Mencermati Politisasi Sampah dengan Ekologi Politik Kota

| dilihat 1652

Bang Sèm

Adakah kaitan sampah dengan politik praktis? Seberapa dokoh politisi mengkonsumsi soal sampah untuk kepentingan politik praktisnya?

Contoh paling mustahak adalah mencuatnya isu soal sampah di Jakarta.

Ketika secara politik serangan-serangan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak pernah mempan, serangan kritik sampai cerca dan makian seperti bola squash yang membentur jidat pelontarnya sendiri, belakangan soal sampah dilontar sebagai isu.

Adalah Jutta Gutberlet, Associate Professor dan Direktur Laboratorium Penelitian Berbasis Masyarakat - Departemen Geografi, Universitas Victoria, Kanada memberi isyarat, antara sampak dan politik terkorelasi. mengemukakan korelasi kuat antara pertumbuhan kota, ketidakadilan, pemborosan dengan sampah dan penurunan kualitas lingkungan.

Dengan pendekatan ekologi politik, dari pengalamannya meneliti di sejumlah negara di belahan selatan dunia, Gutberlet (2017) -- dengan obyek para pemulung informal dan terorganisir -- sampai pada pemahaman, bahwa relasi politik antara kota, sampah, dan politik bertumpu pada pertumbuhan kota - pemborosan dan ketidakadilan.

Ia mengemukakan, sejak 1950, populasi perkotaan dunia telah tumbuh dari 746 juta menjadi 3,9 miliar lebih. Di selatan dunia, sebagian besar kota, khususnya wilayah metropolitan dengan cepat berkembang menjadi aglomerasi perkotaan dan pinggiran kota besar, di mana beberapa karakteristik pedesaan masih bercampur menjadi struktur perkotaan.

Kota (apalagi Ibukota) menarik orang karena berbagai alasan. Yang paling sering adalah pengangguran di wilayah pedesaan dan wilayah sub urban.  Kota, menawarkan prospek kehidupan yang lebih baik.

Kondisi ini yang mendorong mobilitas manusia melakukan migrasi, tak hanya dalam konteks urbanisasi - dari desa ke kota. Melainkan juga dari kota ke kota di suatu negara ke negara lain.

 Menurut Gutberlet, pertumbuhan kota telah menimbulkan tekanan signifikan pada pemerintah kota untuk menyediakan infrastruktur dasar, layanan publik yang diperlukan untuk memperluas lingkungan dan permukiman baru. Salah satu di antaranya adalah menanggulangi sampah. Untuk melihat persoalan itu, dia menggunakan perpspektif ekologi politik kota.

Perspektif ini adalah rangka kerja terperinci untuk memahami dengan lebih baik cara masyarakat, politik dan tingkah laku budaya mempengaruhi proses metabolisme kota, seperti aliran sumber dan output serta pelaku yang berkaitan di kota.

Dikemukakannya, secara faktual kota dibangun dengan sumberdaya dari alam dan lingkungan, yang pada gilirannya membentuk lanskap perkotaan.

Aliran limbah dan aktor-aktor yang bekerja dengan limbah dan dalam pengelolaan limbah (pemulung, pelapak), misalnya, menghidupkan kombinasi kekuatan alam dan sosial.

Mereka terlibat dalam suatu proses metabolisme yang menciptakan lanskap geografi perkotaan dan menampakkan ketidaksetaraan dalam keadilan sosial dan lingkungan.

Dalam kerangka kerja seperti itu, tantangan dan peluang yang muncul seiring dengan pemulihan material yang dapat didaur ulang dari limbah menjadi jelas. Lensa ekologi politik kota membantu kita memahami bagaimana warisan kolonialisme telah membentuk siapa clientelisme (siapa yang diuntungkan, dan dengan cara apa mereka mendapat manfaat) dari lingkungan perkotaan.

Struktur kekuasaan terwujud dalam pengembangan kota dan kebijakan perkotaan sama-sama menentukan siapa yang memiliki akses ke sumberdaya dan layanan.

Pengelolaan limbah semakin menjadi salah satu tantangan terbesar, terutama untuk dunia yang sangat urban. Ini terkait erat dengan proses fisik dan sosial yang terjadi di kota, yang berkembang atau mengimbas ke pinggiran kota.

Proses urbanisasi -- yang terkorelasi dengan pemborosan, ketidakadilan, ketidaksetaraan, sampah -- lantas menjadi proses politik dari perubahan sosio-ekologis, sebagai bagian dari proses transformasi sosio-metabolik.

Metafora metabolisme perkotaan dipakai untuk melihat kota sebagai organisme hidup dengan aliran sumber daya yang masuk dan keluar kota, aktor yang melakukan intervensi dalam transformasi dan konsumsi sumberdaya ini, serta dengan layanan terkait dan output produk.

Ini adalah perspektif sistem kota, di mana proses sosial, bentuk spasial, dan metabolisme materi dan energi saling terhubung dan terjalin.  Dengan perspektif, itu kita dapat, misalnya, mengenali hubungan sosial dan hubungan kekuasaan yang mendukung kegiatan yang terkait dengan limbah, di bawah berbagai bentuk "rezim limbah" dan sistem pengelolaan limbah.

Gutberlet mengemukakan, konsep "rezim limbah" berusaha memahami dinamika ekonomi, politik, dan material di mana limbah dihasilkan, dikonsep, dan dipolitisasi. Rezim limbah terikat pada konteks sejarah, budaya dan geografis tertentu.

Sistem pengelolaan limbah melibatkan berbagai bentuk teknologi, otomatisasi dan praktik dalam pengumpulan limbah, transformasi, dan tujuan akhir.

Ketika sistem pengelolaan sampah diubah dari pemahaman sampah sebagai benda tersisa yang terbuang mubazir menjadi limbah potensial yang relevan didaur-ulang dan mempunyai nilai ekonomi baru, 'rezim sampah' terusik. Terutama ketika pemerintah orientasi kebijakan ke 'rezim nilai.'

Gutberlet pun mempertanyakan, "Bagaimana bisa, bahwa nilai-nilai tertentu berlaku, sedangkan yang lain dirusak, dan, bagaimana "rezim nilai" ini beroperasi dalam pengaturan ontologis, budaya, material, dan politik yang berbeda?

Analisis metabolisme perkotaan mempelajari, masuknya  transformasi dan penyimpanan bahan dan energi serta pembuangan segala jenis limbah dan produk yang tidak diinginkan. Di sini, infrastruktur dan layanan memainkan peran penting dalam menjaga kota dan menyediakan peluang kesetaraan, keadilan, dan kebahagiaan bagi penduduk.

Kota pasti merupakan sistem yang kompleks, ungkap Gutberlet. Dengan perspektif yang dinamis dan siklus diterapkan pada perencanaan dan pengembangan, korelasi bahwa ketidak-adilan berhubungan dengan kualitas kota menjadi tidak layak huni, tidak sehat, tidak berkelanjutan, tidak adil dan menjauhkan warganya dari kebahagiaan.

Pemerintah kota perlu menggunakan lensa ekologi politik untuk melihat hubungan kekuatan sosial dan bagaimana persoalan sampah dan limbah, menghasilkan sifat sosial dan fisik yang spesifik. Hal ini, akan terkait dengan pengelolaan limbah, berbagai aktor dengan tingkat inklusi, dan daya yang lebih banyak atau lebih dapat dipetakan.

Relasi politik praktis terjadinya dalam konsep tanding antara 'rezim nilai' versus 'rezim sampah.' Lantas memperlihatkan betapa sangat banyak dan luas pemain yang berurusan dengan sampah atau limbah. Mulai dari kontraktor kecil hingga besar dan bahkan multinasional, politisi domestik dan nasional, bisnis daur ulang, 'pedagang rekomendasi' alias perantara, asosiasi daur ulang yang terorganisir, hingga pemulung sampah informal.

Politisasi sampah atau limbah, dari perspektif ekologi politik kota, berkaitan dengan eksplorasi daya berbagai kalangan, tak terkecuali aktor pemerintah dan non-pemerintah, kontraktor, pengembang, dan sebagainya. Nilai-nilai apa yang tertanam dalam peran yang dimainkan oleh beragam institusi dan aktor? Lalu, bagaimana mereka memposisikan diri, dalam proses mengolah, menyortir, memperdagangkan, dan mendaur ulang limbah?

Ddari seluruh proses itu, yang dihasilkan 'rezim sampah' adalah masalah keadilan sosial yang tersembunyi, terkait dengan kontrol, kepemilikan, perampasan sumber daya dan teknologi pengelolaan sampah dan limbah. Problem generatornya adalah penghambatan hidupnya kesadaran mengubah gaya hidup seketika dengan gaya hidup lestari.

Seperti yang sudah disiratkan, ada proses yang tidak merata, yang melekat pada produksi lingkungan perkotaan. Di bagian formal kota, sampah atau limbah dikumpulkan secara teratur, sedangkan di lingkungan informal, layanan ini diabaikan. Terkadang kesenjangan infrastruktur dan layanan diisi oleh inisiatif akar rumput.

Tetapi, kesenjangan yang melahirkan masalah utama kota itulah yang kemudian dieksploitasi menjadi isu politik. Pola semacam itu, tak akan mampu mengguncang pemimpin kota yang cerdas dan tegas melakukan reorientasi visioner dalam pembangunan kota.. |

Editor : Web Administrator | Sumber : berbagai sumber
 
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 781
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 166
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 337
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 333
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya