Soroti 400 Orang Tim Bayangan Bentukan Nadiem

Rachmat Gobel: Mendikbud Tak Paham Kebutuhan Bangsa dan Rakyat Indonesia

| dilihat 546

Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang, Rachmat Gobel, mengkritik pernyataan Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang keberadaan tim bayangan, yang kemudian disebut sebagai vendor, yang berjumlah 400 orang.

“Dengan berbagai langkah dan kebijakannya, yang kini ditambah dengan pengakuan tentang keberadaan tim bayangan ini, saya menilai sesungguhnya Mendikbudristek tak paham kebutuhan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia terhadap agenda dan tata kelola pendidikan di Indonesia,” katanya, Rabu, 28 September 2022.

Nadiem menyampaikan tentang keberadaan tim di luar Kemendikbudristek itu saat berbicara di United Nations Transforming Education Summit di markas PBB di New York, Amerika Serikat.

Video pernyataannya itu kemudian diunggah di akun instagramnya pada Rabu, 21 September 2022.

“Kami sekarang memiliki 400 manajer produk, insinyur perangkat lunak, ilmuwan data yang bekerja sebagai tim yang melekat untuk kementerian,” katanya seperti dikutip media. Menurutnya, “Setiap product manager dan ketua tim posisinya hampir setara dengan direktur jenderal.”

Namun pernyataannya itu kemudian sedikit diralat saat rapat kerja dengan Komisi X DPR RI pada Senin, 26 September 2022. “Mungkin ada sedikit saya ada kesalahan dalam menggunakan kata shadow organization,” katanya seperti dikutip media.

Menurutnya, yang ia maksud adalah organisasi dengan sifat mirroring. “Mirroring itu artinya setiap dirjen yang menyediakan layanan itu bisa menggunakan tim, suatu tim permanen yang selalu bekerja sama,” katanya. Lalu ia menegaskan, tim tersebut adalah vendor. Padahal saat di PBB ia menjelaskan bahwa tim tersebut bukan vendor.

Kontroversi Tim Bayangan

Sebelum munculnya kontroversi keberadaan tim bayangan atau vendor yang berjumlah 400 orang tersebut, Nadiem juga lebih sibuk membuat jargon-jargon seperti Kampus Merdeka atau Merdeka Belajar. Ia juga sibuk bongkar-pasang sistem dan kurikulum baru. Selain itu, ia fokus pada digitalisasi pendidikan.

“Digitalisasi itu memang harus, tapi itu bukan yang utama. Digitalisasi ini masih menghadapi kendala jaringan, kemampuan memiliki gadget, dan juga keharusan skill up gurunya,” katanya.

Ini menyangkut jumlah murid sekitar 25 juta yang tersebar di lebih dari 200 ribu sekolah dan diampu oleh lebih dari 2,6 juta guru. Mereka tersebar di seluruh Indonesia dengan kondisi yang sangat beragam. Melalui bongkar-pasang sistem dan kurikulum, katanya, juga membuat guru, murid, dan orangtua menjadi sibuk beradaptasi karena seringnya perubahan sistem dan kurikulum.

Padahal, kata Gobel, pendidikan selain fokus pada program jangka panjang juga harus relevan dengan kebutuhan jangka menengah dan jangka pendek.

“Karena itu pendidikan harus melihat pada kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal itu harus dilihat pada program di berbagai kementerian dan lembaga pemerintahan,” katanya.

Sebagai contoh ia mengemukakan bahwa kondisi global saat ini sedang dihadapkan pada tantangan ketersediaan pangan akibat perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan juga geopolitik global. Karena itu, pendidikan harus bisa mengantisipasi ini dalam pendidikan pertanian.

Pada sisi lain, katanya, dunia pertanian Indonesia sedang dihadapkan pada menuanya usia petani dan kurang tertariknya generasi milenial untuk bertani. “Jadi masalah ini bukan hanya menyangkut kementerian pertanian tapi juga apa solusi dari kementerian pendidikan. Jumlah penduduk Indonesia sangat besar, jangan sampai kita krisis pangan,” katanya.

Harus Pertanggungjawabkan Anggaran

Lebih lanjut ia mengatakan, Indonesia harus masuk ke dalam teknik pertanian yang modern dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. “Spirit ini yang harus muncul dalam pendidikan pertanian kita seperti di negara-negara maju seperti di Jepang, Eropa, Australia, Amerika, bahkan Tiongkok,” katanya.

Selain itu, kata Gobel, Indonesia sedang memasuki tahap industrialisasi. Karena itu, kementerian pendidikan juga harus berkoordinasi dengan menteri perindustrian, menteri ESDM, menteri tenaga kerja, dan seterusnya.

“Dialog dengan mereka. Apa kebutuhannya. Begitu cara kerja menteri pendidikan. Bukan sibuk membuat jargon dan bongkar-pasang sistem maupun kurikulum. Dunia pendidikan harus fokus ke era industri, yang sayangnya saya belum melihatnya dalam hampir tiga tahun ini,” katanya.

Hadirnya tim bayangan, kata Gobel, juga menunjukkan lemahnya menteri pendidikan dalam membangun sistem ke dalam, pembinaan sumberdaya manusia di tim internal, dan paling parah tak memahami tata kelola bernegara.

“Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang bisa membangun tim dan tim itu bisa berkelanjutan. Nah ini malah membentuk tim di luar. Terus setelah dia tak jadi menteri, bagaimana dengan kelanjutan programnya? Ini kan aneh,” katanya.

Ia khawatir hadirnya bahasa vendor ini menjadi memberi kesan bahwa ini hanya soal proyek saja. “Dana pendidikan itu sangat besar. Sesuai regulasi harus 20 persen dari APBN, sehingga anggaran pendidikan sangat besar.  Pada 2020 bernilai Rp 508 triliun, pada 2021 Rp 550 triliun, pada 2022 Rp 621 triliun, dan tahun 2023 nanti bisa lebih besar lagi.

Bagaimana anggaran ini efektif bagi peningkatan kualitas guru, sarana dan prasarana pendidikan, kesejahteraan guru, serta ujungnya pada kualitas peserta didik. Menteri pendidikan harus bisa mempertanggungjawabkan ratusan triliun anggaran pendidikan ini,” katanya.

Kecaman Anggota Komisi X DPR RI

Kritik Rachmat Gobel tersebut senafas dengan aspirasi rakyat mengemuka dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Dikbudristek yang didamping Sekjend, Irjend-nya, dan sejumlah pejabatnya, 26 September 2022.

Sejumlah anggota DPR RI mempersoalkan tim bayangan bentukan Mendikbud Nadiem, yang di awal rapat membanggakan pidatonya di forum PBB mendapatkan pujian. Tapi, anggota DPR RI belum bisa memberikan tepukan, karena apa yang dilakukan Nadiem tidak nampak manfaatnya bagi rakyat, bangsa dan negara ini.

Sejumlah anggota Komisi X DPR RI, tersebut juga menyergah Nadiem dan para petinggi Kemendikbud yang menyediakan bahan rapat tergesa-gesa dan sekonyong-konyong menyajikan perubahan rancangan program dan anggaran tahun 2023.

Rapat kerja itu mendesak Mendikbud menyampaikan revisi bahan rapat hari itu yang mesti diparaf dan telah disepakati oleh Mendikbud, bukan Sekjend Kemendikbud. Desakan itu disebabkan karena terdapat rancang program dan kegiatan yang tidak sesuai dengan apa yang telah dibahas dan diputuskan pada Raker sebelumnya (8 September 2022).

Di penghujung Rapat Kerja itu, terhadap rencana alokasi anggaran, sejumlah anggota dari Fraksi - Fraksi: PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKB, Partai Demokrat, dan PAN setuju dengan catatan atas keputusan Raker tersebut. Fraksi PKS belum dapat menyetujui, dan Fraksi PPP tidak hadir dan tidak memberi pernyataan.

Di dalam Rapat Kerja tersebut berulang kali Mendikbud Ristek mendapat kritik dan kecaman dari sejumlah anggota Komisi X, dan beberapa kali nampak diam termangu. Berbeda dengan penampilannya saat berbicara di Markas PBB. | masybitoch

Editor : delanova | Sumber : berbagai sumber
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 744
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 899
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 855
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Sporta
07 Jul 23, 08:50 WIB | Dilihat : 1193
Rumput Tetangga
Selanjutnya