Tiga Unit PLTP Lahendong dan Ulubelu Diresmikan

Jokowi Rekalkulasi Target Program Listrik 35 Ribu Megawatt

| dilihat 2396

AKARPADINEWS.COM | PRESIDEN Joko Widodo, Selasa, 27/12/16 di Kecamatan Tompaso – Kabupaten Minahasa – Sulawesi Utara, meresmikan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi) Lahendong unit 5 dan 6, dan PLT Ulubelu unit 3 – Lampung yang dikerjakan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE).

PLTP Lahendong diperkirakan dapat memenuhi keperluan listerik sekitar 20.000 rumah di Sulawesi Utara, akan halnya PLTP Ulubelu unit 3 diharapkan memenuhi keperluan listrik di Lampung. Tahun 2016 – 2017 PT PGE memulai tiga unit baru pembangkit listrik tenaga panasbumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 105 MW.

Dari PLTP Lahendong unit 5 akan diperoleh listrik dengan kapasitas 20 MW, dari Ulubelu – Lampung dengan kapasitas 55 MW dan Unit 1 Karaha Bodas, Jawa Barat akan diperoleh listrik dengan kapasitas 30 MW. Untuk mengebor panas bumi, itu PT PGE bekerjasama dengan mitranya, sesama anak perusahaan Pertamina, yakni PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI).

Dengan tambahan tiga unit PLTP, total kapasitas terpasang pembangkit listri panas bumi milik Pertamina itu mencapai 597 MW. Termasuk 235 MW dari kapasitas terpasang pada PLTP Kamojang, Lahendong 100 MW, Ulubelu 165 MW, Sibayak 12 MW dan Lumut Balai 55 MW.

Sejak 2015-2019, PT PGE terus membangun PLTP tambahan, untuk mencapai total kapasitas 907 MW dengan investasi sekitar US $ 2,5 miliar. Pertamina yang sedang bertransformasi menjadi perusahaan energi nasional berkelas dunia, itu telah menempatkan bisnis panas bumi sebagai salah satu proyek strategis prioritas sesuai blue print Indonesia sampai 2019.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro pernah mengatakan kepada pers, “Ketika banyak investor lain tidak bergerak karena berbagai kendala yang dialami, kami terus berinvestasi di sektor panas bumi.”

Sejumlah investor dan perusahaan yang bergerak di sektor ini, memang merasakan masih banyak kendala yang dihadapi, termasuk perizinan. Karenanya, ketika meresmikan PLTP Lahendong dan Ulubelu yang dihadiri juga oleh Menko Maritim Luhut Binsa Panjaitan, Menteri Energi Sumberdaya Mineral Ignasius Jonan, dan Menteri BUMN Rini M. Soemarno, Presiden Joko Widodo berjanji akan terus memangkas dan menyederhanakan perizinan.

“Supaya target elektrifikasi 35.000 MW bisa tercapai,” ungkapnya.

Tapi, Jokowi juga mengakui, di tengah situasi perlambatan ekonomi global, pemerintah tengah mengkalkulasi ulang, apakah target itu bisa tercapai atau tidak.

Di awal pemerintahannya, Jokowi dan para menterinya di Kabinet Kerja sangat ambisius dengan angka 35.000 MW, yang terkesan sebagai refleksi atas rencana pemerintahan sebelumnya yang menargetkan 10.000 MW namun tak sempat tercapai.

Target ambisius Jokowi, sempat dikritik oleh menterinya sendiri selepas reshuffle kabinet kedua, yaitu Rizal Ramli – Menteri Koordinator Maritim dan Sumberdaya. Rizal Ramli berteriak agar target itu dievaluasi dan ditinjau ulang.

Di Tompaso, akhirnya Presiden Jokowi mengakatan, harus rekalkulasi lagi apakah dengan pertumbuhan ekonomi yang sekarang itu masih bisa mencapai target 35.000 MW, itu.

“Hitung-hitungan itu yang masih harus diselesaikan. Pertumbuhan kita meskipun pada kondisi yang baik,  tapi perlu hitung hitungan karena waktu 35.000 MW di atas 7 persen,” kata Presiden Jokowi.

Maksudnya, ketika target 35.000 MW itu dilontarkan, pemerintahannya masih berasumsi pertumbuhan ekonomi sekitar 7 persen.  Faktanya, tidak mudah mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar itu, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia, menurut analisis Bank Indonesia masih berada kisaran 5 persen pada tahun 2017.

Investasi Enam Triliun

TENTANG proyek yang diresmikannya, Jokowi mengatakan, dari 29.000 MW potensi PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) di Indonesia, yang telah direalisasikan saat ini baru mencapai 5 persen. Oleh karena itu, menurut Presiden, 95 persen potensi sisanya perlu dikerjakan karena ada potensi yang sangat besar sekali dan target kita 7.500 MW sampai tahun 2025.

Informasi yang dilansir Sekretariat Presiden, tiga proyek infrastruktur pembangkit listrik tenaga panas bumi milik PT Pertamina (Persero) yang diresmikan itu bernilai investasi sebesar  532,07 Juta dollar AS atau Rp 6,18 triliun.

Proyek-proyek tersebut meliputi PLTP Lahendong unit 5 dan 6 berkapasitas 2 x 20 MW di Tompaso, Sulawesi Utara. Proyek senilai 282,07 juta dolar AS atau setara dengan Rp3,3 triliun tersebut mulai dikerjakan sejak 5 Juli 2015 dengan target penyelesaian masing-masing Desember 2016 dan Juni 2017, namun sukses dikerjakan lebih cepat menjadi 15 September 2016 atau lebih cepat tiga bulan untuk unit 5 dan 9 Desember atau lebih cepat enam bulan untuk unit 6.

PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang menggunakan skema total project (hingga menghasilkan listrik) tersebut telah memperkuat sistem ketenagalistrikan Sulawesi dengan tidak kurang 20 ribu rumah tangga teraliri listrik. Selama pelaksanaan proyek menyerap tenaga kerja lokal tidak kurang dari 750 orang.

Proyek PLTP Ulubelu unit 3 dengan kapasitas 1 x 55 MW bernilai investasi 250 juta dollar AS yang setara dengan Rp2,88 triliun. Juga dengan skema total proyek, PLTP Ulubelu unit 3 ini mulai dikerjakan pada 5 Juli 2015 dengan target selesai Agustus 2016, namun berhasil masuk ke dalam sistem pada 26 Juli 2016 atau lebih cepat satu bulan. Proyek yang berlokasi di Tanggamus, Lampung ini telah menyerap tenaga kerja sekitar 2 ribu orang.

Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, proyek-proyek infrastruktur energi yang dibangun Pertamina diharapkan dapat memberikan efek berganda terhadap kehidupan ekonomi masyarakat. Mulai dari teralirinya listrik, terbukanya lapangan kerja selama pelaksanaan proyek dan juga pasca proyek sebagai dampak dari tumbuhnya industri baru karena pasokan listrik yang lebih kuat.

“Sebagai BUMN energi, Pertamina sangat bangga dapat memberikan kontribusi terbaiknya untuk negara melalui penyediaan infrastruktur energi di seluruh Tanah Air,” ungkap Dwi di hadapan Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, dan Direktur Utama PLN (Perusahaan Listri Negara) Sofyan Baasir.

Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) – Surya Darma menilai, PGE merupakan satu-satunya perusahaan nasional yang telah menunjukkan perkembangan yang konsisten dalam mengeksplorasi, mengeksploitasi, dan memproduksi energi panas bumi di Indonesia.

Direktur Energi dan Konservasi Energi - Saefulhak Yunus, Direktur Panas Bumi – Direktorat Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi, mengakui, PGE merupakan satu-satunya perusahaan yang agresif dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Komitmen PGE untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan pengeboran mewujud nyata di Lahendong, Ulubelu, Hululais, Lumut Balai, dan Sungai Penuh.

Dia mengatakan, sesuai Undang-Undang Nomor 21 / 2014, pemerintah memungkinkan menugaskan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) bekerja pada bidang panas bumi tanpa lelang. Apa yang tersirat dan tersurat dalam UU No. 21/2014 itu, menurut Saefulhak, merupakan terobosan untuk pengembangan energi panas bumi di Indonesia.

Pertamina akan diberikan izin melakukan kegiatan eksplorasi di beberapa daerah pekerjaan yang ditugaskan. Pertamina, membantu mengambil alih beberapa proyek terbatas dan mendorong kegiatan eksplorasi – eksploitasi dan produksi panas bumi. Baik dilakukan sendiri, maupun bekerjasama dengan perusahaan mitranya.

Upaya Pertamina tersebut dalam banyak hal, membantu percepatan ikhtiar memenuhi keperluan elektrifikasi nasional, yang merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan infrastruktur, dan terkait dengan komitmen besar ESDM (energi sumberdaya mineral) meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Ketersediaan energi listrik, diharapkan mempercepat ikhtiar mewujudkan lingkungan yang mendorong pencapaian human development index (HDI) sebagai pilar-pilar bagi terwujudnya Indonesia sebagai emerging economy country yang unggul di tahun 2030.

Soal Efisiensi dan Harga

SEPULANG dari Teheran – Iran, Menteri ESDM Ignasius Jonan melontar pemikiran ihwal efisiensi dalam pembangunan PLTP terkait pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan soal cost efficiency dan cost management (baca : Perlu Kesadaran Kolektif untuk Efisiensi Energi).

Pemikiran itu disampaikan Jonan saat berbicara di acara Pertamina Award 2016 (16/12) mengemukakan,  tantangan yang paling penting itu adalah cost efisiency atau cost management. “Itu penting sekali, kalau gak, kerjaannya gak ada, samasekali gak ada,” ujar Jonan.

Ketika itu, Jonan mengambil contoh dan menyebut Iran dan Uni Emirates Arab (UEA) sebagai contoh dua contoh negera yang telah menjalankan langkah-langkah efisiensi, termasuk dalam pengelolaan energinya.

“Iran itu semangat untuk mandiri dan semangat untuk efisiensi, itu luar biasa besar sekali,” kata Jonan, kala itu.

Di Uni Emirates Arab (UEA) lanjut Jonan, akan dibangun dua pembangkit listrik, satu 150 MW dan yang kedua 200 MW yang energi dasarnya adalah sinar matahari.

Lantas Jonan mengungkapkan, pembangkit pertama itu tarifnya 2,99 sen per KWh, sedang di Indonesia yang membangun bisnis energi baru terbarukan, termasuk Pertamina mintanya 14 sen. Pembangkit kedua, itu harganya 2,42 sen per KWh. Sekarang UEA sedang membangun pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 5.000 MW dan mereka yakin, jika sudah jadi, tarifnya sekitar 2,25 sen per KWh. 

Meski tak langsung, usai menghadiri peresmian PLTP Lahendong dan Ulubelu, Surya Darma – Ketua METI ‘menanggapi’ hal itu. Di akun Facebook-nya Surya Darma menulis :

“Tadi pagi saya menghadiri peresmian beroperasinya 3 PLTP yaitu PLTP Lahendong unit 5 n 6 masing2 unit 20 MW dan PLTP Ulubelu unit 3 berkapasitas 55 MW. Ini kebahagiaan bagi warga METI karena masih ada proyek ET (energi terbarukan - red)  yang mulai beroperasi pada kondisi pengembangan ET mengalami tantangan yang sangat besar.”

Selanjutnya Surya Darma menulis, “Saat ini pengembangan ET mendapat tantangan bukan hanya dari PLN yang selama ini menjadi satu-satunya pembeli yang perlu dicari solusinya agar semua energi yang dihasilkan dari ET dapat diterima pada harga yang telah ditetapkan dalam FIT untuk setiap jenis ET. Tetapi hari ini tantangan itu semakin bertambah dengan pernyataan pak Mentri ESDM pada laporan pengantarnya (yang) menyampaikan bahwa Panasbumi tidak harus diterima hanya mengejar target idealis menjadi 7500 MW pada tahun 2025, tetapi harus memiliki harga yang kompetitif.”

Surya melanjutkan, “Ini berarti bukan hanya panas bumi tapi juga seluruh jenis ET lainnya. Apalagi ketika sambutan Pak Jokowi, beliau mengutip kembali contoh harga PLTS di Dubai yang hanya 2.99 sen per KWh. Rasanya sedih sekali. Menteri dan Presiden kok menerima informasi yang keliru soal harga energi.”

Dalam tulisan di akun Facebook-nya itu, Surya Darma mengemukakan pendapatnya, bahwa pernyataan Presiden Jokowi itu, sudah misleading. Menghitung harga energi itu ada asumsi dan kondisinya.

Usai acara peresmian itu, Surya Darma, sempat berbincang dengan Presiden Jokowi dan mengemukakan, bahwa METI ingin menyampaikan masukan ke Pemerintah tentang hal-hal yang dapat mendukung pencapaian target ET dalam energi mix tahun 2025.

Lelaki asal Bireun itu mengungkapkan, Presiden Jokowi menyambut dan akan mengatur pertemuan dengan METI. | JM Fadhillah

Editor : sem haesy
 
Lingkungan
03 Mar 24, 09:47 WIB | Dilihat : 168
Ketika Monyet Turun ke Kota
22 Jan 24, 08:18 WIB | Dilihat : 340
Urgensi Etika Lingkungan
18 Jan 24, 10:25 WIB | Dilihat : 365
Penyakit Walanda dan Kutukan Sumber Daya
06 Jan 24, 09:58 WIB | Dilihat : 335
Pagi Lara di Haurpugur
Selanjutnya
Energi & Tambang