POLA interaksi masyarakat dengan alam dan lingkungannya, berlangsung secara tradisional, mengingat lambannya proses penguasaan sains dan terknologi. Karena itu, mereka memerlukan fase yang sangat panjang untuk mampu mengelola sumberdaya alam dengan kearifan dan kecerdasan lokal, dan sains teknologi modern yang lebih dulu berkembangan di peradaban bangsa-bangsa yang hidup di belahan barat. Proses transformasi berkembang, setelah manusia menemukan berbagai perangkat mobilitas manusia, yang kian hari bergerak sangat cepat.
Wahyu suci, para nabi dan rasul, yang memandu manusia mengelola peradaban dan sumberdaya alam yang diciptakan Allah untuk kehidupan manusia, diturunkan dan diutus ke satu lokasi di atas mukabumi, yang memungkinkan terjadi penyebaran ke seluruh belahan bumi. Yaitu ke kawasan yang sedang iklimnya. Di kawasan bumi inilah, sains, teknologi, arsitektur, ilmu teknik, industri, seni, dan beragam tradisi praksis mengolah pakaian, makanan, dan interaksi manusia dengan binatang dan tetumbuhan berlangsung. Lebih ke sebelah timur dalam gugusan ekuator, berkembang iklim yang sedang dengan peradaban manusia yang relatif sederhana.
Di kawasan ini, jauh sebelum wahyu suci diturunkan, serta para nabi dan rasul menjangkaunya, telah berkembang beragam nilai peradaban purba. Dan hanya mereka yang memiliki basis nilai yang melandasi hubungan manusia dengan alam -- kemudian -- yang dapat menerima wahyu suci sebagaimana diajarkan para rasul-Nya. Karena kesederhanaan peradaban mereka memungkinkan terjadinya tradisi pemeliharaan alam, yang menjadi basis kehidupannya.
Kehidupan mereka dicirikan oleh tempat kediaman, tata busana, makanan, dan pekerjaan. Rumah-rumah mereka terbuat dari kayu dan batu, dengan dihiasi oleh hasil kerajinan sebagai ekspresi nalar, nurani, rasa, dan indria. Pada tahap perkembangan peradaban selanjutnya, mereka memenuhi hidupnya dengan aneka perkakas yang mereka gali dari dalam bumi.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap perkakas hidup itulah, menurut Khaldun, mereka mengolah alam di sekitarnya menjadi peralatan rumah tangga dan perhiasan, dari olahan sederhana atas logam.
DENGAN PERADABAN SEDERHANA, KOMUNITAS MANUSIA PURBA MENGELOLA ALAM DENGAN PERKAKAS HIDUPNYA YANG TERBATAS
Khasnya: emas, perak, besi, tembaga, timah hitam, timah putih, nikel, dan lainnya. Dari jenis logam itulah, mereka memilih logam yang nilainya lebih tinggi untuk membuat mata uang sebagai alat transaksi sesamanya.
Kesederhanaan peradaban mereka, telah membentuk kesadaran alamiah: mengelola potensi sumberdaya alam, khususnya tambang secara efisien. Jauh dari sifat berlebihan dalam segala dinamika dan pekerjaan mereka.
Meski dalam pandangam Charles Issawi, pengetahuan Khaldun tentang bumi tidak lebih unggul dari para failasuf lainnya, beberapa pemikiran Khaldun dapat menjadi salah satu pijakan dalam memahami hakekat keberadaan alam dan manusianya. Khususnya dalam memahami berbagai produk tradisi dan budaya masyarakat di sekitar kawasan yang kaya dengan sumberdaya mineral, gas, dan bumi. Khasnya, kawasan pertambangan.
Khaldun menyebutkan, penduduk di daerah-daerah tengah, sebagaimana halnya bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara, kini, merupakan penduduk yang sederhana dalam fisik dan karakter. Juga dalam tata cara hidup sehari-hari.
Seluruh kondisi alam – dengan segenap kekayaannya – cukup dibutuhkan untuk cara hidup beradab. Sejak dari mencari penghidupan, membuat rumah tempat kediaman, keahlian, ilmu pengetahuan, kepemimpinan, serta wibawa kekuasaan, negara atau pemerintahan, bangunan-bangunan, firasat, keahlian imaji yang tinggi, serta seluruh kondisi yang sederhana lainnya. | [bersambung]