Malapetaka Pertambangan Brazil

Bendungan Fundau Jebol, Vale dan BHP Ganti 1.6 M Dolar AS

| dilihat 6979

BRASILIA, AKARPADINEWS.COM | SAMARCO, salah satu perusahaan tambang raksasa milik Vale Brasil dengan Anglo-Australia BHP Billiton) akhirnya bersepakat mengeluarkan dana sebesar 6.1 miliar dollar Amerika Serikat. Dana ini dipergunakan untuk menutup kerugian bencana yang terjadi 5 November tahun lalu, akibat jebolnya bendungan Fundao di negara bagian Minas Gerais, yang mereka bangun untuk kepentingan pertambangan.

Kesepakatan itu mereka tanda-tangani dengan pemerintah Brazil di ibukota Brasilia, Rabu (3/3/16). Vale Brasil juga pemilik pertambangan nikel terbesar di Indonesia yang terletak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yang mereka beli dari Inco – Kanada.

Ketika bendungan jebol dan memuntahkan bahan beracun, tak kurang dari 19 orang meninggal dunia dan beberapa desa di sekitar situs pertambangan, lantak.

Kantor berita AP mengabarkan, perwakilan Samarco sudah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah. Presiden Brazil, Dilma Rousseff mengatakan, uang senilai USD6.1 miliar itu akan membantu ‘menyembuhkan’ derita yang ditimbulkan tragedi terbesar di Brazil itu, tanpa preseden.

Dana sebesar itu sepenuhnya akan dipergunakan untuk merehabilitasi permukiman penduduk, merehabilitasi kerusakan lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Samarco, menurut penjelasan Presiden Dilma, akan dibayarkan lebih dari 15 tahun.

Bendungan yang terletak di dekat Mariana, negara bagian Minas Gerais itu merupakan bendungan tailing. Jebolnya bendungan itu, disebabkan oleh kegagalan teknik, dan menyebabkan Sungai Doce, salah satu sungai terpenting di Brazil, tercemar racun.

Ketika bencana terjadi, sebuah desa lantak, pasokan air minum bagi ratusan ribu penduduk tercemari, kerusakan dan pencemaran terjadi sampai ke muara pantai Atlantik. Tak hanya penduduk desa yang menderita. Satwa liar, bisnis pairwisata, dan nelayan mengalami penderitaan akibat kerugian yang sangat besar.

Paulo Hartung, Gubernur negara bagian Espirito Santo yang juga berada di daerah aliran sungai Doce menyebut, bencana itu sebagai malapetaka lingkungan terbesar sepanjang sejarah Brazil.

Dalam kesepakatan yang ditanda-tangani antara Samarco dengan pemerintah Brazil, perusahaan tambang itu harus mempertanggungjawabkan semua hal yang terkait dengan bencana itu. Karena malapetaka itu dinilai bukan disebabkan oleh bencana alam, melainkan kegagalan teknik dan teknologi yang diterapkan di bendungan itu.

Pada acara penanda-tanganan perjanjian itu di Brasilia, Presiden Dilma Rousseff mengatakan, "Kami ingin membangun kehidupan baru di puing-puing tragedi yang belum pernah terjadi sebelumnya."

Bencana pertambangan yang dialami Brazil, itu telah menunjukkan, ketika terjadi malapetaka di lingkungan pertambangan, yang lantak bukan hanya alamnya melainkan juga budaya dan peradabannya. Pada peristiwa jebolnya bendungan itu, ratusan orang penduduk sekitar tambang telah meninggalkan kampung halaman mereka. Mereka harus hijrah ke tempat lain, karena sumber kehidupan mereka terampas oleh malapetaka.

Sejumlah penduduk menggambarkan situasi ngeri dan mencekam ketika malapetaka itu terjadi. Jebolnya bendungan itu, terdengar seolah ledakan dahsyat yang mengguncang bumi. Seketika menghamburkan banjir tebal dan besar. Lumpur beracun berwarna merah, bagai naga yang menggeliat, melumatkan apa saja yang dilaluinya.

Selain 19 orang meninggal, dikabarkan, lebih dari 75 orang yang berusaha menyelamatkan diri, terhempas begitu rupa dan mengalami luka-luka. Aliran banjir yang bergerak bagai naga, itu lalu menyapu dan meracuni kota-kota terdekat hingga ratusan mil yang berada pada dua negara bagian di tenggara Brazil.

Karenanya, selain menanda-tangani perjanjian dengan pemerintah federal Brazil, Samarco juga menandatangani perjanjian dengan pemerintah negara bagian Minas Gerais.

Polisi negara Bagian Minas Gerais meminta kepada Kepala Polisi Brazil untuk menahan Presiden / Chief Executive Officer (CEO) Samarco, Ricardo Vescovi, lima eksekutif perusahaan lainnya dan salah satu pimpinan kontraktor untuk menunggu sidang pengadilan yang akan digelar. Mereka didakwa menyebabkan tewas dan terlukanya para korban dan menyebabkan tercemarnya air minum, serta kerusakan lingkungan, akibat jebolenya bendungan akibat kesalahan teknik dan teknologi.

Polis meneruskan proses penyidikan, meskipun Samarco telah menanda-tangani perjanjian dengan Presiden Dilma, dan dua Gubernur negara bagian yang wilayahnya menjadi pusat bencana dan daerah terdampak petaka.

Perjanjian yang mereka tanda-tangani sendiri, menurut BHP Billiton, telah mencapai pemahaman termaju, berupa pembiayaan bertahap jangka panjang untuk membayar kompensasi kepada korban dan keluarga korban, serta rehabilitasi lingkungan. Untuk kepentingan itu, Samarco membentuk suatu Yayasan yang khusus melaksanakan dan mengembangkan program-program lingkungan dan sosial-ekonomi.

CEO BHP Billiton, Andrew Mackenzie mengatakan: "Perjanjian ini merupakan langkah maju yang penting dalam konteks mendukung pemulihan jangka panjang dari masyarakat dan lingkungan yang terkena dampak kegagalan bendungan Samarco.” Perjanjian itu,  menurut Mackenzie, menyediakan platform untuk para pihak bekerja sama mendukung pemulian, berupa remediasi daerah yang terkena dampak. "

Akan halnya Brasil Vale mengatakan, dalam kesempatan penanda-tanganan itu, pihak Samarco menyatakan tidak mampu membayar kewajibannya. Karena itu, Vale dan BHP Billiton akan bertanggung jawab menutupi biaya. Vale mengatakan kesepakatan itu tidak menutup pengadilan sipil yang menggugat secara pribadi mereka yang dinilai paling bertanggungjawab atas jebolnya bendungan, gugatan perdata umum lainnya ataupun investigasi kriminal.

Malapetaka ini bisa saja terjadi di situs pertambangan manapun di dunia, termasuk di situs pertambangan Vale Indonesia, yang mempunyai dua bendungan: Larona dan Karebbek di Luwu Timur – Sulawesi Selatan. Tak terkecuali di situs pertambangan milik Freeport di Tembagapura, Kuala Kencana, Timika dan sekitarnya di Papua.  | JM Fadhillah

Editor : sem haesy | Sumber : AP, Reuter, dan berbagai sumber
 
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 244
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 422
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 275
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 138
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya