dan Clifton Taylor di Amerika Serikat, manajemen pentas oleh Sophie Claussen di Australia, dan berpartisipasi dalam berbagai festival seni pertunjukan maupun teater di beberapa negara di Asia, Eropa, dan Amerika.

Sonny pun memaparkan sumber cahaya dari alam seperti matahari, bulan, dan api hingga sumber cahaya buatan seperti lilin, lampu minyak, halogen, LED, dan sebagainya. Adapun dalam tata cahaya panggung, sumber cahaya ini merupakan kerja profesional antara penata cahaya (lighting designer) dengan alat seperti dimmer dan lain-lain.

Selain penyampaian wacana, untuk menjelaskan tata cahaya panggung dalam praktiknya, Sonny menggiring peserta untuk melakukan uji coba langsung di gedung Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki.

Istilah dalam penataan cahaya yang memiliki peran dan fungsi dalam panggung disimulasikan langsung oleh Sonny dan kawan-kawan peserta seperti frontlight yaitu cahaya dari arah depan panggung. Backlight, cahaya yang datang dari arah belakang. Sidelight, dari samping kiri dan kanan panggung dan terakhir downlight yaitu cahaya yang datang dari atas panggung ke bawah. Downlight diperlukan agar area panggung dapat dikendalikan untuk mengarahkan pandangan penonton ke suatu area yang lebih penting dari area yang lain (fokus).

“Mas Sonny mengarahkan bagaimana hubungan cahaya untuk memperkuat adegan, tokoh keaktoran, blocking hingga membangun atmosfer suasana” tutur Budi Sobar dari Komite Teater DKJ yang turut serta dalam pelatihan.

Berbicara tata cahaya panggung juga tidak dapat dilepaskan dari peran penata cahaya (lighting designer) sebagai pekerja professional di panggung seni pertunjukan.

“Lighting designer berada di luar teknis, karena dirinya memberi jarak, mengontrol, mengkoreksi apa-apa yang berlangsung di panggung, yang terpenting dari lighting designer adalah interaksi dan komunikasi dengan seluruh elemen pertunjukan” tegas Sonny.

Adapun yang terpenting bagi seorang lighting designer untuk mewujudkan kerja artistik dan ekspresi kreatifnya adalah bersumber dari ide penataan cahaya. Menurut Sonny, ide penataan cahaya di atas panggung justru bersumber dari kehidupan sehari-hari.

Pertama dengan meniru gejala yang terjadi di alam raya, pagi hari, sore, matahari terbenam, alam pedesaan, suasana kota metropolitan. Kedua, mendata peristiwa yang terjadi sehari-hari, sedih gembira, chaos, intrik dll dan ketiga, ruang-ruang pentas yang digunakan dalam pengadegan berupa panggung bawah, tengah, atas, panggung kiri, tengah dan kanan.

Tata cahaya sebagai media ekspresi seni menjadi penting dan menarik karena meniru realitas dan memperistiwakan kembali di atas panggung teater yang juga berbicara tentang kehidupan manusia. Selain itu, cahaya dan manusia, baik di atas maupun di luar panggung tidak akan pernah terpisahkan.  

Acara bertajuk Cahaya Sebagai Media Ekspresi Dalam Seni Pertunjukan mengajak lima belas perwakilan dari masing-masing kelompok teater pemenang di tingkat wilayah. “Dia acara pelatihan tata cahaya para finalis mendapat kesempatan untuk tukar informasi, dan menyerap ilmu tata cahaya langsung dari pakarnya,” kata Malhamang Zamzam, Ketua Pelaksana FTJ 2015.

Sebanyak 10-15 kelompok teater telah menampilkan kebolehannya di lima wilayah DKI Jakarat, timur, selatan, pusat, barat, dan utara. Terpilih masing-masing tiga pemenang yang selanjutnya akan berebut posisi puncak tingkat provinsi, Jakarta. “Tiap wilayah punya karakter yang berbeda.

Contohnya wilayah timur terkenal dengan spontanitasnya, berbeda dengan selatan yang lebih membawa penonton untuk berpikir, serius,” imbuhnya. Malhamang menilai bahwa karakter tiap wilayah pada gelaran FTJ tahun ini, tidak begitu kentara. “Saya tidak mengerti mengapa karakter tiap wilayah tidak menonjol, tapi gejala itu menjadi sesuatu yang unik pada FTJ kali ini,” pungkasnya.

Pencapaian artistik para peserta FTJ kali ini, khususnya tata cahaya, mendapat peluang baru. FTJ 2015 memberikan nominasi bagi tata cahaya terbaik.

Apresiasi yang pada gelaran FTJ tahun sebelumnya tak pernah ada. Terdapat lima dewan juri yang akan menilai penampilan para peserta; Dindon WS, Tita Rubi, Putu Wijaya, Nano riantiarno, dan Seno Joko Suyono. Terdapat lima belas peserta dari masing-masing wilayah yang akan berpentas. Tiap hari peserta tampil pada dua kesempatan, pukul 14.00 dan pukul 20.00 WIB.

Dirga Adinata/Ratu Selvi Agnesia

Editor : M. Yamin Panca Setia
 
Sainstek
01 Nov 23, 11:46 WIB | Dilihat : 918
Pemanfaatan Teknologi Blockchain
30 Jun 23, 09:40 WIB | Dilihat : 1153
Menyemai Cerdas Digital di Tengah Tsunami Informasi
17 Apr 23, 18:24 WIB | Dilihat : 1411
Tokyo Tantang Beijing sebagai Pusat Data Asia
12 Jan 23, 10:02 WIB | Dilihat : 1557
Komet Baru Muncul Pertama Kali 12 Januari 2023
Selanjutnya
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 36
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 229
Cara Iran Menempeleng Israel
14 Apr 24, 21:23 WIB | Dilihat : 246
Serangan Balasan Iran Cemaskan Warga Israel
Selanjutnya