Menanti Gianni Infantino Mereformasi FIFA

| dilihat 4741

AKARPADINEWS.COM | GIANNI Infantino terpilih sebagai Presiden Federasi Sepakbola Dunia (FIFA) menggantikan Sepp Blatter yang telah memimpin FIFA sejak 1998. Pada kongres luar biasa yang diadakan, 26 Febuari 2016 di Zurich, Swiss, Infantino mengantongi dukungan 115 suara dari perwakilan anggota FIFA, selisih 27 suara dengan saingan terdekatnya, Sheikh Salman bin Ebrahim al-Khalifa, yang mengantongi 88 suara.

Dalam pidato kemenangannya, Infantino, yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jendral Federasi Sepakbola Eropa (UEFA), mengatakan, akan mengembalikan citra FIFA sebagai organisasi sepakbola terhormat. Pria berusia 45 tahun tersebut juga akan menyatukan seluruh unsur di internal FIFA agar dapat bahu-membahu bekerja keras untuk sepakbola.

“Saya ingin menjadi Presiden dari seluruh asosiasi sepakbola anggota FIFA. Saya ingin bekerjasama dengan kalian semua untuk membangun kembali FIFA menuju era baru,” ungkapnya.

Usai terpilih, Infantino tidak ada waktu untuk berlenggang kaki. Dia dihadapkan tugas berat untuk mengembalikan citra FIFA yang terpuruk lantaran dihantam serangkaian kasus korupsi.

Terbongkarnya kasus korupsi yang terjadi di dalam FIFA diawali dengan tertangkapnya tujuh official FIFA di Zurich, Swiss pada Mei 2015. Ketujuh orang tersebut bersama dengan dua official FIFA lainnya dan lima perwakilan perusahaan sponsor didakwa oleh Pengadilan Tinggi Amerika Serikat (AS) atas dugaan korupsi, pemerasan, penipuan, dan pencucian uang.

Berdasarkan temuan dari Federal Bureau of Investigation (FBI), tindakan tak terpuji itu sudah terjadi dan dilakukan oleh para petinggi FIFA selama 24 tahun sejak tahun 1991 dengan total jumlah uang mencapai US$ 150 miliar.

Belum selesai dengan dugaan korupsi sistemik yang terjadi di dalam tubuh FIFA, organisasi sepakbola dunia itu dihantam lagi dugaan kasus penyuapan atas terpilihnya Rusia dan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia untuk tahun 2018 dan 2022.

Kasus ini kemudian menyeret nama Presiden FIFA kala itu, Sepp Blatter, sebagai penerima suap. Otoritas olahraga Rusia maupun Qatar menampik dugaan itu. Namun, pihak kepolisian Swiss terus melakukan investigasi mendalam atas terpilihnya kedua negara itu sebagai tuan rumah Piala Dunia.

Rusia dan Qatar tentu tidak ingin proses investigasi itu mengungkap dugaan borok dalam penentuan penyelenggaraan Piala Dunia. Pasalnya, negara yang ditunjuk oleh FIFA akan meraup banyak keuntungan, baik segi finansial maupun prestise.

Saat Piala Dunia tahun 2010 diselenggarakan di Afrika Selatan, negara asal Nelson Mandela, keuntungan yang diraup tuan rumah hingga mencapai US$ 447 miliar atau setara dengan Rp 8,2 triliun.

Keuntungan yang fantastis itu menjadi alasan utama banyak negara-negara berlomba-lomba untuk menjadi tuan rumah penyelenggara Piala Dunia. Bila hasil investigasi menemukan adanya penyuapan, maka keputusan penunjukan Rusia dan Qatar sebagai penyelenggara Piala Dunia akan dicabut.

Tamparan bertubi-tubi itu langsung menjatuhkan kewibawaan FIFA sebagai organisasi sepakbola dunia yang bermartabat. Terlebih, kasus korupsi tersebut menyeret sejumlah petinggi FIFA dan juga sang presiden yang notabennya sebagai simbol utama FIFA.

Untuk itu, Infantino pastinya akan dituntut melakukan reformasi di tubuh FIFA, khususnya soal transparansi dana dan penyelenggaraan organisasi. Karena, selama di bawah kepemimpinan Blatter, FIFA cenderung kurang terbuka, khususnya soal pendanaan yang masuk ke kas organisasi.

Selain tugas mengembalikan wajah FIFA kepada Publik, Infantino akan dihadapkan persoalan reformasi struktur kepengurusan FIFA serta menetapkan aturan-aturan soal masa jabatan Presiden FIFA ke depannya. Perlunya pembahasan soal masa jabatan Presiden FIFA agar tidak terjadinya dominasi tampuk pimpinan seperti halnya yang sudah terjadi pada masa Blatter.

Berbagai persoalan tersebut, khususnya soal transparansi penyelenggaraan organisasi, Infantino dapat dikatakan memahaminya. Untuk itu, Infantino, yang memiliki latar belakang sebagai pengacara tersebut, mengatakan, pihaknya akan melakukan reformasi dan penyelenggaraan organisasi secara transparan.

“FIFA telah melalui masa-masa menyedihkan dan krisis, tapi masa-masa itu kini telah lewat. (Ke depannya) kita perlu melakukan reformasi dan mengimplementasikan good governance serta transparansi,” ujarnya.

Kemenangan Infantino itu disambut gembira oleh berbagai kalangan dalam tubuh FIFA. Greg Dyke, Ketua Asosiasi Sepakbola Inggris (FA), mengatakan, Infantino merupakan sosok yang tepat untuk memimpin FIFA. Karena, menurut Dyke, Infantino merupakan sosok pria yang tidak memiliki agenda pribadi dan amat fokus dalam mengerjakan pekerjaannya.

“Dia (Infantino) bukan seorang politikus dan dia bukan sosok orang yang memiliki ego. Selama ini FIFA disesaki oleh banyak orang dengan kepentingan dan ego yang besar dalam waktu yang cukup lama, sedangkan Infantino merupakan sosok orang yang langsung bekerja (tanpa mementingkan ego),” pungkasnya.

Dukungan untuk Infantino tak hanya berasal dari Inggris, pria berkepala pelontos itu juga didukung sepenuhnya oleh UEFA dan Konfederasi Sepakbola Afrika (CAF). Selain itu, pasca menerima kemenangannya, Infantino langsung melakukan pendekatan dengan petinggi Asosiasi Sepakbola Asia (AFC), salah satunya ialah Sheikh Salman, salah satu kandidat Presiden FIFA yang dikalahkannya.

Terpilihnya Infantino sebagai Presiden FIFA menjadi lembaran baru FIFA sejak terpuruknya organisasi sepakbola dunia karena terbongkarnya kasus korupsi sistemik yang menjalar di dalamnya. Harapan terbesar kepada Infantino ialah mampu melakukan reformasi dalam tubuh FIFA sehingga organisasi tersebut dapat kembali terhormat di mata publik sepakbola dunia.

Muhammad Khairil

Editor : M. Yamin Panca Setia | Sumber : BBC/Mirror/Independent
 
Seni & Hiburan
03 Des 23, 14:05 WIB | Dilihat : 432
Kolaborasi Pelukis Difabel dengan Mastro Lukis
29 Sep 23, 21:56 WIB | Dilihat : 1503
Iis Dahlia
09 Jun 23, 09:01 WIB | Dilihat : 1322
Karena Lawak Chia Sekejap, Goyang Hubungan Kejiranan
Selanjutnya
Energi & Tambang