Terompah

| dilihat 2091

Ahad yang indah. Awal pekan yang segar. Tete Misai, Ete Dapolo, dan Atok Sengon berjalan santai di lintasan datar hutan kota yang ditumbuh aneka flora khas hutan hujan tropis.

"Apa kenangan atau cerita menarik ketika masih bocah dulu?" tanya Tete Misai.

"Kalau saya, ya sagu.. Selalu terbayang ibu saya bakar sagu selepas salah subuh, memasak sayur kuning ikan segar, menyiapkan sarapan buat kami anak-anaknya," ujar Ete Dapolo.

"Kalau saya, kenangan yang paling indah ya.. Jonga. Saya suka memburu Jonga.. biasanya hari Ahad. Sampai berkeringat saya memburu Jonga," cerita Tete Misai.

"Kalau saya, yang paling berkesan adalah soal Terompah Abu Nuwas," ujar Atok Sengon.

Ete tertawa. Tete Misai, tersenyum.

"Ini bukan pengalaman pribadi. Tapi cerita paling berkesan dari ibu yang senantiasa berkisah kepada kami, anak-anaknya selepas menderas al Qur'an, ba'da isya," ungkap Atok Sengon. "Ibu senang berkisah seribusatu malam," sambungnya.

"Ada hubungannya dengan terompah aladin, lampu wasiat, dan sajadah terbang?" tanya Ete.

"Tentu ada.. kisah seribu satu malam, tak lengkap, tanpa semua yang Ete sebut tadi," ujar Tete Misai.

 Atok Sengon tertawa. "Terompah Aladin memang menarik," katanya. "Tapi, ada yang lebih menarik.. Terompah Abu Nuwas," lanjutnya.

Ketiganya terus melangkah, melintas di rerumputan. Sudah tiga putaran ketiganya berjalan, setara dengan enam putaran di Kebun Binatang Ragunan atau sepuluh putaran mengelilingi stadion utama Senayan, Jakarta.

Ketiganya lantas rehat di kedai kopi dan ubi bete Eha.

"Coba carita tentang terompah Abu Nuwas, itu," pinta Tete Misai kepada Atok Sengon.

Sambil melirik ke arah Ete Dapolo, mulailah Atok Sengon bercerita ihwal terompah yang selalu dipakai Abu Nuwas, cendekiawan bijak yang rendah hati, dan menggunakan keluguan untuk menjadi cermin kehidupan.

"Dengan terompahnya, yang berujung lancip dan agak melingkar ke atas, Abu Nuwas mengunjungi istana, untuk memberi nasehat kepada sang khalifah. Dengan terompah itu pula, Abu Nuwas melanglang ke berbagai guru sufi, menimba kearifan dan kecerdas­annya," ungkap Atok Sengon.

"Gimana ceritanya?" ujar Ete Dapolo sambil mengunyah ubi bete goreng. Tete Misai mengangkat gelas kopinya dan mereguk perlahan.

"Begini ceritanya... Suatu ketika, terompah Abu Nuwas hilang. Saat  itu, dia tertidur di tendanya. Dia tidak tahu, terompahnya di­per­mainkan dan digigit anjing, lalu menceburkan begitu saja terompah itu ke oase. Orang-orang dari suatu kabilah yang sedang mandi dan mengambil air, termasuk untuk bekal di perjalanan, melihat anjing menggigit terompah itu, lalu menjatuhkannya di oase.

"Orang-orang di kabilah itu pun riuh berdebat, mengeluarkan argumentasi masing-masing sampai urat leher mereka nampak tegang.

"Sebagian mereka bilang, air di oase itu, sudah tercemar najis. Jadi tak boleh dipergunakan untuk minum,  apalagi untuk wudhu’.

"Pasalnya? Ya, itu tadi, terompah Abu Nuwas sudah terkena air liur anjing. Jadi mengandung najis. Dan karenanya, terompah Abu Nuwas, dianggap telah mengontaminasi air oase, sehingga air itu tak lagi suci me­nyucikan.

"Sebagian lainnya berpikir lain dari sudut pandang berbeda. Menurut mereka, air oase masih bisa dipergunakan untuk minum dan ber­wudhu,’ karena volume air jauh lebih banyak di­bandingkan dengan liur anjing yang menempel di terompah Abu Nuwas.

"Saat mereka sedang bersitegang itulah, Abu Nuwas yang baru tterjaga dari tidur lelapnya, mencari-cari terompahnya sampai ke pinggir oase. 

"Mendengar perdebatan yang disertai ketegangan, lantaran masing-masing pihak menganggap dirinya benar, Abu Nuwas terpana. Dia terkejut, saat mafhum, bahwa pangkal musabab terjadinya silang pendapat mereka adalah terompah. Ya.. terompah dia, yang tercebur di oase, setelah digigit anjing.

"Orang-orang yang berdebat itu segera meminta Abu Nuwas memberikan pendapat ihwal kualitas air di oase, itu.

"Abu Nuwas menanggapinya dengan senyum, sedangkan orang-orang itu terpana menyaksikan pola lelaki berserban itu.

“Siapa di antara kalian yang bisa membuktikan, bahwa te­rompah saya telah mencemarkan air oase, sehingga air tak lagi bisa dipergunakan berwudhu’ dan tak boleh diminum?” tanya Abu Nuwas.

"Tak seorangpun bisa menjawab. Semua yang tadi berdebat saling pandang.

"Abu Nuwas kembali bertanya, ”Siapa di antara kalian yang bisa membuktikan, air liur anjing telah membasahi terompah saya, sehingga terompah itu mengandung najis yang mencemarkan air oase?”

"Lagi, tak seorangpun bisa menjawab. Juga saling pandang dan saling lirik satu dengan lain.

"Salah seorang di antara mereka bicara: "Tapi terompah itu digigit anjing. Kami melihatnya.."

"Abu Nuwas merespon dengan pertanyaan, "Kalian melihat air liur anjing itu membasahi terompah saya?"

"Abu Nuwas bertanya lagi, ”Siapa yang telah menggunakan air oase untuk mandi?” Semua meng­acungkan jarinya.

"Lagi, Abu Nuwas ber­tanya: ”Ke­mana mengalirnya air usai dipergunakan untuk mandi?” Serentak mereka menjawab: “Kembali meng­alir ke oase”.

"Lalu, dengan tatap pandang penuh wibawa, sambil mengelus-elus janggutnya, Abu Nuwas berkata, “Artinya, air yang telah menggelontorkan kotoran dan najis di tubuh tuan-tuan, mengalir kembali ke oase, lalu kalian tetap mengambil airnya untuk minum dan ber­wudhu”.

"Semua mengangguk. Salah seorang angkat bicara: “Kami lakukan itu, karena kami bukan najis.”

"Alasannya?" tanya Abu Nuwas. “Kami manusia, bukan anjing," jawab mereka hampir serempak.

"Abu Nuwas terkekeh. Lalu menceburkan diri­nya di oase, mandi sesuka hati sambil mengambil te­rompahnya. Lantas dia ber-tayammum, dan tak mengambil air oase untuk minum. Mereka yang ber­sengketa terlongong.

"Abu Nuwas mengatakan, dirinya tidak mengambil wudhu dan minum dari oase, karena oase itu sudah tercemar.

"Jadi betul kan, terompahmu sudah mengandung najis?" tanya pemimpin kabilah.

"Abu Nuwas menggelang. "Bukan karena terompah ini digigit anjing lalu jatuh ke oase, tapi karena oase itu sudah dipakai mandi oleh mereka yang saling menggonggong laksana anjing....," ujarnya sambil ngeloyor meninggalkan mereka.

Tok Sengon mengakhiri ceritanya. Ete Dapolo, terpana. |


Baca Juga : Blank

Editor : Web Administrator
 
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1095
Rumput Tetangga
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 431
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1502
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1321
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya