PUISI GUS NAS

Apa Kabarmu Ibu

| dilihat 617

H. M Nasruddin Anshory Ch

 

APA KABARMU, IBU

 

Hari ini langit di negeri ini berwarna lembayung

Kepak sayap merpati menembus kabut

Mencari cakrawala dalam orkesrtra doa

 

Seusai tahmid kusenandungkan agar semesta berpesta

Kusebut nama Ibu pada rindu di bait puisiku

 

Ibulah yang menghadirkan nyala lentera pada api hidupku

Menderapkan gelora gelombang dalam samudera kalbu

 

Di antara bermilyar hamparan batu-batu

Ibulah batu permata yang diam-diam meneguhkan betapa berharga diri ini menjadi manusia

 

Sembari menumbuk ribuan butiran padi

Ibulah yang mengajarkan tentang marwah dan jati diri

Bahwa hidup menjadi hidup setelah iman dan ilmu akan diuji

 

Dengan dongeng dan doa menjelang tidurku

Ibulah guru yang merenda kasih-sayang dalam kisah keteladanan yang harus kutiru

 

Pada embun pagi bulan Desember ini

Bermiliar anak-anakmu Ibu hanya bisa mengirim cinta

 

Dengan suara lirih dan terbata-bata

Tanggal 22 ini kupuisikan gumam doa

 

Terima kasih Ibu yang telah menggendong pagi dan senja

Menyalakan tujuh purnama dalam ziarahku mencari asal-muasal kata bahagia

 

[Gus Nas Jogja, 22 Desember 2020]

 

 

JAKARTA

 

Lebam siapa yang pagi ini kutemukan dalam puisi

Semburat langit mengucap gerimis

Kota yang telah kehabisan kata

Keluh dan kesah memerih dalam kisah sejarah

 

Kemana merpati putih yang kurindukan itu hinggap?

Dimana langit biru yang menjadi atap bagi keteduhan hati itu sembunyi?

 

Jakarta kian lapuk di pelupuk mataku

Taman-taman keindahan telah rindang dengan benalu

 

Dimanakah harum cinta akan menghembuskan nafasnya?

 Antara Istiqlal dan Katedral kuziarahi masa lalu

 

Kusaksikan jiwa-jiwa hampa berebut kuasa

Merayakan arang dan abu tanpa api di akal budi

 

[Gus Nas Jogja, 19 Desember 2020]

 

BELA BANGSA

Tanah air yang berurai air mata

Anak-anak zaman yang terapung di antara batu-batu karang

Masih adakah suara renta dan terbata-bata ini kalian dengarkan?

 

Dalam porak-poranda kata-kata

Ketika fatwa berlumur lumpur dan petatah-petitih kian tertatih

 

Aku mendengar jeritan tangis bayi di reruntuhan rasa sakit hati

 Atas nama apa akan kubela duka lara bangsa ini?

 

Atas nama siapa kupanggul harga diri negeri gemah ripah yang tak sanggup memakmurkan bangsanya sendiri?

Pada kelopak mataku sendiri

 

Kusaksikan racun korupsi membunuh jutaan bayi hingga lintas generasi

Tuba narkoba membantai putra-putri ibu pertiwi

 

 Akankah kejang-kejang para pejuang akan kubiarkan terus berulang?

Haruskah syair kalabendu akan kujadikan lagu menjelang tidur malamku?

 

Berapa lama sesama anak-bangsa ini akan terus saling mencerca?

Berapa lama sesama anak-negeri ini akan selalu saling mencaci?

 

Hari ini aku rindu menulis prasasti

Pada bait puisi yang tak pernah salah menerjemahkan suara hati

 

Kalian bisa menyebutnya bela negara

Tapi aku lebih suka memberi nama prasasti cinta

 

Dengan mengucap Indonesia Raya

Aku merayakan rasa syukur tafakkurku

 

Ijinkan akal pikiranku mengembara di jagat semesta

Menziarahi cakrawala bersama burung Garuda

Dengan sayap merah putih ini kukepakkan puisiku pada biru lazuardi

 

[ Gus Nas Jogja, 19 Desember 2020 ]

 

RINDU RAUDLAH

 

Dalam hembusan nafas malaikat Jibril telah kutulis rinduku

Pada ribuan kuntum sholawat yang terus bermekaran di relung kalbu

 

Kupeluk mesra harum Raudlah dengan puisi cinta

Kukalungkan janji setia pada keagungan kubah hijau di puncak Masjid Nabawi

Sholawat tak putus-putus kuutus dalam getar jantungku

 

Langit di atas Madinah memanggil nama itu

Mengabadikan kenangan manis pada Maulid Nabi yang terus meronta menahan rindu

 

Kota yang mencerahkan seluruh alam pikiran itu

Madinah diam-diam mengobati luka lamaku

Menjadi ibu dari semua kata pada bait-bait talbiyahku

 

Rindu Raudlah terus kuucap dalam deru sholawatku

Di tempat itulah syahadat telah kupahat

 

Menghijrahkan seluruh hidupku dari kebiadaban menuju keadaban di keabadian waktu

Kusebut-sebut namamu Muhammad saat kabut mengepungku

Ketika kusut-masai menghiasi kisah zaman akhir yang penuh nafsu

 

Kureguk mata air syafaatmu untuk menyembuhkan hati yang lebam membiru

Membersihkan noktah hitam pada bibirku yang telah lama dipoles gincu

 

Rindu Raudlah kuseruput dari sejuk air zam-zam yang mengisahkan jejak cinta kerasulanmu

Raja Diraja di kerajaan langit yang menjadi imam seluruh sembahyangku

 

[ Gus Nas Jogja, 21 Desember 2020 ]

 

-------

KOLOM PUISI ini terbuka untuk siapa saja yang gemar berekspresi lewat puisi. Sesuai dengan standar norma artistika, estetika dan etika, puisi-puisi yang wajar. Merdeka berkreasi tanpa melukai. Layangkan via email : nhaesy@yahoo.com | [Ma'af sebelumnya puisi yang dimuat belum beroleh imbalan]

 

Editor : Sem Haesy
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 339
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 244
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 422
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya