Pertamina Talk Ihwal Kolaborasi dan Kontribusi Hadapi VUCA

| dilihat 1249

JAKARTA - Kolaborasi sama halnya bicara tentang kerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.

Sebelum merdeka, menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman, pemuda Indonesia berkolaborasi untuk melawan penjajahan.

Saat ini, menurut Fajriah, kolaborasi dilakukan untuk menghadapi era disruption atau VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity).

"Sejak zaman dulu, Indonesia sangat memaknai istilah kerja sama, hingga kini era disruption atau VUCA harus dihadapi bersama. Kalau kita berjalan sendiri, tantangannya akan menjadi lebih sulit dihadapi. Pasti akan melelahkan kalau kita tidak melakukan kolaborasi," ujarnya, saat membuka acara Pertamina Talks di lantai 21 Kantor Pusat Pertamina, pada Senin (28/10).

Hal senada disampaikan Vice President Asset Optimization PT Pertamina, Isabella Hutahaean sebagai salah satu narasumber acara tersebut.

Bela menegaskan, dalam berkolaborasi, semangat merupakan kunci pemersatu.

"Semangat itu dapat menular. Jadi kalau kita bersemangat, sekeliling kita juga akan bersemangat. Ibarat tubuh, semangat positif akan memberikan kebaikan kepada seluruh organ tubuh, begitupun sebaliknya. Jika salah satu organ tubuh ada yang sakit, anggota tubuh lainnya juga akan merasakan sakit," tukas Bella.

Secara teoritik, sebagai akronim, VUCA digunakan pertama kali oleh militer Amerika Serikat, sebagai respon Sekolah Perang Angkatan Darat AS atas runtuhnya Uni Soviet pada awal 1990-an.

Ketika itu, tiba-tiba, tidak ada lagi satu-satunya musuh, sehingga mesti menghasilkan cara baru untuk melihat dan bereaksi terhadap perkembangan situasi dan kondisi obyektif dunia, hari ini.

Volatility dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang berubah-ubah. Kita hidup di dunia yang terus berubah, dan seringkali menjadi lebih tidak stabil setiap hari.

Karenanya, perubahan besar dan kecil menjadi lebih tidak dapat diprediksi - dan mereka semakin dramatis, karena terjadi lebih cepat. Saat peristiwa berlangsung, dengan cara yang benar-benar tidak terduga, sulit untuk menentukan sebab dan akibatnya.

Akibatnya, terjadilah uncertainty, yang banyak dipahami sebagai ketidakpastian. Situasi dan kondisi dinamis perubahan, itu menghadapkan siapa saja menjadi lebih sulit untuk mengantisipasi peristiwa atau memprediksi bagaimana akan terbuka.

Ramalan sejarah dan pengalaman masa lalu, kehilangan relevansinya dan jarang diterapkan sebagai dasar untuk memprediksi bentuk hal-hal yang akan datang. Menjadi hampir mustahil untuk merencanakan investasi, pengembangan, dan pertumbuhan karena semakin tidak pasti ke mana arah perjalanannya.

Lantas? Complexity. Dunia modern kita lebih kompleks dari sebelumnya. Kita senantiasa dihadapkan pada keadaan untuk mencari tahu, apa alasannya? Apa pula pengaruhnya?

Masalah dan dampaknya lebih berlapis-lapis, lebih sulit untuk dipahami. Lapisan-lapisan yang berbeda berbaur, membuatnya tidak mungkin untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana hal-hal terkait saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

Keputusan, dapat direduksi menjadi ikatan reaksi dan reaksi balik yang saling kusut. Memilih jalur tunggal yang benar hampir tidak mungkin.

Semua itu mendatangkan ambiguity, kemenduaan. Di hari kemarin, telah diturunkan 'praktik terbaik,' dan berlakulah, "Satu takaran, cocok untuk semua."

Kini, tak lagi.  Di dunia saat ini jarang hal yang benar-benar jelas atau dapat ditentukan dengan tepat. Tidak semuanya hitam dan putih - abu-abu juga merupakan pilihan.

Tuntutan pada organisasi dan manajemen modern lebih kontradiktif dan paradoks dari sebelumnya, menantang sistem nilai pribadi kita ke intinya.

Di dunia di mana "apa" mengambil kursi belakang ke "mengapa?" Dan "bagaimana?" Tantangannya adalah: Membuat keputusan membutuhkan keberanian, kesadaran, dan kemauan untuk membuat kesalahan. Nah!

Dalam konteks itu, di dunia hari ini, dalam konteks kepiawaian kepemimpinan dan strategi, baik kepemimpinan organisasi maupun strateginya tak dapat dilepaskan dari VUCA hari ini.

Pengalaman, dogma, dan paradigma semua harus diawasi dengan cermat. Ini bukan lagi kasus menemukan satu cara atau alat manajemen: standar memberi jalan bagi individualitas. Melainkan kemumpunian pemimpin.

Seorang manajer, misalnya, kudu bertanggung jawab atas bagian terbesar dari keputusan tentang parameter yang menentukan bagaimana organisasi dapat beroperasi.

Peningkatan volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas menuntut setiap pemimpin, khasnya pemimpin bisnis, harus mencari orientasi baru dan mengambil pendekatan baru dalam manajemen.

Dengan begitu pemimpin dapat menjamin hasil positif dalam situasi yang berubah. Dunia VUCA menantang siapa saja untuk menemukan jalan sendiri. Setiap pemimpin perlu memahami psikologis dan mengembangkan perilaku empatik.  Peduli dengan manusia dan kebutuhannya.  Makna dan tujuan mengambil peran sentral dalam kegiatan bisnis. | Karita

Editor : Web Administrator | Sumber : Pertamina, VUCA World
 
Polhukam
05 Mar 24, 04:23 WIB | Dilihat : 244
Tak Perlu Risau dengan Penggunaan Hak Angket DPR
05 Mar 24, 08:18 WIB | Dilihat : 423
Anak Anak Abah Menghalau AI Generatif
22 Feb 24, 11:50 WIB | Dilihat : 317
Jalan Terjal Perubahan
18 Feb 24, 05:52 WIB | Dilihat : 272
Melayari Dinamika Kebangsaan dan Demokrasi
Selanjutnya
Budaya
09 Des 23, 08:03 WIB | Dilihat : 634
Memaknai Maklumat Keadaban Akademi Jakarta
02 Nov 23, 21:22 WIB | Dilihat : 784
Salawat Asyghil Menguatkan Optimisme
12 Okt 23, 13:55 WIB | Dilihat : 751
Museum Harus Bikin Bangga Generasi Muda
Selanjutnya