H. M Nasruddin Anshory Ch
APA KABARMU, IBU
Hari ini langit di negeri ini berwarna lembayung
Kepak sayap merpati menembus kabut
Mencari cakrawala dalam orkesrtra doa
Seusai tahmid kusenandungkan agar semesta berpesta
Kusebut nama Ibu pada rindu di bait puisiku
Ibulah yang menghadirkan nyala lentera pada api hidupku
Menderapkan gelora gelombang dalam samudera kalbu
Di antara bermilyar hamparan batu-batu
Ibulah batu permata yang diam-diam meneguhkan betapa berharga diri ini menjadi manusia
Sembari menumbuk ribuan butiran padi
Ibulah yang mengajarkan tentang marwah dan jati diri
Bahwa hidup menjadi hidup setelah iman dan ilmu akan diuji
Dengan dongeng dan doa menjelang tidurku
Ibulah guru yang merenda kasih-sayang dalam kisah keteladanan yang harus kutiru
Pada embun pagi bulan Desember ini
Bermiliar anak-anakmu Ibu hanya bisa mengirim cinta
Dengan suara lirih dan terbata-bata
Tanggal 22 ini kupuisikan gumam doa
Terima kasih Ibu yang telah menggendong pagi dan senja
Menyalakan tujuh purnama dalam ziarahku mencari asal-muasal kata bahagia
[Gus Nas Jogja, 22 Desember 2020]
JAKARTA
Lebam siapa yang pagi ini kutemukan dalam puisi
Semburat langit mengucap gerimis
Kota yang telah kehabisan kata
Keluh dan kesah memerih dalam kisah sejarah
Kemana merpati putih yang kurindukan itu hinggap?
Dimana langit biru yang menjadi atap bagi keteduhan hati itu sembunyi?
Jakarta kian lapuk di pelupuk mataku
Taman-taman keindahan telah rindang dengan benalu
Dimanakah harum cinta akan menghembuskan nafasnya?
Antara Istiqlal dan Katedral kuziarahi masa lalu
Kusaksikan jiwa-jiwa hampa berebut kuasa
Merayakan arang dan abu tanpa api di akal budi
[Gus Nas Jogja, 19 Desember 2020]
BELA BANGSA
Tanah air yang berurai air mata
Anak-anak zaman yang terapung di antara batu-batu karang
Masih adakah suara renta dan terbata-bata ini kalian dengarkan?
Dalam porak-poranda kata-kata
Ketika fatwa berlumur lumpur dan petatah-petitih kian tertatih
Aku mendengar jeritan tangis bayi di reruntuhan rasa sakit hati
Atas nama apa akan kubela duka lara bangsa ini?
Atas nama siapa kupanggul harga diri negeri gemah ripah yang tak sanggup memakmurkan bangsanya sendiri?
Pada kelopak mataku sendiri
Kusaksikan racun korupsi membunuh jutaan bayi hingga lintas generasi
Tuba narkoba membantai putra-putri ibu pertiwi
Akankah kejang-kejang para pejuang akan kubiarkan terus berulang?
Haruskah syair kalabendu akan kujadikan lagu menjelang tidur malamku?
Berapa lama sesama anak-bangsa ini akan terus saling mencerca?
Berapa lama sesama anak-negeri ini akan selalu saling mencaci?
Hari ini aku rindu menulis prasasti
Pada bait puisi yang tak pernah salah menerjemahkan suara hati
Kalian bisa menyebutnya bela negara
Tapi aku lebih suka memberi nama prasasti cinta
Dengan mengucap Indonesia Raya
Aku merayakan rasa syukur tafakkurku
Ijinkan akal pikiranku mengembara di jagat semesta
Menziarahi cakrawala bersama burung Garuda
Dengan sayap merah putih ini kukepakkan puisiku pada biru lazuardi
[ Gus Nas Jogja, 19 Desember 2020 ]
RINDU RAUDLAH
Dalam hembusan nafas malaikat Jibril telah kutulis rinduku
Pada ribuan kuntum sholawat yang terus bermekaran di relung kalbu
Kupeluk mesra harum Raudlah dengan puisi cinta
Kukalungkan janji setia pada keagungan kubah hijau di puncak Masjid Nabawi
Sholawat tak putus-putus kuutus dalam getar jantungku
Langit di atas Madinah memanggil nama itu
Mengabadikan kenangan manis pada Maulid Nabi yang terus meronta menahan rindu
Kota yang mencerahkan seluruh alam pikiran itu
Madinah diam-diam mengobati luka lamaku
Menjadi ibu dari semua kata pada bait-bait talbiyahku
Rindu Raudlah terus kuucap dalam deru sholawatku
Di tempat itulah syahadat telah kupahat
Menghijrahkan seluruh hidupku dari kebiadaban menuju keadaban di keabadian waktu
Kusebut-sebut namamu Muhammad saat kabut mengepungku
Ketika kusut-masai menghiasi kisah zaman akhir yang penuh nafsu
Kureguk mata air syafaatmu untuk menyembuhkan hati yang lebam membiru
Membersihkan noktah hitam pada bibirku yang telah lama dipoles gincu
Rindu Raudlah kuseruput dari sejuk air zam-zam yang mengisahkan jejak cinta kerasulanmu
Raja Diraja di kerajaan langit yang menjadi imam seluruh sembahyangku
[ Gus Nas Jogja, 21 Desember 2020 ]
-------
KOLOM PUISI ini terbuka untuk siapa saja yang gemar berekspresi lewat puisi. Sesuai dengan standar norma artistika, estetika dan etika, puisi-puisi yang wajar. Merdeka berkreasi tanpa melukai. Layangkan via email : nhaesy@yahoo.com | [Ma'af sebelumnya puisi yang dimuat belum beroleh imbalan]