Atraksi Glow Ganggu Serangga Penyerbuk

Selamatkan Kebun Raya Bogor

| dilihat 1161

Lima ilmuwan yang pernah mengabdikan dirinya sebagai Kepala Kebun Raya Bogor dan sejumlah kalangan masyarakat Bogor meminta pemerintah meninjau ulang kerjasama pengelolaan kebun raya, itu dengan pihak Mitra Natura Raya.

Mereka mengemukakan pandangannya, melalui surat kepada Sekretaris Utama,  Plt. Direktur Kemitraan Riset dan Inovasi, dan Plt. Kepala Kantor Pusat Riset Konservasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Direkur Utama Mitra Natura Raya (MNR), 20 September 2021. 

Akan halnya masyarakat, mengemukakan pandangan dan desakannya dalam petisi publik yang diinisiasi Pamong Budaya Bogor, dan sampai Senin (27/9/21). Desakan agar pemerintah melakukan evaluasi kerjasama pengelolaan empat kebun raya dengan pihak swasta, juga dikemukakan Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto.

Lima ilmuwan yang pernah mengabdi sebagai Kepala Kebun Raya Bogor, itu adalah Prof. Dr. Made Sri Prana (1981-1983); Prof. Dr. Usep Soetisna (1983-1987); Dr. Ir. Suhirman (1990-1997); Prof. Dr. Dedy Darnaedi  (1997-2003); dan Dr. Irawati (2003-2008).

Menurut Mulyanto, desakan itu perlu dilakukan karena pandangan Mulyanto, kerjasama itu berpotensi menyimpang dari tujuan utama pendirian kebun raya yaitu pusat konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah dan jasa lingkungan.

Selaras dengan itu, lima ilmuwan yang pernah mengabdikan dirinya di Kebun Raya Bogor, alam suratnya mengemukakan, bahwa Kebun Raya mengusung lima tugas dan fungsi penting yaitu: Konservasi Tumbuhan, Penelitian, Pendidikan, Wisata Ilmiah, dan Jasa Lingkungan.

Ketiga fungsi pertama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi acuan bersama seluruh Kebun Raya di dunia (Jackson, P.W, 1999). Karena itu berbagai kegiatan dan program yang dikembangkan di Kebun Raya Indonesia selalu berpegang pada lima Tugas dan Fungsi Kebun Raya tersebut, yang sekaligus sebagai marwah Kebun Raya.

Kebun Raya Bogor yang sudah berumur lebih dari dua abad dalam sejarah panjangnya, menurut mereka, selalu mengedepankan pendekatan ilmiah dan memperhatikan masalah konservasi dan lingkungan. Berbagai kegiatan dan usaha yang dilakukan Kebun Raya selalu mempertimbangkan kelima fungsi tersebut.

Saat melakukan kegiatan usaha penggalangan dana sekalipun, Kebun Raya tidak silau pada keuntungan sesaat, dan selalu memilih green business yang sifatnya enviromentally friendly.

Sejarah mencatat, saat awal berdirinya Kebun Raya, Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan Kebun Raya sebagai kawasan aklimatisasi tumbuhan ekonomi penting untuk tujuan bisnis “cultuurstelsel.

Saat itu dimasukkan berbagai jenis tumbuhan asing yang bernilai ekonomi seperti kopi, teh, kina, kelapa sawit dan lain-lain yang kini ikut menopang perekonomian nasional, dan menjadi andalan sumber devisa negara.

Setelah kemerdekaan dan dikelola oleh para putra Indonesia, Kebun Raya lebih mengedepankan pendidikan, penelitian dan kegiatan explorasi serta konservasi, menyelamatkan tumbuhan, dengan tidak memperhitungkan nilai bisnis.

Pada tahun 2001 Kebun Raya yang semula hanya Unit Pelaksana Teknis, dinaikkan statusnya dan mendapat tugas penting menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan. Nama tersebut, dipertahankan hingga kini dengan nama Pusat Riset Konservasi Tumbuhan - BRIN. Naiknya, status Kebun Raya-LIPI mencerminkan pentingnya fungsi Kebun Raya sebagai jawaban atas kerisauan dunia karena tingginya laju kepunahan jenis tumbuhan di Indonesia.

Bisnis Kebun Raya yang dilakukan saat itu, terbatas hanya dengan menjual tiket masuk Kebun Raya dengan harga sangat murah dibanding tempat lainnya. Karena memang Kebun Raya bukan Taman Rekreasi, Kebun Raya adalah lembaga ilmiah yang berperan menahan laju kepunahan jenis tumbuhan, kepunahan jenis tumbuhan, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No 93 Tahun 2011 tentang Kebun Raya. Penjualan tiket murah dimaksudkan agar terjangkau oleh masyarakat luas.

Dengan demikian diharapkan berbagai pesan konservasi, pendidikan dan lingkungan dapat lebih luas mencapai lapisan masyarakat. Usaha penjualan buku ilmiah, bibit tumbuhan, tanaman hias, pupuk organik, pelayanan pertamanan, dan berbagai kegiatan pameran flora dan lain sebagainya, selalu mengacu pada misi Kebun Raya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya terkait dengan tumbuhan dan lingkungan.

Banyak tawaran kerja sama yang ditolak oleh Kebun Raya saat itu, karena tidak sesuai dengan marwah Kebun Raya.

Berbagai usaha yang dilakukan pimpinan Kebun Raya sebelumnya, sejak Prof. Ir Kusnoto Setyodiwiryo, Soedjana Kassan, Prof. Didin Sastrapradja dan seterusnya memberi contoh pentingnya menjaga Kebun Raya sebagai kawasan hijau, tempat berbagai jenis tumbuhan langka, dan bernilai ekonomi penting.

Koleksi Tumbuhan di Kebun Raya adalah koleksi aset bangsa yang perlu dilestarikan, diteliti dan digali potensinya untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Kebun Raya Bogor adalah kebun yang tidak terpisahkan dari masyarakat Bogor, dan sekaligus sebagai ikon kebanggaan. Kebiasaan masyarakat melakukan rekreasi kebun dengan gelar tikar, makan bersama dan bercengkerama bersama keluarga di rindangnya pepohonan langka, adalah bagian kehidupan yang telah berlangsung secara turun temurun. Murah meriah, namun syarat dengan nilai silaturahmi.

Kemudian berkembang menjadi wisata jalan santai, tempat wisuda anak-anak TK dan SD dan kegiatan sosial lainnya. Kegiatan lain seperti acara pernikahan, pameran flora, lomba cerdas cermat tetap dilakukan dengan sangat hati-hati menjaga kenyamanan lingkungan dan sesedikit mungkin akses ke koleksi dan nilai penting Kebun Raya lainnya.  Hijaunya Kebun Raya di tengah gemuruh pembangunan, bagaikan oase di tengah padang pasir. Kebun Raya berkontribusi menahan laju pemanasan global.

Belakangan, BRIN melakukan kerjasama pengelolaan Kebun Raya Bogor dan tiga kebun raya lainnya dengan pihak swasta, yakni MNR. Dari kerjasama itu, pihak swasta merencanakan aksi hiburan malam hari dengan program GLOW yang sudah diuji-cobakan.

Rencana GLOW, membuat atraksi sinar lampu di waktu malam, di beberapa kebun raya di luar negeri, dilakukan hanya pada musim dingin, musim rehat tetumbuhan.

Lima ilmuwan itu berpendapat, aksi Glow berpotensi mengubah keheningan malam Kebun Raya. Nyala dan kilau lampu dikhawatirkan, akan mengganggu kehidupan hewan dan serangga penyerbuk.

Laporan penelitian Nature Communication , penggunaan lampu berlebihan di waktu malam akan mengganggu perilaku dan fisiologi serangga penyerbuk, nokturnal maupun diurnal. Lebih jauh, dalam pumpunan artikel ilmiah, antara lain Knop et al (2017), dikemukakan bahwa kunjungan polinator berkurang sampai 62 prsen pada komunitas tumbuhan yang diteliti, dan pada tumbuhan tertentu menyebabkan terjadinya penurunan produksi buah sebanyak 13 persen.

"Kita belum mengetahui secara pasti kehidupan malam serangga penyerbuk tumbuhan tropika, namun dampak yang sama besar kemungkinan akan terjadi di Kebun Raya," tulis lima ilmuwan tersebut dalam suratnya.

Hal lain, dikemukakan dalam surat, itu. Yakni jalan setapak yang tersusun oleh batu kali khas Kebun Raya Bogor, kini di banyak bagian telah dicor dengan semen. Tindakan itu, tidak hanya mengurangi keindahan jalan batu gico, tapi juga mengurangi resapan air.

Air yang tidak meresap, mengalir di selokan  dan langsung menuju sungai, akibatnya volume sungai akan meningkat. Besar kemungkinan akan berkontribusi pada luapan sungai penyebab banjir di Jakarta.

"Memelihara ekohidrologi di Kebun Raya sangatlah penting, dan sudah lama dilakukan dengan mengurangi jumlah bangunan dan menggantinya dengan koleksi tumbuhan," jelas mereka.

Sesuai dengan Peraturan LIPI no. 4 th 2019 tentang Pembangunan Kebun Raya, batas luas maksimal pembangunan fisik (pengerasan lahan) di Kebun Raya Bogor adalah 20 persen dari luas total Kebun Raya.

Dengan pengecoran jalan batu gico, dan pemadatan di berbagai tempat diperkirakan akan melebihi batas maksimal 20 persen. Berkurangnya resapan air juga dikhawatirkan mempengaruhi debit 5 (lima) mata air alami di Kebun Raya Bogor.

Hal lain yang merisaukan adalah, dipindahkannya perpustakaan Kebun Raya -- dengan berbagai buku tua “antiquarium” merupakan napas penting peneliti --  ke gedung lain yang jauh dari Kebun Raya.

Hal ini, sangat mungkin mengganggu kegiatan peneliti dan kunjungan mahasiswa, dan peneliti luar yang perlu akses ke buku-buku dan informasi penting Kebun Raya.

Menjauhkan buku dan sumber informasi dari keseharian peneliti Kebun Raya adalah kebijakan yang tidak mendorong meningkatnya riset, sekaligus menjauhkan munculnya inovasi kreatif para peneliti.

Para ilmuwan itu menilai, secara keseluruhan, kegiatan- kegiatan itu sudah ke luar dari tuga pokok dan fungsi Kebun Raya, dan semakin jauh dari marwah Kebun Raya.

Sebagai bagian dari pendahulu yang pernah ikut mengawal, dan mewarnai Kebun Raya, kelima ilmuwan itu merasa berkewajiban menyampaikan hal ini kepada penerus pengelola Kebun Raya yang sekarang mendapat amanah.

"Apapun pilihannya, apapun kebijakannya, tentu pimpinan yang sedang mengemban amanah yang menentukan sesuai dengan kewenangannya. Namun, kami titipkan untuk tetap konsisten menjaga Marwah Kebun Raya sebagai titipan anak cucu kita," tegas mereka.

Dengan kesantunan ilmuwan, mereka menyampaikan beberapa masukan yang perlu segera mendapat perhatian. Antara lain, "Perlunya meninjau kembali rencana GLOW di Kebun Raya, yang pasti akan mengusik keheningan malam Kebun Raya dan mengganggu fungsi serangga polinator dan hewan penyerbuk lainnya."

Selain itu, mereka mengemukakan, "Sebaiknya segera dihentikan pembangunan fisik termasuk pengecoran jalan gico yang akan mengurangi resapan air yang diperlukan oleh tumbuhan, dan untuk usaha mengurangi kontribusi air penyebab banjir di Jakarta."

Mereka juga mengemukakan, perlu evaluasi atas Kerja Sama yang dilakukan dengan melibatkan unsur lain yang terkait dan memberi perhatian pada kekhususan Kebun Raya. Selain itu tentunya perlu meningkatkan kolaborasi dan sinkronisasi dengan bagian lain yang juga berada di dalam lingkungan Kebun Raya.

Langkah ini, menurut lima ilmuwan terswebut, sangat diperlukan, mengingat berbagai nilai historis dan fungsi strategis Kebun Raya merupakan modal penting dalam usaha mengusung Kebun Raya sebagai World Heritage, yang kini sedang dalam proses. Kegiatan kerjasama dengan pihak manapun harus memberi dampak positif pada usaha pengusulan World Heritage tersebut.

Lima ilmuwan itu berharap, citra baik Kebun Raya Bogor yang telah mendunia, sebagai bagian tak terpisahkan dari jejaring Internasional IABG (International Association of Botanic Gardens) dan BGCI (Botanic Gardens Conservation International) tetap terjaga. Perhatian dunia terhadap Kebun Raya di Indonesia sangatlah luar biasa.

Pandangan itu mereka sampaikan kepada Kepala BRIN, Wali Kota Bogor, dan Ketua DPRD Kota Bogor. Selaras dengan itu, petisi khalayak yang terus berkembang jumlah penanda-tangannya, hampir menjangkau 5000 penanda tangan, tegas menyeru: Selamatkan Kebun Raya Bogor ! | haedar

Editor : eCatri | Sumber : berbagai sumber
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 166
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 337
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 364
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 333
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 633
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 781
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 750
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya