Moratorium, Awal Perang Batubara

| dilihat 2857

JAKARTA, AKARPADINEWS.COM | RENCANA kebijakan Presiden Jokowi melakukan moratorium pertambangan dan kelapa sawit adalah niscaya. Jum’at (15/4) lalu di Gedung Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM), Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, moratorium pertambangan bisa dilakukan.

Dikatakannya, beberapa masa terakhir, harga komoditas tambang sedang tertekan dan minat investasi akan industri tambang juga sedang menurun. Menurut Sudirman, sekarang inilah waktu yang baik untuk melakukan moratorium, sekaligus melakukan konsolidasi di sektor pertambangan.

Sudirman mengemukakan, konsolidasi itu bermakna penting, agar industri pertambangan sungguh diisi oleh para pelaku bisnis yang serius, sekaligus menunjukkan kepedulian lingkungan. Aksentuasi terhadap pelaku bisnis yang peduli lingkungan digaris-bawahi, karena dalam banyak kasus, ditemukan pelaku industri pertambangan yang tidak dapat merehabilitas lingkungan tambang dengan maksimal.

Presiden Jokowi mengemukakan rencana moratorium, ketika Kamis (14/4) lalu, bersama Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, melakukan kunjungan ke Kepulauan Seribu, Jakarta. Pernyataan itu dikemukakan Jokowi, karena dia tak ingin lagi ada konsesi pertambangan yang "menabrak" hutan konservasi.

Menurut Jokowi, pemerintah akan menertibkan urusan tata ruang sektor pertambangan agar tidak melanggar batas konsesi yang ditetapkan.

Jauh hari, di beberapa daerah, sejumlah Gubernur sudah melakukan aksi moratorium pertambangan, yang dipandang sudah jenuh, dan meninggalkan kerusakan pada lingkungan. Salah seorang yang menonjol adalah Gubernur Kalimantan Timur – Awang Faroek Ishak. Bahkan, tahun lalu, kepada akarpadinews.com, Awang Faroek sudah menegaskan hal itu sekaligus menunjukkan aksinya di Provinsi yang mengangkat tema sebagai Green Province itu.

Dia mengemukakan, kebijakan moratorium tambang itu ditempuhnya, karena banyak kegiatan usaha pertambangan yang tidak ramah lingkungan. Khasnya, pertambangan batubara.  Di awal tahun 2016, Awang menegaskan ulang, "Pemerintah tetap memberlakukan moratorium. Keputusan ini penting untuk penertiban kegiatan usaha pertambangan (khususnya batubara), perkebunan dan kehutanan," ujarnya.

Di luar negeri, moratorium pertambangan batubara sudah dilakukan oleh pemerintah Obama (Amerika Serikat), Xi Jin Ping (Republik Rakyat Tiongkok), Benigno Aquino III (Filipina). Asosiasi Pertambangan Wyoming di AS mengemukakan, pengumuman pemerintahan Obama tentang moratorium, itu seperti angin musim dingin yang terasa pahit, bertiup dari Powder River Basin.

Kebijakan Obama diprotes oleh Colin Marshall – Presiden dan Chiesf Executive Officer (CEO) Cloud Peak Energy. Marshall menyebut, kebijakan Obama itu menunjukkan sikap ‘perang batubara.’ Dia menyindir, kebijakan itu menandakan, pemerintahan Obama telah bermain-main dengan para calon dari berbagai kelompok kepentingan, dan terkait dengan Pemilihan Umum 2016.

Pemerintah AS sendiri mengemukakan, kebijakan itu merupakan langkah nyata yang menunjukkan garis inisiatif AS dalam konteks ‘perang batubara,’ untuk memulai pembangunan power plan yang bersih dan lebih ramah lingkungan.

Pemerintah AS menangkis asumsi para penambang, bahwa kebijakan itu memberi kontribusi pada lumpuhnya industri berbasis batubara, setelah sebelumnya ‘terluka’ oleh penurunan tajam harga minyak bumi dan gas alam.

Marshall mengemukakan, mestinya pemerintahan Obama mempertimbangkan, bahwa perusahaan pertambangan telah lama membayar biaya besar untuk memperoleh hak beroperasi di lahan federal. Cloud Peak dan perusahaan lain selama ini beroleh konsesi tambang Powder River Basin, yang dijuluki sebagai harta karun geologi, dengan triliun ton batubara.

Pandangan Marshall tak begitu digubris. Pemerintahan Obama, terutama para pejabat dari Badan Perlindungan Lingkungan, telah mengambil sikap tegas. Kecil kemungkinan mereka mempertimbangkan izin baru meskipun mereka memberi ruang untuk “mendengarkan sesi” dari negara bagian.

Marshall tak diam, dia terus ‘misu-misu’ dan mempertanyakan, apakah FBI tidak terganggu mendengar tentang dampak yang ditimbulkan dari larangan itu, khasnya pada pekerja, keluarga dan ekonomi lokal dan negara.

“Kami kecewa, bahwa setelah melewati 'mendengarkan sesi,' terkesan pemerintah federal tak mendengarkan aspirasi dari kalangan pekerja Amerika. Bahkan, mengabaikan pandangan Gubernur Negara Bagian yang menegaskan betapa pentingnya program penambangan batubara itu, "kata Marshall.

Data yang diperoleh dari lingkungan pemerintahan Obama, diketahui, bahwa sekitar 40 persen batubara yang diproduksi di Amerika Serikat, berasal dari lahan federal. Sebagian besar pertambangan itu berada di lahan pemerintah, khasnya di Wyoming, Montana, Colorado, Utah dan New Mexico. Wyoming, secara total, menghasilkan lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan Virginia Barat.

Badan Perlindungan Lingkungan AS, belum mempublikasi, apa dampak moratorium itu terhadap banyak perusahaan batubara dan masyarakat, mengingat produksi yang bakal menurun drastis. Hanya saja diperkirakan, sejumlah pembangkit listrik berbahan bakar batubara di seluruh negeri akan tutup.

Para penambang mengambil ranah politik untuk mempertahankan kepentingannya. “Kami mendesak anggota parlemen Pantai Barat di tingkat negara bagian dan Kongres untuk memastikan review yang tepat waktu dan sah oleh Departemen Dalam Negeri," kata Marshall.

Mereka terus bergerak dan memasukkan soal moratorium itu menjadi salah satu hal yang dipertanyakan dalam rangkaian debat kampanye para bakal kandidat Presiden Amerika Serikat. Sejalan dengan itu, mereka masih mendulang untung melalui cadangan produksi, antara lain melalui kantung-kantung deposit: Youngs Creek dan Big Metal."

Beberapa industri zona Powder River Basin mengatakan, moratorium itu bukan solusi terbaik bagi semua pihak.  Kepada Foxnews.com, Travis Deti - asisten direktur untuk Asosiasi Pertambangan Wyoming, mengatakan, “Pandangan Marshall, itu hanya lip service. Sekadar upaya lain untuk menjaga batubara di atas permukaan tanah.” Hasil produksi, maksudnya.

Dengan kebijakan moratorium, pemerintahan Obama sadar, kehilangan royalti 12,5 persen pada harga jual batubara di lokasi tambang, yang sudah beroperasi sejak 1976. Uang hasil royalti tersebut, selama ini dibagi antara pemerintah federal dan negara bagian di mana batubara tersebut ditambang. Perusahaan batubara juga membayar biaya $ 3 per tahun untuk setiap acre lahan yang disewanya.

Marshall mengaku, “Cloud Peak Energy membayar $ 354.000.000 dalam bentuk pajak dan royalti kepada pemerintah federal, negara bagian dan lokal pada tahun 2014.” Dia juga menjelaskan, “Untuk tahun yang sama, kami membayar tambahan $ 69.000.000 untuk sewa lahan bagi produksi masa depan. Untuk tahun yang sama, keuntungan kami adalah $ 79 juta.”

Deti mengemukakan, pemerintah tidak benar-benar melihat akan begitu banyak pembayar pajak keluar dari list pembayar pajak. Bahkan, tak mau melihat pukulan maut terhadap industri berbasis batubara  seperti di Powder River Basin. “Tidak ada lagi lapisan gula,” kata Deti. “Kelak, yang ada hanyalah tangan pemerintah menempatkan kuku lain di peti mati industri.”

China melakukan hal yang sama. Demikian juga halnya dengan Filipina. “Kami berlakukan moratorium di atas tiga tahun, sebelum menyetujui kembali operasi tambang baru. Kapasitas pertambangan batubara akan dipotong sebesar 500 juta ton selama tiga sampai lima tahun ke depan dengan menutup tambang kecil atau usang. Dengan 500 juta ton kami lakukan konsolidasi perusahaan pertambangan,” tegas publikasi resmi pemerintahan Xin Ji Ping.

Akan halnya pemerintahan Benigno Aquino III, melalui Dewan Koordinasi Industri Pertambangan tingkat kementerian, menguatkan kebijakan moratorium pertambangan melalui usulan rancangan undang-undang, dengan tarif terlampau tinggi. Dengan begitu, industri pertambangan di Filipina tidak lagi kompetitif untuk investasi asing.

Dalam skala global, tinggal lagi Australia dan Indonesia, yang selama ini berkompetisi secara neck to neck, yang masih terus berusaha menjadi eksportir batubara terbesar di dunia. Dengan kebijakan moratorium, tentu akan menjadi lain. Izin baru juga akan lebih terkendali. Boleh jadi dengan begitu, penerapan hukum lingkungan benar-benar mewujud.. | JM Fadhillah

Editor : sem haesy | Sumber : berbagai sumber
 
Ekonomi & Bisnis
12 Mar 24, 10:56 WIB | Dilihat : 273
Nilai Bitcoin Capai Rekor Tertinggi
02 Mar 24, 07:41 WIB | Dilihat : 136
Elnusa Bukukan Laba 2023 Sebesar Rp503 Miliar
Selanjutnya
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 431
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1501
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1320
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya