Perlu Tegas Memilih: Presidensial atau Parlementer

| dilihat 1809

JAKARTA, AKARPADINEWS. Com- Bangsa Indonesia perlu memilih dengan tegas, hendak memilih sistem presidensial atau parlementer dalam memperbaiki sistem kehidupan bernegara ke depan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengemukakan pandangannya, itu di hadapan peserta Kongres Kebangsaan, yang digelar Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) di Jakarta, Rabu (11/12) lalu. “Jangan dicampur-campur.”

Pilihan itu, kelak terkait dengan keseimbangan, check and balances antara lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif juga harus tepat. "Tidak boleh ada yang merasa super hero, kemudian yang lain dianggap kurang penting," katanya.

Presiden SBY juga mengemukakan berbagai hal yang terkait dengan persoalan bangsa kini. Antara lain otonomi daerah. Ia mengemukakan, masih banyak yang harus diperbaiki dalam tatanan penyelenggaraan otonomi daerah, sejak dilaksanakan 2001 lalu. Perlu pendistribusian kewenangan yang adil dan tepat. Mana yang kewenangan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten atau Kota. “Tidak perlu ada saling klaim paling penting antara provinsi, kabupaten, atau kota.”

Presiden mengemukakan, kita harus memperbaiki sistem, sehingga korelasi antara pemerintah Pusat dan daerah berlangsung harmonis. Termasuk dalam pembiayaan pembangunan. Ia menegaskan, dalam sistem keuangan, pemerintah menganut desentralisasi fiskal, yaitu sistem bagi hasil. Presiden SBY paham terjadi ketidakpuasan dalam sistem tersebut. Tapi, negara juga harus memberikan anggaran bagi jalannya pemerintahan dan pembangunan.

Oleh sebab itu prinsip proporsional dilaksanakan. "Mana porsi yang tepat untuk pusat, mana yang daerah. Mana pembangunan sektoral dan regional. Dengan catatan anggaran itu digunakan sebaik-baiknya, jangan sampai terjadi penyimpangan dan juga tepat sasaran," tegas Presiden SBY.

Di sisi lain, Presiden SBY juga mengemukakan perlunya kesadaran dan tanggung jawab kolektif untuk konsisten terhadap konstitusi. Ia bercerita, pernah ada kalangan muda yang datang kepadanya ketika masih menjabat Menko Polhukam. Mereka mengatakan, tinggalkan saja UUD 1945 dan bikin yang baru. Tapi ketika menjadi Presiden, di forum dialog dengan para purnawiraan ABRI, ia didesak untuk melakukan dekrit Presiden kembali ke UUD 1945. Keduanya tak relevan dengan upaya memajukan bangsa ini. Karenanya, sepanjang menjabat Presiden, kedua hal itu tak pernah dilakukannya. Itulah sebabnya apa yang sudah berlaku sejak era Bung Karno, terus dilanjutkan pelaksanaannya. Termasuk politik internasional.

"Era sekarang ini, saya tambahkan all direction forum policy, berlaku bagi kita semua. Zero enemy miliion friends. Kalau tidak mengganggu bangsa Indonesia, kami juga tidak mengganggu," jelas Presiden SBY.

Di Bidang ekonomi, kebijakan yang ditempuh juga sesuai dengan amanat konstitusi. “Indonesia tidak menganut sistem kapitalisme fundamental, namun juga bukan penganut sistem ekonomi komando dimana semua dikontrol oleh negara.” Meskipun demikian, Presiden SBY meminta semua kalangan menyadari, bahwa mekanisme pasar yang efisien dan keterlibatan pemerintah yang tepat itu diperlukan agar keadilan tetap terjaga, ekonomi juga terus tumbuh sehingga membawa manfaat bagi rakyat.

Pada intinya, Presiden SBY mengemukakan, bangsa ini harus terus melaksanakan demokrasi yang benar. Karena itu, sistem pemilihan umum dan pilkada juga merupakan bagian penting dari lancarnya kehidupan bernegara yang baik Rakyat harus bisa memilih pemimpinnya dengan benar, diberi kesempatan tanpa tekanan. "Demokrasi seperti itu yang kita tuju."

Hal lain, Presiden SBY mengungkapkan, dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara selalu ada dua tipe manusia. Yaitu, mereka yang ingin perubahan dan yang antiperubahan. Tapi, bangsa yang bijak adalah bangsa yang tidak tabu terhadap perubahan. Ia menyadari, dalam kehidupan bernegara, kedua tipe manusia tersebut sering berbenturan, terutama kelompok ekstrim dari masing-masing kubu. Tipe pertama adalah mereka yang selalu senang dengan perubahan, tiada hari tanpa perubahan. Kedua adalah mereka yang antiperubahan dan berpikiran buat apa perubahan kalau memang sudah baik.

Karenanya, kita perlu selalu memiliki pikiran yang rasional bahwa sebenarnya perubahan itu tidak ditabukan, sepanjang memiliki kepentingan untuk kebaikan. "Kalaulah ada risiko terhadap perubahan itu, segala sesuatunya telah dikalkulasikan."

Perubahan harus dilakukan meskipun akan menghadapi penolakan. Namun, apabila sebuah bangsa sudah sepakat untuk melakukan perubahan maka tidak perlu merasa gentar. Yang terpenting perubahan itu sudah melalui proses perencanaan yang matang. "Kita tidak boleh menghalangi terjadinya hukum alam bahwa perubahan memang perlu dilakukan. Menganggap sistem yang dianut dalam periode tertentu sudah baik dan jangan diubah, jangan diganti, menurut saya itu mengingkari hukum alam." Kendati demikian, proses perubahan itu harus terus dievaluasi.

Editor : Nur Baety Rofiq
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 782
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1095
Rumput Tetangga
Selanjutnya