JAKARTA, AKARPADINEWS. Kekerasan terhadap wartawan masih menjadi masalah serius di Indonesia, Hingga saat ini, kasus terbunuhnya wartawan Fuad M. Syarifuddin (Udin) belum berhasil diungkapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI).
Demikian catatan pergantian tahun PWI Pusat yang ditanda-tangani Ketua Umum Margiono, seperti kabar yang diterima Akarpadinews, 30 Desember 2013 lalu. Udin adalah wartawan Harian Berita Nasional (Bernas), anggota PWI Cabang DIY, bernomor anggota: AM.13.00.2847.89.M.VI yang tewas sebagai korban pembunuhan orang tidak dikenal.
“Udin dibunuh dengan dugaan kuat terkait karya jurnalistiknya. PWI tetap menuntut Polri dan Pemerintah serius mengungkapkan kasus tersebut dan memberikan keadilan sesegera mungkin,” ungkap pernyataan pers tersebut PWI tersebut.
Di bagian lain catatan pergantian tahun itu, PWI menilai, alah satu masalah yang mengemuka dalam kehidupan pers Indonesia tahun 2013 adalah independensi dan imparsialitas media massa terhadap partai politik. Juga terhadap kandidat presiden - wakil presiden.
Beberapa pemilik media secara terbuka dan dengan kesadaran diri terjun ke dunia politik. Mereka menjadi pemimpin partai politik atau bahkan masuk ke dalam bursa calon Presiden - Wakil presiden.
“Tentu saja, terjun ke dunia politik adalah hak setiap orang, termasuk para pemilik media,” ungkap pernyataan pers itu. Namun, di sisi lain UU Pers menyatakan: pers pertama-tama adalah institusi sosial.
Dalam kedudukannya sebagai institusi sosial, pers harus mengedepankan nilai-nilai dan kepentingan publik di atas kepentingan apa pun dan siapa pun. Oleh karena itu, secara etis dan normatif, dalam kaitannya dengan agenda suksesi kepemimpinan nasional, setiap institusi media harus bersikap netral, independen dan mengedepankan kepentingan-kepentingan bersama.
“Terlebih-lebih untuk media televisi yang dalam prakteknya menggunakan gelombang elektromagnetik, sebagai kekayaan publik yang semestinya digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik.”
Dalam praktek tata kelola media, muncul kecenderungan para pemilik media yang terjun ke dunia politik menggunakan media yang dimilikinya sebagai “kendaraan politik”. Muncul keberatan dari berbagai kalangan, karena media massa, khususnya media televisi tertentu dianggap telah digunakan sebagai sarana pencitraan diri dan kampanye bagi kandidat presiden - wakil presiden atau partai politik tertentu.
PWI berpendapat, “pers sebagai sarana kritik masyarakat terhadap penyelenggaraan kekuasaan, semestinya juga terbuka terhadap kritik. Keberatan yang muncul tentang independensi media-media yang pemiliknya terjun ke dunia politik perlu ditanggapi dengan bijak dan seksama.”
Sebagai institusi sosial, menurut PWI, pers semestinya bersikap imparsial dan membuka diri terhadap semua kepentingan dan semua sudut-pandang terhadap persoalan-persoalan yang muncul di masyarakat. | din