23 Tahun FORHATI

Hanifah Ingatkan Perempuan Mesti Cerdas Digital Cerdas Politik

| dilihat 758

KEBAYORAN BARU  | Koordinator Presidium Majelis Nasional Forum Himpunan Alumni HMI-wati (FORHATI), Hanifah Husein mengingatkan, agar kaum perempuan cinta literasi, cerdas digital, dan cerdas politik. Khasnya menyambut tahun momentum perubahan politik 2024.

Hanifah mengemukakan pernyataannya, itu ketika memberikan pidato dalam peringatan hari pembentukan FORHATI ke 23 tahun, Senin (13/12/21) di KAHMI Center, Jalan Turi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Peringatan itu, diisi dengan seminar virtual secara hybrid yang diikuti majelis wilayah dan majelis daerah FORHATI seluruh Indonesia.

Tampil sebagai pembicara dalam seminar virtual bertajuk "Mengokohkan Ketahanan Keluarga Melalui cerdas Digital," itu Titi Anggraini - aktivis perempuan untuk demokrasi dan Elly Risman, psikolog senior yang sejak lama concern pada ketahanan keluarga. Seminar virtual, itu dipandu Gefarina Djohan.

Tampak juga memberikan sambutan, Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI, A. Riza Patria secara daring dan Sekjend MN KAHMI Manimbang Kahariadi, secara luring. Nampak juga dalam acara tersebut, Ketua Umum KOHATI (Korps HMI-wati) PB HMI, Umiroh Fauziah. Juga anggota presidium dan pengurus Majelis Nasional FORHATI, antara lain Nuning Rodiyah, Farida Sihite, Izza, Kasmwati Kasim Marewa, Jamila Abdul Gani, dan lain-lain.

Secara aksentuatif dengan ritme yang terjaga, Hanifah menegaskan, "Cinta literasi kita perlukan untuk meningkatkan daya baca merespon fenomena perubahan budaya, teknologi, dan ekonomi, sehingga kelak mempunyai kompetensi di berbagai lapangan kehidupan."

Setarikan nafas, tegas Hanifah, kita juga mesti mengasah dan melatih diri untuk cerdas digital, sehingga mampu menempa diri  dan seluruh anggota keluarga, menjadi insan yang mampu memberi nilai manfaat atas kemajuan sains dan teknologi sebagai salah satu alat meneguhkan keimanan, ketinggian akal pikiran, dan menguatkan cara hidup yang terbaik. Antara lain, memilih dan memilah beragam konten informasi yang ditebarkan melalui beragam media, saluran dan platform, dan tidak menjadi konsumen media yang pasif.

"Dengan demikian, kita juga akan cerdas politik. Terutama menghadapi perubahan politik yang akan berlangsung tahun 2024 mendatang," tegasnya.

Cerdas Digital dan Ketahanan Keluarga

Kecerdasan digital kita perlukan, ungkap Hanifah, tidak hanya untuk menghindari diri dari ghibah, buhtan, dan fithan. Jauh dari itu, adalah supaya kita senantiasa menjadi Insan Cita yang mampu berdiri di barisan depan proses perubahan zaman.

Dengan cinta literasi dan cerdas digital, ungkap lulusan IPB (Institut Pertanian Bogor) asal Medan, itu kita perkuat ketahanan keluarga untuk mematuhi perintah Allah. Kita ikuti keteladanan Rasulullah Muhammad SAW, bil hikmah wal mauidzatil hasanah.

"Dengan kecerdasan, kearifan dan kemampuan komunikasi menebar kebajikan. Dengan ketahanan keluarga, kita yakin usaha sampai, menjadi bagian dari umat yang mau dan mampu merawat dan menjaga bangsa dan negara ini sebagai tanah air tempat berkah dan nikmat Allah terpelihara," lanjutnya.

Sebelumnya Hanifah menjelaskan, FORHATI memandang penting dan utama ketahanan keluarga, sesuai dengan prinsip,  "Perempuan adalah Tiang Negara, dan Keluarga adalah Pilar Utama Bangsa."

Ketahanan Keluarga kami pilih sebagai perhatian utama kiprah perjuangan FORHATI, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, seperti firman-Nya pada Surah At Tahrim ayat 6, mewajibkan seluruh insan beriman, untuk menjaga dirinya dan keluarganya dari neraka. "Ya Ayyuhal ladziina amanu ku anfusakum wa ahlikum naro."

Ayat ini, menurut Hanifah, juga dapat dimaknai sebagai kewajiban setiap insan beriman, menjaga dirinya dan keluarganya dari malapetaka, baik di dunia maupun di akhirat. Termasuk menjaga negara dan bangsa dari malapetaka. Terutama yang dipicu dan dipacu oleh ulah manusia, dalam skala lokal, nasional, regional dan global. Baik dengan cara langsung maupun tidak langsung. Melalui berbagai pemikiran dan aksi yang secara sengaja ingin melemahkan ketahanan keluarga, masyarakat, negara, dan bangsa.

Bersemangat, Hanifah mengingatkan seluruh pimpinan, pengurus, dan anggota FORHATI, fenomena yang berkembang selama beberapa dasawarsa mutakhir.

"Berbagai pemikiran dan aksi itu dilakukan secara serempak dan serentak. Tidak lagi dengan cara-cara yang biasa, yang mudah dikenali, melainkan dengan cara-cara yang canggih dan sistemik. Termasuk dengan cara-cara akademik, melalui proses penetratif hipodermis, menggunakan kemajuan sains dan teknologi, mempengaruhi kebijakan negara. Baik kebijakan politik, sosial, ekonomi, dan budaya," serunya.

Mangsa Oligarki dan Oligopoli

Pada bagian lain pidatonya, Hanifah memantik kesadaran kolektif FORHATI untuk mencermati fenomena kehidupan mutakhir di tengah proses perubahan global di seluruh bidang kehidupan.

"Di bidang politik dan ekonomi, sejak era 80-an, berkembang aksi pilantropi politik yang membuat manusia terjerembab dalam kapitalisme global yang menyeret banyak negara dan bangsa, tidak berdaya menghadapi pragmatisme politik dan politik transaksional. Lalu menjadi mangsa oligarki dan oligopoli, yang bila dibiarkan, akan merampas seluruh potensi sumberdaya negara dan bangsa. Lalu membuat umat atau rakyat tersingkirkan dan terpinggirkan," seru Hanifah.

"Di bidang sosial dan budaya, secara simultan dikembangkan berbagai pemikiran dan aksi yang menjauhkan umat manusia dari keyakinan, nilai, dan norma agama. Pemikiran dan aksi yang mengubah orientasi dan gaya hidup, yang membuat kita berjarak dengan Islam dan tradisi budaya bangsa sendiri," tegasnya.

Pada saat bersamaan, ungkap Hanifah, "secara intensif dan massif, kita dan anak cucu kita dikondisikan oleh singularitas, kebergantungan yang sangat tinggi terhadap gadget, yang membuat hidup kita dekat dengan jauh, dan jauh dengan yang dekat."

Usai menarik nafas sejenak, Hanifah mengemukakan, "Kita juga dihadapkan oleh pusaran arus besar transhumanitas, yaitu kesenjangan antara skill di satu sisi dengan kearifan dan tradisi di sisi lain. Termasuk eksplorasi friksi dan konflik sosial di seluruh aspek kehidupan. Antara lain, dalam kehidupan sehari-hari, mengemuka pemikiran dan aksi yang mempertentangkan Pancasila dengan Islam; keragaman dengan persatuan; hoax dengan fakta; dusta dengan kejujuran; bahkan, kita dihadapkan oleh pemikiran dan aksi yang melemahkan adab dan keadaban, yang menjauhkan kita dari agama sebagai landasan utama mewujudkan keadilan dan kemanusiaan."

"Kita dihadapkan oleh fakta," ungkap Hanifah, "bagaimana korupsi dan ruswah terus merajalela di tengah kemiskinan dan kesenjangan sosial yang terus melebar. Pada waktu yang bersamaan, arus penyimpangan seksual - seperti LGBT (lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender) --, pornografi dan porno-aksi, kekerasan seksual, penyalahgunaan narkoba, dan gizi buruk atau stunting menghadang anak cucu kita."

"Kita juga dihadapkan oleh kenyataan-kenyataan pahit, menjalar dan menyebarnya gaya hidup berhutang dan riba, yang terus menerus diproduksi oleh mesin kapitalis, seraya melemahkan akses umat terhadap modal," sambungnya

"Kesemua itu, membangkitkan kesadaran kita untuk secara antusias menguatkan ketahanan keluarga dengan cara cerdas dan sesuai dengan tuntunan agama. Membangun benteng yang kokoh di tengah zaman yang gamang, dipenuhi ketidak-jelasan, kompleksitas, dan keterbelahan," serunya.

 Tumbuh Kembang Watak

Di penghujung pidatonya, Hanifah mengemukakan, "Sebagai Insan Cita yang teguh dan konsekuen mewujudkan komitmen 'syukur, ikhlas, menjunjung tinggi syi'ar Islam, turut Al Qur'an dan hadits, jalan keselamatan' untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, kita tidak akan berdiam diri."

Sebagai kaum cendekia, tegas istri Ferry Mursidan Baldan, itu "kita tak boleh lelah dan bosan menguasai dan memanusiawikan sains dan teknologi, memberi dan meluaskan manfaat. Kita harus menempa diri kita dengan spirit kebangsaan, ke-Islam-an dan ke-ilmu-an, melayari transhumanisma yang sedang bergerak ke era digital."

Setiap kita berkewajiban menjadi muslimah yang selalu cinta literasi, sesuai dengan pesan filosofis di balik isyarat Allah dalam Surah Al Alaq 1 - 5: "Iqra` bismi rabbikallaszi khalaq. Khalaqal-insaana min 'alaq. Iqra` wa rabbukal-akram. Alladzii 'allama bil-qalam. Allamal-insana maa lam ya'lam" [Bacalah dengan -- menyebut -- nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah yang Maha Mulia. Yang mengajar manusia dengan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tak diketahuinya].

Dia menegaskan, "Cinta literasi penting. Karena melalui literasi kita mengasah kemampuan diri untuk berwawasan luas, sehingga kita mampu menjalankan fungsi kita sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anak kita. Mengemban fungsi menumbuhkan dan mengembangkan potensi generasi baru sebagai masa depan kita. Menumbuhkan dan mengembangkan watak, karakter, moral dan kompetensi anak-anak kita, generasi baru."

Hanifah juga menegaskan, "Dengan cinta literasi dan cerdas digital, kita perkuat ketahanan keluarga, dengan ketahanan keluarga kita patuhi perintah Allah. Kita ikuti keteladanan Rasulullah Muhammad SAW, bil hikmah wal mauidzatil hasanah. Dengan kecerdasan, kearifan dan kemampuan komunikasi menebar kebajikan. Dengan ketahanan keluarga, kita yakin usaha sampai, menjadi bagian dari umat yang mau dan mampu merawat dan menjaga bangsa dan negara ini sebagai tanah air tempat berkah dan nikmat Allah terpelihara."

Di penghujung pidatonya, Hanifah mengingatkan, bahwa tahun ini merupakan tahun terakhir kepemimpinannya. Untuk itu, ia menyampaikan ma'af sebesar-besarnya atas berbagai kelemahan dan kekurangan  dalam memimpin FORHATI, serta menyampaikan terima kasih kepada seluruh pendiri, pimpinan, pengurus dan anggota FORHATI di mana saja.

Ia menutup pidatonya dengan pantun, "Burung merpati di pohon Jati / Lalu terbang ke pohon kapas / Jangan lelah mengembangkan FORHATI / Walaupun badai kadang menghempas." Jayalah FORHATI. | kakamare, jammy

Editor : Sem Haesy
 
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 273
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 136
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 166
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 336
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 332
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya