Jokowi Ingin Percepat Kelistrikan Papua

| dilihat 2274

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) sedang memusatkan perhatian pada pembangunan infrastruktur kelistrikan di Provinsi Papua. Ia ingin, seluruh proyek pembangunan infrastruktur listrik di Provinsi Papua dipercepat.

Ketika meresmikan sejumlah proyek infrastruktur kelistrikan di Papua dan Papua Barat, yang berlangsung di Sentani – Jayapura, Senin (17/10) sore, keinginan itu dikemukakannya di hadapan Menteri Negara BUMN Rini M. Soemarno, Gubernur Papua Barat Lukas Enembe, dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir,

Jokowi ingin, semua kecamatan di Papua dan Papua Barat akan terang benderang pada tahun 2019, bukan tahun 2020 seperti dijanjikan Direktur Utama PLN Sofyan Basir.

“Saya tidak mau selesainya di tahun 2020,” ungkap Jokowi. “Saya minta di tahun 2019. Masa lama sekali?” lanjutnya.

Mantan Walikota Surakarta yang hanya separuh periode menjadi Gubernur DKI Jakarta, itu juga mengemukakan, ia mendapat laporan, medan di Papua berat. “ Ya saya tahu, saya kan sudah ke Wamena, Nduga, juga besok saya ke Yahukimo,” kata Jokowi.

Perusahaan Listrik Negara (PLN) menginformasikan, sampai saat ini (2016), rasio elektrifikasi di Papua baru mencapai angka 47 persen. Artinya, masih terdapat 53 persen penduduk  Papua belum menikmati listrik.

Jokowi mengakui, membangun infrastruktur di Papua berbeda dengan membangun di wilayah lain di Indonesia. Terutama, karena medan di Papua dan Papua Barat sangat sulit. “Inilah tantangan program proyek yang ada di Papua dan Papua Barat, medannya berat. Saya tahu tapi jangan diundur-undur. Saya minta semuanya dimajukan,” ujarnya.

Kabar dari Sekretariat Kabinet menyebutkan, proyek kelistrikan yang diresmikan Jokowi itu meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Air Orya Genyem 2 x 10 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro Prafi 2 x 1,25 MW, Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kilo Volt Genyem-Waena-Jayapura sepanjang 174,6 kilometer sirkit, Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kilo Volt Holtekamp-Jayapura sepanjang 43,4 kilometer sirkit, Gardu Induk Waena-Sentani 20 Mega Volt Ampere, dan Gardu Induk Jayapura 20 Mega Volt Ampere.

Amat dimaklumi, kalau Presiden Jokowi meminta pembangunan kelistrikan itu dipercepat ke tahun 2019, karena pada tahun itu, akan berlangsung Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden RI periode 2019-2014.

Lepas dari soal itu, Kementerian Energi Sumberdaya Mineral memang sudah merencanakan Program Indonesia Terang (PIT) yang pencanangannya dilakukan Menteri ESDM (Energi Sumberdaya Mineral) Sudirman Said di Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat, pada 21 April 2016 lalu.

Kementerian ESDM terus menggalakkan program PIT, itu. Selain di Papua, Unit Pelaksana Program Indonesia Terang tengah mempersiapkan kantor Koordinasi Wilayah Indonesia Timur di Ambon, Maluku yang kini sedang beroperasi.

Kementerian ESDM pernah mengemukakan, kerjasama antara Pemerintah, PLN dan instansi terkait lain untuk mencapai target 97% rasio elektrifikasi di tahun 2019, harus dilakukan. Kementerian ESDM, akan memfasilitasi mekanisme penyediaan infrastruktur dengan feed-in-tariff (FIT), dan subsidi harga untuk mendorong kelayakan ekonomi pembangunan listrik pedesaan.

PIT menyasar kepada 12.659 desa di 6 provinsi di Timur Indonesia yang belum terjamah oleh jaringan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Termasuk memberi perhatian khusus untuk menerangi 2.519 desa yang masih gelap gulita.

Itu pula yang mengemuka dari sejumlah pengamat dan kalangan DPR RI, ketika Ignasius Jonan dan Archandra Tahar, beberapa waktu berselang dilantik sebagai Menteri dan Wakil Menteri ESDM. Antara lain, seperti yang diingatkan oleh anggota DPR RI, Kurtubi.

PIT mengutamakan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk dapat memberikan listrik kepada masyarakat di daerah terluar Indonesia tersebut. Pembangkit- pembangkit listrik dalam PIT dikembangkan berdasarkan sistem kluster dan tidak menyambung ke sistem transmisi yang ada. Model pengembangan yang dilakukan PIT ini disebut sebagai pengembangan lepas-jaringan (off-grid).

Tiga pendekatan PIT yaitu dengan ekstensi grid (untuk desa dimana PLN telah hadir) mini grid / off-grid (dengan KK yang berdekatan), serta solar home system (untuk desa dengan KK berjauhan). Melalui program ini diharapkan dapat memanfaatkan sumber EBT dengan lebih efektif dan mempercepat tercapainya target 25% EBT dalam bauran energi nasional tahun 2025.

PIT dan Energi Terbarukan

KARENA pentingnya energi terbarukan, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinan Hutahean (Jum’at: 19/8/16) pernah mengemukakan, agar Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral harus memahami masalah energi terbarukan. Dikemukakannya, Menteri ESDM harus mempunyai visi, bagaimana menyediakan energi ke depan di sela kenyataan, bahwa energi fosil, seperti minyak bumi dan gas, tidak lama lagi akan habis.

Tapi, Presiden Jokowi memandang lain. Ia lebih melihat, yang diperlukan di kementerian itu kini adalah persoalan manajemen. Itulah sebabnya mengapa Jonan yang diangkatnya sebagai Menteri ESDM.

Bolehjadi benar.  Dalam hal PIT saja, kini pemerintah tengah berupaya menyukseskannya dengan membuat terobosan untuk menarik investasi dengan memberikan insentif menarik bagi para investor.

Pendanaan program ini bersumber dari dana gabungan yang berasal dari APBN, investasi swasta dan masyarakat, serta dana hibah dari program-program corporate social responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Indonesia.

Dengan pola pendanaan itu, untuk mempercepat penyelesaian PIT diharapkan dapat terjaring dana hingga Rp 53 trilyun. Pertimbangan dana yang dibutuhkan adalah Rp. 100 Triliun untuk memasok 1000MW listrik dari sumber Energi Baru Terbarukan.

PIT diterapkan melalui strategi inklusif, terjangkau, bertahap, serta transparan dan akuntabel. Inklusif berarti semua pihak terkait akan aktif dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Terjangkau berarti harga langganan listrik energi terbarukan tidak melampaui daya beli masyarakat. Bertahap berarti program dimulai dari desa-desa DTPK di pelosok Indonesia timur dan secara bertahap menuju ke barat.

Akan halnya transparan dan akuntabel diwujudkan dengan menyerahkan audit dan evaluasi dampak dari program ke pihak ketiga yang terpercaya.

Kementerian ESDM memberikan perhatian khusus kepada masyarakat di desa-desa yang masih supergelap agar dapat segera mengenyam listrik. Tanpa kebijakan dan aksi mustahil listrik terakses sesuai target yang telah dicanangkan karena listrik tidak hanya sebagai penerangan tapi juga sebagai jendela masuknya peradaban.

Melihat bandingan Malaysia

DALAM hal kelistrikan, Indonesia tertinggal dengan jiran Malaysia. Terutama, karena Malaysia, sejak merdeka pada tahun 1957, telah menyiapkan masterplan terkait ketenagalistrikan. Malaysia sejak awal menyadari, elektrifikasi merupakan komponen kunci yang memungkinkan bergeraknya pertumbuhan ekonomi.

Konsep dasarnya adalah ketenagalistrikan yang aman, dapat diandalkan, dan terjangkau seluruh rakyat. Meskipun fasilitas listrik awal di sini dibangun oleh Inggris selama penjajahan, Malaysia terus memupuk pembangunan dan meningkatkan kehandalan melalui kebijakan nasionalnya. Hal itu dilakukan pemerintah Malaysia untuk memastikan bahwa ketenagalistrikan terus mendukung pertumbuhan ekonomi dan kecakapan pembangunannya.

Kebijakan nasional utama yang berkaitan dengan sektor listrik di Malaysia adalah Kebijakan Energi Nasional, yang dirumuskan tahun 1979, untuk memastikan ketenagalistrikan yang efisien dan aman, serta tersedianya lingkungan yang berkelanjutan energi, termasuk listrik. Kemudian, kebijakan lainnya juga diformulasikan untuk mengatasi timbul masalah dan kekhawatiran di sektor energi. Termasuk Kebijakan Deplesi Nasional.

Sektor listrik di Malaysia telah berkembang banyak dalam lalu enam puluh tahun. Pada tahun 1949, listrik energi dijual hanya 141.3GWh sedangkan pada 2007, itu tumbuh lebih dari 89,000GWh. Pertumbuhan yang cepat ini memiliki telah bergandengan tangan dengan pertumbuhan ekonomi bangsa, terutama dalam sektor industri dan manufaktur.

Industri penyediaan tenaga listrik terintegrasi secara vertikal dengan umumnya bersifat monopoli, di mana sebuah perusahaan utilitas menangani semua generasi, transmisi dan distribusi listrik di suatu wilayah. Perusahaan utilitas utama ketenagalistrikan Malaysia adalah Tenaga Nasional Berhad (TNB), Perusahaan Pasokan Sarawak (Sesco) dan Listrik Terbatas Sabah (SESB), masing-masing meliputi wilayah Semenanjung Malaysia, Sarawak dan Sabah.

Setiap perusahaan awalnya dimulai di bawah pemerintahan Inggris sebelum kemerdekaan dan dinasioanlisasi hingga kini. Sejak tahun 1998, SESB menjadi salah satu anak perusahaan TNB. Di ketiga wilayah, juga terdapat produsen listrik swasta (IPP) menyediakan beberapa bagian dari pasokan listrik ke perusahaan utilitas untuk mengirimkan ke konsumen.

Kebijakan energi di Malaysia dirumuskan oleh Bagian energi dari EPU bawah Perdana Menteri Departemen. Hal ini diperbarui setiap lima tahun sebagai bagian dari Lima Rencana Malaysia.

 Kebijakan energi secara keseluruhan dirumuskan pada tahun 1979 (Kebijakan Energi Nasional 1979) dengan pedoman luas pada jangka panjang tujuan energi dan strategi untuk memastikan efisien, aman dan lingkungan pasokan energi yang berkelanjutan.

Ini adalah kebijakan utama yang mengatur sektor energi di Malaysia. Kebijakan itu kemudian diperkenalkan untuk mendukung tujuan dan implementasinya.

Kebijakan Diversifikasi kemudian dirancang pada tahun 1981 untuk mencegah ketergantungan berlebih pada minyak (fosil) sebagai sumber energi utama. Tujuannya adalah untuk menjamin kehandalan dan keamanan suplai energi dengan berfokus pada empat sumber energi primer: minyak, gas, PLTA dan batubara.

 Selama periode 1996-2000, kebijakan di sektor listrik terutama didorong untuk menjamin kecukupan kapasitas pembangkit serta memperluas dan meningkatkan transmisi dan distribusi infrastruktur. Pada tahun 2000, diberlakukan kebijakan tentang energi terbarukan, sebagai bauran pasokan energi.

Efisiensi energi juga didorong untuk mencegah Malaysia menjadi importir energi bersih yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah merumuskan sembilan rencana kebijakan untuk memperkuat inisiatif untuk efisiensi energi dan energi terbarukan dikemukakan dalam Kedelapan

Rencana Malaysia terfokus pada pemanfaatan yang lebih baik sumberdaya energi. Penekanan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak bumi menyediakan lebih banyak upaya untuk mengintegrasikan alternatif bahan bakar. Termasuk kebijakan perpajakan terkait dengan efisiensi energi dan generator energi terbarukan.

Kebijakan Nasional Kebijakan Energi Malaysia 1979 telah mengidentifikasi tiga tujuan: pasokan, pemanfaatan dan lingkungan | JM Fadhillah

Editor : sem haesy | Sumber : berbagai sumber
 
Energi & Tambang
Polhukam
19 Apr 24, 19:54 WIB | Dilihat : 223
Iran Anggap Remeh Serangan Israel
16 Apr 24, 09:08 WIB | Dilihat : 317
Cara Iran Menempeleng Israel
Selanjutnya